Liputan6.com, Jakarta - Jelang pernikahan dengan Kaesang Pangarep, Erina Gudono menjalani prosesi siraman adat Jawa di rumahnya di Padukuhan Purwosari, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Prosesi itu dimulai pukul 09.00 WIB dengan pemasangan bleketepe dan tuwuhan, kemudian dilanjutkan acara inti.
Pada upacara siraman, Erina mengenakan kain batik motif Nagasari untuk diletakkan di pundaknya. Ini merupakan salah satu kain batik khas Yogyakarta yang digunakan untuk "nyamping," yang dalam bahasa Jawa berarti "kain panjang."
Baca Juga
Advertisement
Motif kain batik ini memuat kisah Ramayana, yakni menggambarkan Dewi Sinta yang selalu berdoa di bawah pohon Nagasari untuk dipertemukan oleh Sri Rama Wijaya di Taman Argosoko. Kemudian, doa dari Dewi Sinta dikabulkan dan akhirnya dipertemukanlah dengan sang pujaan hati. Cerita ini dinilai jadi salah satu contoh kisah cinta yang abadi.
Sebelumnya, untuk mengelap area pundak, Erina menggunakan kain motif grompol. "Ia kini memiliki tanggung jawab untuk mengumpulkan segala cinta dari keluarga," ujar Wigung Wratsangka, pembawa acara siraman Erina, pada tayangan Live Liputan6 SCTV.
Kain tersebut bermakna menyatu dan rukun. Karenanya, diharapkan Erina dapat menyatukan kedua keluarga dan menjalani hidup rukun bersama Kaesang.
Siraman merupakan adat Jawa yang dilakukan sebelum pernikahan berlangsung, seperti dikutip dari situs web Pemprov Yogyakarta. Rangkaian prosesi siraman sendiri terdiri dari:
1. Pemberian kembang setaman yang disebar di tempat yang telah diisi air, yang nantinya digunakan untuk siraman. Kemudian, dua buah kelapa yang telah diikat dimasukkan ke dalam pengaron, tempat air yang akan digunakkan.
Rangkaian Siraman
2. Erina memakai busana siraman dilengkapi rangkaian bunga, juga kain motif kawung yang melambang "sedulur papat limo pancer." Dijelaskan bahwa sedulur papat lima pancer artinya, ketika dilahirkan dari rahim ibu ada kakang kawah, adi ari-ari, getih, dan pusar, yang menyertai kita selama hidup sampai mati dalam budaya Jawa.
Setelah menggunakan busana tersebut, ia kemudian digandeng menuju tempat siraman. Para pinisepuh yang bertugas membawa ubarampe mengiringi dari belakang. Ubarampe tersebut berupa kain grompol satu lembar, nagasari satu lembar, handuk, dan padupan.
3. Kemudian, orangtua mengawali menyiram calon pengantin menggunakan air yang telah tersedia. Orang yang pertama menyirami Erina adalah ibunda, diikuti pinisepuh yang lain.
4. Pada akhir siraman, Erina memanjatkan doa. Ia pun berkumur menggunakan air kendi sebanyak tiga kali. Itu dilanjutkan dengan mengguturkan air ke kepala Erina sebanyak tiga kali.
Air selanjutnya dipakai untuk membersihkan muka, telinga, leher, tangan, dan kaki sebanyak tiga kali. Setelah air habis, kendi dipecahkan dengan mengucapkan, "Wis pecah pamore."
5. Acara dilanjutkan dengan membawa calon pengantin menuju kamar pengantin. Calon pengantin digandeng orangtua untuk mengeringkan tubuh, dan disiapkan untuk melaksanakan upacara ngerik.
Advertisement
Makna Siraman
Prosesi siraman ini memiliki arti memohon berkat dan rahmat Tuhan agar kedua mempelai dibersihakan dari segala keburukan. Dengan siraman, kedua calon pengantin juga diharapkan mendapat tuntunan selama mengarungi bahtera rumah tangga.
Siraman juga dimaknai secara simbolik bahwa pengantin bertekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata yang bersih dan baik selama menjadi suami istri. Juga, diharapkan agar perkawinannya panjang umur.
Pelaku siraman yang dipilih merupakan sosok yang dianggap sukses dalam hidupnya, dengan harapan agar menjadi contoh dan diikuti jejaknya oleh pengantin baru.
Untuk melakukan proses siraman, air yang digunakan harus bersumber dari tujuh mata air. Menurut adat, itu merupakan lambang hidup yang saling menolong. Sementara, jumlah tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu, dan pertolongan yang berarti pitulungan. Dalam air siraman ini nanti ditebar bunga sritaman, yakni bunga mawar, melati, dan kenanga.
Makna Pemasangan Bleketepe dalam Upacara Siraman
Sementara itu, mengutip kanal Regional Liputan6.com, bleketepe adalah anyaman daun kelapa yang dipasang sebagai atap di halaman rumah. Bleketepe terbuat dari janur kuning yang dianyam saling menyilang dalam jumlah banyak. Pemasangan bleketepe ini memiliki arti, yakni:
1. Simbol dimulainya hajatan
Bleketepe yang dipasang di bagian depan rumah dimaknai sebagai kesiapan keluarga dalam memulai rangkaian hajat mantu. Daun kelapa yang dipakai harus yang masih berwarna hijau muda dan biasanya dianyam.
2. Orangtua dan calon pengantin menyucikan diri
Pemasangan bleketepe ini juga merupakan ajakan orangtua dan calon pengantin pada para tamu undangan untuk menyucikan diri. Bleketepe seolah jadi "gerbang penyucian diri" sebelum masuk ke tempat acara.
3. Penyucian lokasi acara
Tidak hanya penyucian pada orang-orang yang terlibat, pemasangan anyaman ini juga bertujuan menyucikan lokasi yang dipakai untuk hajatan.
4. Menolak bala
Pemasangan bleketepe juga menjadi doa agar acara pernikahan berjalan lancar, serta terbebas dari hal jahat dan buruk.
Advertisement