Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono bakal dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Andika Perkasa yang memasuki masa pensiun pada akhir Desember ini.
Seiring dengan proses pergantian Panglima TNI itu, muncul pertanyaan soal siapa sosok yang bakal mengisi jabatan KSAL menggantikan Laksamana Yudo Margono?
Advertisement
Merujuk UU TNI, Kepala Staf Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima. Kepala Staf diangkat dari perwira tinggi aktif dari angkatan yang bersangkutan dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier. Perwira yang ditunjuk akan dinaikkan pangkatnya menjadi bintang empat atau Laksamana.
Mengacu pada aturan tersebut, sejumlah nama perwira tinggi Angkatan Laut mulai digadang-gadang berpeluang mengisi jabatan KSAL, salah satunya Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Amarulla Octavian.
Dilansir dari berbagai sumber, Laksdya Octavian merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1988. Setelah lulus dari AAL, dia bertugas di banyak kapal-kapal kombatan TNI AL.
Setidaknya ada lima kapal perang Republik Indonesia (KRI) yang pernah dikomandani Octavian, yakni KRI Ki Hajar Dewantara-364, KRI Abdul Halim Perdanakusuma-355, KRI Slamet Riyadi-352, KRI Tjiptadi-881, dan KRI Karel Satsuitubun-356. Dia juga pernah menjadi Komandan Satuan Kapal Cepat Komando Armada Timur.
Beberapa jabatan juga pernah diemban Octavian, di antaranya Dansatkat Koarmatim (2007-2008), Dirjianopstra Seskoal (2008-2009), Ajudan Presiden RI (2009-2012), Kasguspurlabar (2012-2013), Danguspurlabar (2013-2014) Kaskoarmabar (2014-2016), Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan Unhan (2016-2018), dan Danseskoal (2018-2020).
Selain kiprahnya di militer, pria kelahiran Surabaya 24 Oktober 1965 itu ternyata memiliki riwayat panjang di dunia akademik.
Laksdya Octavian merupakan peraih gelar Doktor dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia tahun 2013. Dua gelar Master (S2) diraihnya di Prancis, yakni di bidang geopolitik dan industri pertahanan, serta S2 untuk ilmu perang.
Sederet penghargaan juga diperoleh Laksdya Octavian di bidang militer maupun akademisi. Teranyar, dia dianugerahi Bintang Kehormatan de Commandeur dans l’Ordre National du Mérite dari pemerintah Prancis.
Melihat latarbelakang pendidikan dan rekam jejaknya di TNI AL serta berbagai penghargaan yang diperoleh, memang tidak bisa dipungkiri jika banyak pihak menilai Laksdya Octavian sebagai figur yang tepat menggantikan Laksamana Yudo sebagai KSAL.
Peneliti militer dan intelijen Ridlwan Habib menilai bahwa ada tiga syarat yang harus dimiliki calon KSAL pengganti Laksamana Yudo.
Pertama, calon KSAL pengganti Laksamana Yudo haruslah figur yang paham tentang dinamika geopolitik di kawasan sekitar Indonesia.
Kedua, calon KSAL yang baru juga musti menguasai dan paham peta persenjataan maritim terbaru. Termasuk mengetahui secara detail perlombaan senjata di antara negara negara besar terutama sekitar Indonesia.
"KSAL yang cerdas sangat dibutuhkan agar maritim kita semakin aman dan berwibawa di mata negara lain," kata Ridlwan kepada wartawan, dikutip Minggu (11/12/2022).
Syarat ketiga adalah pemahaman bahasa asing dan keahlian diplomasi internasional.
"KSAL baru nanti akan menjadi duta utama diplomasi laut kita di pergaulan internasional, karena itu pemahaman bahasa asing wajib, lebih utama lagi jika memahami bahasa selain Inggris," ujar Ridlwan.
Tiga syarat utama itu, menurut Ridlwan, ada pada figur Laksdya TNI Amarulla Octavian. "Secara kepangkatan juga masuk karena beliau bintang tiga," ucap dia.
Dinilai Membawa Perubahan
Alumni S2 Kajian Intelijen Universitas Indonesia (UI) itu menilai Laksdya Octavian bisa membawa perubahan baik terutama dalam pengembangan kurikulum pendidikan TNI Angkatan Laut.
"Ini juga sejalan dengan visi Panglima TNI Laksamana Yudo yakni perbaikan kualitas SDM prajurit TNI, termasuk kualitas SDM Angkatan Laut," terangnya.
Apalagi, lanjut Ridlwan, saat ini banyak persoalan kemaritiman yang harus dijawab KSAL yang baru. Di antaranya, di Laut Natuna Utara, Indonesia meskipun berstatus netral, tapi jelas berhadapan dengan kekuatan Cina. Kapal-kapal ikan Vietnam sudah seringkali melanggar perbatasan ZEE Indonesia. Semuanya jelas persoalan geopolitik maritim.
“Apalagi Presiden Jokowi sudah mencanangkan Poros Maritim Dunia. Maka KSAL sudah harus paham geopolitik maritim. Untuk bisa menyelesaikan persoalan geopolitik maritim, maka perlu kita cermati siapa calon KSAL yang memiliki kemampuan geopolitik maritim," ungkapnya.
"Dari sekian banyak pilihan yang ada, Laksdya TNI Amarulla Octavian dikenal memiliki kemampuan geopolitik maritime,” tandas Ridlwan.
Bahkan, sebutnya, pendidikan master Laksdya Octavian di Prancis juga tentang geostrategi dan geopolitik. Selain itu, Octavian juga menempuh pendidikan di Amerika Serikat, Belanda, dan Australia.
Mengenyam pendidikan di luar negeri, ungkap Ridlwan, tentu Laksdya Octavian memiliki kemampuan bahasa internasional yang cukup baik dan itu memiliki credit point tersendiri.
Lanjut Ridlwan, dengan kemampuan bahasa internasional dan pengetahuan tentang geopolitik maritim yang dimiliki Laksdya Octavian merupakan modal dasar untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dirasakan saat ini.
”Kemampuannya berdiplomasi juga tampak dari penampilan sebagai keynote speaker atau invited speaker di konferensi-konferensi internasional, dan banyak forum ilmiah lainnya. Selain menjadi pembicara, Laksdya TNI Amarulla Octavian juga mengajar mata kuliah geopolitik maritim di Unhan,” terangnya.
Dari tahun ke tahun, sebagai seorang profesor, Laksdya Octavian juga banyak membimbing tesis mahasiswa S2 dan disertasi mahasiswa S3 yang meneliti tentang geopolitik maritim.
Yang lebih mengagumkan adalah dua buku yang ditulisnya tentang geopolitik maritim berjudul 'Indonesian Navy, Global Maritime Fulcrum and ASEAN' dan 'Indonesian Maritime Geopolitics in The Indo-Pacific Region' mendapat apresiasi banyak akademisi.
”Tidak saja menulis buku, maka pengetahuannya tentang geopolitik maritim juga disampaikan secara berani di salah satu media nasional menentang gagasan AUKUS. Kita butuh KSAL yang menguasai geopolitik maritim sekaligus berani menyampaikannya sesuai kepentingan nasional Indonesia,” pungkas Ridlwan.
Advertisement