Liputan6.com, Jakarta Usai pemerintah bersama DPR menyepakati Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang, banyak menuai pro dan kontra.
Ketua BEM Universitas Diponogoro (UNDIP) Ichwan Bujang menilai RKUHP ini membuat tak leluasa mengkritik pemerintah.
Baca Juga
Advertisement
"Dalam UU KUHP yang baru kan kita tidak bisa leluasa mengkritik pemerintah, karena ada pasal yang bisa mengkriminalisasi bagi yang mengkritik dan menghina pemerintah," ujar Ichwan, Sabtu (10/12/2022) dalam keterangan tertulisnya.
Di sisi lain, dia juga mengecam adanya narasi untuk memikirkan ulang penyelenggaran Pemilu 2024, yang sempat dilontarkan kembali oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, seolah kembali mewacanakan menunda Pemilu.
"Kami BEM SI mengecam dengan keras pernyataan wacana tersebut kembali muncul dari pejabat yang katanya Wakil Rakyat, nyata nya mewakili kepentingan elit politik tertentu," kata Ichwan.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR, Lodewijk Freidrich Paulus, mengatakan, sebelum disahkan menjadi undang-undang, sosialisasi RKUHP sudah berjalan cukup panjang. Tetapi untuk membuat keputusan yang memuaskan banyak orang dengan berbagai macam kepentingan tentu sulit.
Biarlah ini berjalan. Akan ada sosialisasi lanjutan dan ada proses hukum. Kalau mereka merasa keberatan dan dirugikan dengan diberkakukan Undang-Undang ini, ada proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Lodewijk usai rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (6/12/2022).
Bawa ke MK
Menurut Lodewijk, DPR akan mengikuti apapun keputusan MK. Beberapa undang-undang yang DPR dan pemerintah sepakati harus direvisi, kalau itu memang perintah MK. Lodewijk berharap, masyarakat bisa memanfaatkan jalur hukum.
"Tapi itu (unjuk rasa) hak teman-teman untuk menyampaikan pendapat. DPR menghargai masyarakat dalam menyampaikan aspirasi. Selama tidak melanggar aturan, kan tidak ada masalah," ujar dia.
Advertisement