Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah bank berencana menambah modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue dalam waktu dekat. Hal itu utamanya dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan modal inti Rp 3 triliun pada 2022.
Secara garis besar, analis berpendapat aksi penggalangan modal lewat rights issue menjadi sentimen positif bagi bank. Selain memenuhi ketentuan modal ini, bank memiliki cukup ruang untuk melakukan manajemen risiko di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
Advertisement
“Prospeknya menarik karena langkah ini akan memperkuat permodalan bank,” kata Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya kepada Liputan6.com, Jumat (9/12/2022).
Untuk saham-saham bank yang akan rights issue tahun ini, Cheryl menuturkan agar investor mencermati saham bank dengan valuasi yang masih murah, tetapi memiliki kinerja fundamental yang bagus dan memiliki strategi jangka panjang.
“Pilih bank yang valuasinya murah, profitabilitas meningkat dan punya strategi inovatif untuk masa depan. Pilihannya BBTN, BINA, BVIC,” sebut Cheryl.
Senada, Investment Analyst dari Infovesta Capital Advisory, Fajar Dwi Alfia menilai rights issue yang dilakukan bank-bank kecil ini berdampak positif, baik bagi emiten itu sendiri maupun bagi industri secara umum. Hal itu karena rights issue bertujuan meningkatkan permodalan inti minimum Rp 3 triliun.
“Modal yang bertambah seharusnya juga mendorong bank untuk mempunyai manajemen risiko yang baik untuk menghadapi ketidakpastian di tahun depan, seperti imbas resesi dan perlambatan ekonomi dunia,” kata Fajar.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Dampak Positif
Secara umum, Fajar menilai semua kelompok bank mendapatkan dampak positif dari aksi right issue. Namun demikian, mengingat tahun depan akan penuh dengan tantangan, persaingan antar bank-bank kecil juga akan semakin berat.
Hal itu seiring dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang sudah dan akan menaikkan suku bunga, membuat persaingan perebutan dana pihak ketiga (DPK) semakin ketat.
"Oleh karena itu, saham-saham big bank IV perlu dicermati, seiring kinerja yang solid dan potensi naiknya net interest margin (NIM) ke depannya, seiring kenaikan suku bunga pinjaman. Investor bisa mencermati saham bank-bank dengan fundamental solid, serta mempunyai skala usaha yang besar. Bisa cermati saham bank big cap BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI,” beber Fajar.
Advertisement
42 Emiten Antre Rights Issue, Incar Dana hingga Rp 39,4 Triliun
Sebelumnya, sejumlah emiten tengah antre untuk gelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, emiten mengincar dana segar dari pasar modal hingga Rp 39,4 triliun melalui aksi tersebut.
"Sampai dengan 11 November 2022, terdapat 42 perusahaan tercatat yang berada pada pipeline right issue. Perkiraan total dana yang akan diperoleh melalui rights issue sebesar Rp39,4 triliun," beber Nyoman kepada wartawan, Rabu (16/11/2022).
Sebagai gambaran, sebanyak 42 perusahaan tercatat yang berada pada pipeline right issue itu berasal dari berbagai sektor, sebagai berikut:
3 perusahaan dari sektor konsumer non siklikal
1 perusahaan dari sektor healthcare
4 perusahaan dari sektor energi
3 perusahaan dari sektor properti dan real estat
16 perusahaan dari sektor finansial
5 perusahaan dari sektor konsumer siklikal
2 perusahaan dari sektor basic materials
1 perusahaan dari sektor teknologi
3 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik
4 perusahaan dari sektor infrastruktur.
"Berdasarkan data itu, jumlah perusahaan yang berencana melakukan rights issue, baik ditinjau dari jumlah perusahaan maupun perkiraan jumlah dana yang dihimpun melalui rights issue, terbanyak dari sektor financials,” kata Nyoman.
Menakar Prospek Rights Issue di Tengah Sentimen Ketidakpastian Global
Sebelumnya, analis menilai penambahan modal melalui mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue pada kuartal IV 2022 di tengah sentimen global tidak pasti seperti potensi resesi, kenaikan suku bunga acuan dan inflasi tetap akan direspons baik jika perusahaannya bagus dan bisnisnya prospektif.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya menuturkan, kondisi ekonomi terlihat lebih baik dari kekhawatiran soal resesi, hal ini tercermin dari hasil laba usaha di Amerika Serikat (AS) yang mayoritas lebih baik dari perkiraan.
"Terkait aksi right issue di Bursa Efek Indonesia, nampaknya akan tetap direspons baik asalkan perusahaannya bagus dan bisnisnya prospektif,” kata Cheryl kepada Liputan6.com, ditulis Kamis, (20/10/2022).
Cheryl menuturkan, sektor yang dominan dari properti, konstruksi yang banyak melakukan aksi rights issue dalam jumlah besar dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kami unggulkan ADHI mengingat dana rights issue untuk selesaikan proyek pemerintah dan pengembangan bisnis yang ramah lingkungan di mana bisnis itu menjanjikan untuk masa depan,” kata dia.
Advertisement
Cermati Tujuan Rights Issue
Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, dengan kondisi saat ini investor akan lebih mencermati tujuan dari rights issue tersebut.
"Tujuan dari right issue tersebut apakah untuk membayar utang atau ekspansi bisnis. Selain itu, apakah right issue memiliki standby buyer yang akan menyerap right issue atau tidak, karena hal tersebut akan mempengaruhi persepsi investor,” kata Jono.
Adapun sejumlah emiten telah mengumumkan rencana rights issue. Baru-baru ini sejumlah emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mengumumkan rencana dan persetujuan pemegang saham untuk rights issue antara lain PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Selain itu, ada juga PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT MNC Energy Investments Tbk (IATA), PT Bank Victoria Tbk (BVIC), PT Bank Raya Tbk (AGRO), PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) dan sejumlah bank lainnya.