Tahukah Kamu Berapa Berat Awan?

Tahukah kamu, awan yang tampak lembut dan ringan itu, ternyata lebih berat daripada yang terlihat.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 11 Des 2022, 17:00 WIB
Ilustrasi Awan (Gambar oleh Dimitris Vetsikas dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Ketika bepergian menggunakan pesawat terbang, Anda mungkin melihat pilar-pilar putih dan abu-abu terlihat lembut dan menyelimuti pesawat. Tetapi, jangan tertipu. Awan yang tampak lembut dan ringan itu, ternyata lebih berat daripada yang terlihat. 

Jadi, berapa berat awan dan bagaimana caranya menimbang awan? Bisakah?

Awan sebagian besar terdiri dari udara dan jutaan tetesan air kecil yang terbentuk ketika air mengembun di sekitar partikel benih.

Partikel benih dapat berupa apa saja, mulai dari asam nitrat hingga uap yang dilepaskan oleh pohon walaupun umumnya sangat kecil. 

Ada beberapa cara untuk mengukur berat awan. Salah satunya dengan menimbang uap air penyusunnya.

"Anda perlu mengetahui sesuatu tentang dimensi awan untuk menimbangnya. Anda juga harus tahu seberapa padat tetesan air tersebut," kata seorang ahli hidrologi di University of Arizona Armin Sorooshian mengutip Live Science, Minggu (11/12/2022). 

Beberapa tahun yang lalu, seorang ilmuwan Atmosfer Nasional di Boulder, Colorado, Margaret LeMone pernah melakukan perhitungan tentang awan. Ia mengukur ukuran bayangan awan dan memperkirakan tingginya dengan mengasumsikan bentuknya sebagai kubik. 

Awan biasanya tidak berbentuk kubus, tetapi awan kumulus lebarnya seringkali sama dengan tingginya. Jadi, asumsi tersebut dapat memperkirakan perhitungan volume.

Kemudian, berdasarkan penelitian sebelumnya, dia memperkirakan kepadatan tetesan air sekitar ½ gram per meter kubik. 

"Saya mendapatkan sekitar 550 ton air," kata LeMone. 

"Itu kira-kira seberat 100 ekor gajah yang tergantung di atas kepala Anda. Ini benar-benar mengesankan," kata Soroohsian.

Tentu saja, berbagai jenis awan memiliki bobot yang berbeda.

"Misalnya awan cirrus jauh lebih ringan, karena mereka memiliki air yang jauh lebih sedikit per satuan volume," kata LeMone kepada Live Science.

Sedangkan awan cumulonimbus cenderung jauh lebih berat. 

“Namun, seluruh volume awan bukan hanya tetesan, ada udara juga. Jika seseorang ingin membuat perhitungan lebih mendalam dari LeMone, mereka bisa memperhitungkan berat udara di antara setiap tetesan," kata Sorooshian.


Awan Tidak Jatuh

Ilustrasi langit, awan. (Sumber: Pixabay)

Lalu, jika awan seberat itu, mengapa awan tidak jatuh ke bawah?

"Dalam hal tersebut, awan tetesannya sangat kecil. Sehingga tidak jatuh dengan cepat," kata LeMone.

Rata-rata tetesan air di awan kira-kira 1 juta kali lebih kecil dari tetesan hujan. Arus angin di ketinggian meniup tetesan-tetesan kecil tersebut dan menjaganya tetap berada di udara lebih lama daripada jika mereka statis.

Konveksi panas juga membantu menjaga tetesan air tetap di atas. "Awan sebenarnya kurang padat daripada udara langsung di bawahnya," kata Sorooshian. 

Saat udara hangat (dan air hangat) naik, ia menjadi lebih apung daripada udara dingin (dan air dingin) di bawahnya, seperti lapisan busa di atas latte. 

Tentu saja, awan dapat dikatakan "jatuh" dalam bentuk hujan. Ketika tetesan awan mendingin dan mengembun satu sama lain, mereka bertambah banyak, akhirnya menjadi begitu berat sehingga jatuh ke Bumi. 

Menurut Pusat Penelitian Atmosfer Universitas, meskipun tetesan hujan jauh lebih besar dari tetesan awan, setiap tetesan hujan hanya berdiameter 0,08 inci (2 milimeter).

Tetesan-tetesan kecil itu cukup menyebarkan beratnya sehingga 550 ton air tidak jatuh ke kepala Anda sekaligus. 


Fenomena Unik Awan Pelangi di Langit Jepang

foto: Weather News Japan

Awan juga terkadang menampilkan beberapa fenomena unik yang bisa kita nikmati. Slh satunya yang terjadi di Jepang baru-baru ini. 

Pemandangan unik dan jarang terjadi terlihat di langit Tokyo, Jepang beberapa saat lalu.

Dikutip dari OddityCentral, lalu terlihat awan warna-warni atau awan pelangi di langit Tokyo.

Berbeda dengan awan pada umumnya yang berwarna putih bersih, awan tersebut malah nampak layaknya sebuah pelangi yang memiliki beragam warna.

Foto-foto ‘awan pelangi’ tersebut menjadi perbincangan warga di sana usai diunggah oleh laman Weather News Japan.

Rupanya fenomena awan langka ini disebut dengan Circumhorizontal Arc atau dikenal juga dengan sebutan ‘fire rainbow’ karena terkadang terlihat seperti warna-warni yang menyala di langit.

Fenomena ini terjadi ketika matahari melewati awan cirrus dengan lebih banyak “kristal es” di langit atas, ia menghasilkan 58 derajat setelah pembiasan. Sehingga awan-awan itu akan nampak seperti pelangi yang terbakar di langit.

Menariknya, fenomena ini terbilang umum terjadi di beberapa negara dunia seperti Amerika Serikat, di mana fenomena ini dapat terlihat beberapa kali setiap musim panas. Namun fenomena ini sangat jarang terjadi di tempat lain, seperti di Eropa utara.


Penampakan Sayap dan Hati Muncul di Langit Australia, Malaikat?

Awan Berbentuk Sayap dan Hati Terlihat di Langit Australia (ABC Helen Young)

Formasi awan yang tak lazim telah menghiasi langit Queensland tengah. Bentuk hati dan sayap malaikat berbingkai lubang yang mengelilingi formasi itu terlihat jelas di langit negara bagian ini. Fenomena itu terjadi pada Selasa 10 Oktober 2017.

Penampakan tersebut ternyata celah sirkular atau eliptis, yang dipicu oleh butiran air beku yang berada di atmosfer tinggi.

Kontributor ABC Open dan penulis Helen Young melihat formasi awan ini ketika berlayar mengelilingi kepulauan Keppel, di wilayah Rockhampton timur, lepas pantai Queensland.

"Mungkin itu akibat dari pesawat yang lepas landas dari Rockhampton, menuju utara dan melewati lapisan awan," ujarnya seperti dikutip dari AustraliaPlus.

"Saya lebih suka berpikir bahwa kami mendapat kunjungan dari seorang malaikat," kata Helen.

Harry Clark dari Biro Meteorologi setempat mengatakan, celah sirkular atau eliptis seperti itu terjadi ketika kristal es mulai terbentuk di awan yang terbuat dari butiran air yang sangat dingin -- air yang tetap cair meski berada di bawah titik beku.

"Itu adalah fenomena yang sangat menakjubkan, tak terlalu langka tapi benar-benar luar biasa saat anda menyaksikannya," jelas Clark.

"Ketika kristal air itu mulai membeku, mereka mulai terjatuh, dan kumpulan yang tipis itulah yang muncul. Saat membeku, perlahan-lahan merusak awan induk, meninggalkan celah itu," sambungnya.

Jadi, kata dia, apa yang Anda lihat adalah sebuah awan yang hampir memakan dirinya sendiri ketika ia berubah menjadi kristal es.

Clark juga sepakat dengan Helen bahwa pesawat adalah penyebab umum dari celah sirkular atau eliptis itu.

Infografis Rentetan Awan Panas dan Lava Pijar Gunung Merapi. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya