Erick Thohir: Transisi Energi Bukan Beban bagi BUMN

Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan kalau transisi energi bukan jadi satu beban bagi perusahaan pelat merah.

oleh Arief Rahman H diperbarui 10 Des 2022, 12:00 WIB
Menteri BUMN RI Erick Thohir mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di gedung Parlemen, Jakarta, Senin (5/12/2022). Rapat kerja membahas evaluasi pelayanan dan pencapain kinerja Kementerian BUMN RI Tahun 2022 serta rencana aksi pembinaan BUMN Tahun 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan kalau transisi energi bukan jadi satu beban bagi perusahaan pelat merah. Tapi jadi satu peluang untuk meningkatkan ekonomi kedepannya.

Erick menyebut, komitmen jadi akan menjadi contoh bagi masyarakat. Harapannya, sejumlah BUMN bisa turut andil berkontribusi dalam mengejar target nol emisi karbon di 2060 atau 32 persen emisi di 2030.

"Kami ingin BUMN bisa benar-benar menjalani prinsip ekonomi hijau dalam bertransformasi dan harus menjadi contoh baik bagi masyarakat. Saya menekankan BUMN tidak memaknai pengurangan emisi sebagai sebuah beban, namun sebagai peluang untuk melakukan transformasi ekonomi yang rendah karbon," kata Erick Thohir saat wawancara dengan Liputan6.com, ditulis Sabtu (10/12/2022).

Melalui proses transisi energi, dan meningkatkan bauran energi bersih, artinya turut berperan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. Erick berharap, hal ini juga bisa dirasakan kedepannya.

"Kita meyakini transformasi ekonomi hijau akan menciptakan manfaat ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat, mulai udara yang jaug lebih bersih dan berkurangnya ancaman bencana hidrometeorologi akibat terjadinya perubahan iklim," paparnya.

Pada konteks upaya dikarbonisasi, Erick pun mendorong sejumlah perjanjian antar-BUMN. Misalnya yang terjadi dalam State-Owned Enterprises (SOE) International Conference di Bali beberapa waktu lalu.

"Pada acara SEO International Conference di Nusa Dua, Bali, 18 Oktober lalu, kita juga sama-sama menyaksikan penandatangan Letter of Intent Pelaksanaan Pilot Voluntary Carbon Market (VCM) antara Holding Jasa Survei dengan tujuh BUMN seperti PT Indonesia Asahan Aluminium, Perum Perhutani, PLN, PTPN, Pertamina, Pupuk Indonesia, dan Semen Indonesia," tuturnya.

"Saya sangat mengapresiasi insiatif yang dilakukan antar BUMN seperti ini, atau menjalin kerja sama dengan pihak luar. Tujuannya sama, mendukung transisi energi ini dapat berjalan optimal," tegas Menteri BUMN.

 


Bukan Wacana

Menteri BUMN RI Erick Thohir berbincang dengan Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo (kanan) mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di gedung Parlemen, Jakarta, Senin (5/12/2022). Rapat kerja membahas evaluasi pelayanan dan pencapain kinerja Kementerian BUMN RI Tahun 2022 serta rencana aksi pembinaan BUMN Tahun 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lagi-lagi Erick menyebut kalau upaya ini bukan langkah wacana semata. Tapi sudah jadi rencana aksi konkret yang dimulai dari BUMN.

Sebut saja, perintah Erick Thohir ke semua BUMN untuk ikut menggunakan kendaraan listrik untuk keperluan dinas. Menyusul adanya perintah Presiden Joko Widodo yang menginginkan kendaraan dinas pemerintah pusat dan daerah menggunakan kendaraan listrik.

"Ini bukan wacana atau omong-omong saja, tapi sudah konkret. Saya telah menerbitkan surat Nomor S-565/MBU/09/2022 pada 12 September 2022 tentang dukungan percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan," ujarnya.

"Selain itu, kita juga telah memiliki PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) yang menjadi road map dalam upaya pengembangan baterai kendaraan listrik oleh MIND ID, Antam, PLN, dan Pertamina," pungkas Erick.

 


Roadmap Transisi Energi

PT PLN (Persero) telah menyalurkan 511.892 megawatt hour (MWh) listrik hijau melalui layanan sertifikat energi baru terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) kepada lebih dari 160 pelanggan bisnis dan industri hingga Juni 2022. (Dok. PLN)

Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan transisi energi dari energi berbasis fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) akan dilakukan dengan cara Indonesia, dan melihat kondisi yang ada di Indonesia. Transisi energi ini tidak akan menggunakan pola pikir negara lain, karena kondisi lapangan di Indonesia sangat berbeda.

"Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi," kata Erick di Jakarta, Senin (5/12/2022).

Erick mengatakan, dia pernah menyampaikan hal ini saat Rapat Dengar Pendapat di DPR RI, Jakarta, pada akhir November 2022 lalu. Di sana dia memaparkan bahwa transisi menuju EBT harus dilakukan dengan cara Indonesia. Karena 75 persen wilayah Indonesia adalah laut, dan merupakan kepulauan.

"Kita harus memetakan soal EBT ini, karena kita beda dengan Amerika, Eropa, dan China yang berbentuk satu pulau. Kita kepulauan, 75 persen laut. Sehingga kunci logistik adalah penting," ujarnya.

Menurut Erick, berbagai upaya terus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses transisi energi menuju EBT. Salah satu yang mengemuka adalah program Pensiun Dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Yang kita inginkan dalam mengkonsolidasikan kelistrikan ini, kita tidak mau mengikuti pola pikir negara-negara lain," tegas Erick.

 


Listrik Mahal

PT Pertamina (Persero) memastikan terus melanjutkan berbagai proyek demi pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) atau energi hijau.

Menurut Erick, transisi menuju EBT di Indonesia tidak dapat disamakan dengan negara lain, karena perlu dilihat harga jualnya hingga ke masyarakat. Jika terlalu mahal, maka rakyat yang akan menanggungnya.

"Kalau di luar negeri itu, bayar listrik dan BBM lebih mahal, (tidak masalah) asal green (berbasis EBT), (masyarakatnya) tetap beli. Nah kalau di Indonesia itu belum siap. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan masih terasa. Itu yang harus kita perhatikan," tuturnya.

Demikian juga dengan industri dalam negeri. Erick mengatakan, pelaku usaha juga akan menjadi tidak kompetitif jika dibebani harga listrik yang mahal. Banyak negara ingin dunia usaha Indonesia itu tidak kompetitif.

"Itulah makanya pemerintah mengambil posisi tahun 2060 (untuk target Net Zero Carbon), bukan 2050. Kementerian BUMN juga mengambil posisi, kita lakukan kesepakatan tetapi tidak menyebabkan (pelaku usaha) mati besok. Kalau besok mematikan, industri kita collapse," ungkap Erick.

Erick menyebutkan bahwa cetak biru penghentian dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas total 15 Giga Watt (GW) terus dilakukan secara bertahap. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi pengembangan EBT, seperti panas bumi yang berpotensi menghasilkan energi sebesar 24 GW. Itu belum termasuk potensi pengembangan EBT dari tenaga angin, air, hingga matahari.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya