Berkah Tak Disangka dari Bisnis Kerajinan Gerabah di Kawasan Borobudur

Dwi Arum Sari tak pernah berencana menekuni bisnis kerajinan gerabah yang keahliannya diwariskan turun-temurun.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Des 2022, 05:00 WIB
Dwi Arum Sari pengrajin gerabah di Karanganyar, Borobudur, Jawa Tengah (25/11/2022). Foto: Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta - Menjalankan bisnis kerajinan gerabah dan wisata edukasi tidak sesuai dengan rencana awal Dwi Arum Sari. Perempuan lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) ini mulanya berencana kerja di pabrik atau di luar negeri. Rencana ini gugur ketika ia tak mendapatkan izin dari orangtuanya.

"Saya mulai (membuat gerabah) dari 2012, awalnya jujur enggak mau," ujar perempuan yang karib disapa Arum saat ditemui di kediamannya di kawasan Karanganyar, Borobudur, Jawa Tengah, Jumat, 25 November 2022.

Tak disangka, menekuni dunia gerabah tidak seburuk yang ia kira. Dengan membuat gerabah, perempuan usia 28 ini bisa bertemu dengan orang-orang dari berbagai kalangan.

"Kalau kerja di pabrik, ketemu orangnya itu-itu aja. Kalau kerja di rumah, banyak yang datang termasuk para artis, Pak Sandi (Sandiaga Uno) dan Duta India untuk Indonesia," katanya.

Sejak kecil, kehidupan Arum tak jauh dari tanah liat dan gerabah. Untuk mendapatkan uang saku, ia perlu membantu orangtuanya menjemur gerabah terlebih dahulu. Keahlian membuat gerabah pun didapat dari sang ayah, karena usaha gerabah ini merupakan usaha keluarganya secara turun temurun.

Arum lalu membuka workshop Gerabah Arum Art di rumah keluarganya. Di halaman rumah yang cukup luas itu dipajang hasil-hasil kerajinan dengan berbagai bentuk dan ukuran, seperti hiasan meja, teko, asbak, gelas, guci, celengan, dan lain-lain, yang dijual dengan kisaran harga Rp3 ribu hingga Rp7 juta tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya. 


Workshop di Rumah

Pembuatan gerabah di Gerabah Arum Art Karanganyar, Borobudur, Jawa Tengah (25/11/2022). Foto: Ade Nasihudin.

Di workshop tersebut, ia acap kali menerima wisatawan untuk sama-sama belajar membuat kerajinan dari tanah liat. Pesertanya mulai dari anak-anak sekolah, wisatawan lokal, maupun mancanegara.

"Untuk worshop itu ada kelas pelajar sama regular. Kalau pelajar itu Rp 25 ribu sampai Rp 50 ribu, menyesuaikan pesanan yang diwarnai atau coloring. Kalau regular Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu," kata Arum.

Workshop pun terbuka untuk keluarga dan rombongan. Untuk keluarga, workshop bisa dilakukan secara langsung. Sedangkan, rombongan yang lebih dari 15 orang harus reservasi terlebih dahulu.

Arum mengatakan bahwa workshop biasanya berjalan selama 30 menit. Namun bagi pelajar dengan peserta yang banyak, durasinya bisa sampai dua jam. 

Ia pun menyampaikan, tanah yang digunakan adalah tanah lokal dari kebun sekitar dengan jenis earthenware atau tanah bakaran rendah. Sedangkan untuk membuat kerajinan keramik, biasanya tanah yang digunakan didatangkan dari Sukabumi atau Sumatra.

Arum dan keluarga sering membuat pajangan atau asbak dengan bentuk stupa. "Sering bikin stupa karena dekat dengan Candi Borobudur," katanya.

 


Bentuk hingga Pemasaran

Wisatawan belajar membuat kerajinan dari tanah liat di Gerabah Arum Art Karanganyar, Borobudur, Jawa Tengah (25/11/2022). (dok. Liputan6.com/Ade Nasihudin)

Soal bentuk tersebut, ia mengaku tak pernah ada masalah dengan masyarakat penganut agama Budha karena hanya dipakai sebagai hiasan atau asbak. "Tidak ada masalah dengan umat Buddha, karena dipakai sebagai hiasan atau asbak. Dulu juga ada biksu yang datang dan membuat hiasan stupa," tuturnya.

Proses pembuatan stupa, kata Arum, tercantum di relief Candi Borobudur. Bahkan, Desa Karanganyar tempat Arum tinggal sudah ada sebelum candi tersebut berdiri karena gambarnya ada di relief candi. Sempat pula ditemukan keramik dan gerabah yang dibuat di zaman dulu.

Hingga kini, produk gerabah buatan Arum dan keluarganya sudah dikirim ke berbagai daerah di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. "Sering juga kirim ke Papua," imbuh dia.

Sedangkan, wisatawan yang datang ke rumah Arum untuk belajar membuat gerabah terbagi menjadi low season dan high season. High season biasanya dari Juni sampai September, sedangkan low season di bulan sisanya. "Nanti kalau masuk November sampai Januari itu wisatawannya dari Eropa," tutur Dwi.

Sebelum pandemi menerpa, mayoritas wisatawan asing yang datang berasal dari Jepang dan Korea Selatan. Tetapi dari semua turis, umumnya yang paling tertarik dengan kerajinan gerabah adalah wisatawan asal Belanda dan Jepang.

 


Program KMK

Produk Gerabah Arum Art Karanganyar, Borobudur, Jawa Tengah (25/11/2022). Foto: Ade Nasihudin.

 

Guna mengembangkan usahanya, Arum mengikuti program Kita Muda Kreatif (KMK) sejak 2017. Melalui program ini, ia mendapat pendampingan usaha dan mulai menjual karyanya secara daring. "Kalau dulu jualnya dari mulut ke mulut, kalau sekarang sudah via TikTok, Instagram, dan WhatsApp," katanya.

KMK merupakan program yang digagas oleh UNESCO dan Citi Indonesia. Menurut Director and Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia, Puni A. Anjungsari, program tersebut awalnya dibentuk untuk mengatasi masalah minimnya peluang pengembangan mata pencaharian dan kapasitas masyarakat yang tinggal di dan sekitar situs warisan dunia di Indonesia.

Jumlah wisatawan yang mengunjungi situs warisan dunia di Indonesia terus meningkat. Namun, masyarakat yang tinggal di dan sekitar situs-situs tersebut belum secara maksimal menerima manfaat ekonomi atau sosial yang dihasilkan oleh aliran pengunjung yang besar tersebut.

Hal ini dikarenakan strategi konservasi dan promosi warisan budaya yang cenderung lebih fokus pada pengembangan infrastruktur, daripada pembangunan kapasitas masyarakat sekitar.

"Oleh karenanya, untuk memberikan peluang lebih terhadap pengembangan kapasitas masyarakat dan mengembangkan mata pencaharian mereka, UNESCO Jakarta melalui dukungan penuh Citi Foundation menginisiasi program KMK ini," kata Puni kepada Liputan6.com melalui pesan tertulis.


Manfaat yang Diterima

Produk Gerabah Arum Art Karanganyar, Borobudur, Jawa Tengah (25/11/2022). Foto: Ade Nasihudin.

Program KMK merupakan bagian dari inisiatif Pathways to Progress. Citi Foundation secara global berupaya meningkatkan kemampuan kerja dan peluang ekonomi bagi generasi muda berpenghasilan rendah dan rentan. "Melalui program ini, kami menjangkau dan membantu wirausaha muda di bidang kreatif," kata Puni.

Selama lima tahun terakhir, program KMK telah memperoleh hibah sebesar lebih dari Rp20 miliar. Para penerima manfaat seperti Arum tidak memperoleh bantuan dalam bentuk modal usaha, tetapi lebih pada peningkatan keterampilan. Mereka dilatih dan didampingi secara intensif terkait pengembangan usaha, branding, pemasaran digital, pengemasan produk, dan lain-lain.

Para peserta program juga berkesempatan untuk memperkenalkan produk atau jasa yang dimiliki ke publik melalui kegiatan eksternal, seperti bazaar/pameran, seminar, lokakarya, press tour, dan lainnya, yang mempertemukan penerima manfaat dengan pembeli potensial. Terakhir, Puni menyebut bahwa para peserta berkesempatan untuk berkolaborasi dengan wirausaha muda kreatif lainnya.

"Yang memungkinkan mereka untuk berbagi ide dan mendapatkan wawasan dari sesama wirausaha muda kreatif," ujarnya.

Infografis Risiko Bencana di Daerah Wisata. (Dok: Liputan6.com)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya