Cegah Penurunan Wisman karena KUHP Baru, Menparekraf Kirim Tim Khusus ke Australia

Menparekraf Sandiaga Uno menyatakan belum ada penurunan jumlah kunjungan wisman sejak KUHP disahkan DPR pada Selasa, 6 Desember 2022.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 11 Des 2022, 17:30 WIB
Ilustrasi wisatawan mancanegara di Indonesia. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menerjunkan tim khusus ke sejumlah negara yang menjadi pasar utama wisatawan mancanegara (wisman). Mereka ditugasi untuk berpromosi dan edukasi sekaligus berkomunikasi dan sosialisasi kepada wisatawan dan pelaku industri pariwisata di luar negeri agar tidak ragu datang berwisata dan berinvestasi di Indonesia.

Langkah itu diambil terkait pengesahan KUHP beberapa waktu lalu. Salah satu pasal yang menjadi perhatian lebih calon wisman adalah pasal perzinaan.

"Kami langsung bergerak, kami mengantisipasi. Tim kami sekarang sudah berada di Sydney, Australia, salah satunya untuk memastikan dan menjamin kepada wisatawan bahwa mereka aman, nyaman, dan menyenangkan dalam berkegiatan wisata di Indonesia," kata Sandiaga, usai acara bedah buku "1.500 Inspirasi: Jelajah Perjalanan Sandiaga Uno" di LK Hotel Pemuda, Semarang, Sabtu malam, 10 Desember 2022.

Selain itu, Menparekraf juga mengantisipasi penurunan kunjungan wisman dengan memantau kedatangan wisatawan di bandara yang menjadi pintu masuk utama wisman, yakni Jakarta dan Bali. Sandiaga mengklaim sampai Jumat, 9 Desember 2022, belum ada pembatalan yang menyebabkan penurunan kedatangan wisman.

"Kami terus melakukan sosialisasi secara masif kepada para calon wisatawan yang akan berkunjung, menyatakan Indonesia karpet merah dalam arti terbuka. Kami sangat menghargai tamu dan kami menerima tamu," ujar dia.

Sosialisasi juga dilakukan secara intensif kepada pelaku industri pariwisata tanah air dan pemangku kepentingan lain, seperti aparat hukum. Poin utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa Indonesia aman, bukan hanya dari kunjungan wisatawan, tapi juga segi investasi.

"Karena semakin banyak wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia, ekonomi kita semakin baik dan lapangan kerja semakin terbuka," ujarnya.


Target Kunjungan

Ilustrasi wisatawan mancanegara di Indonesia. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Sebelumnya, Menparekraf menyatakan bahwa jumlah kunjungan wisman ke Indonesia hingga Oktober 2022 sudah menembus 3,92 juta kunjungan dan diproyeksi mencapai 5,2 juta wisman hingga akhir 2022. Angka tersebut melebihi target kunjungan wisman ke Tanah Air yang diprediksi antara 1,8 juta hingga 3,6 juta kunjungan.

Selain itu, tingkat hunian kamar hotel juga berhasil mencapai angka di atas 50 persen. Ia mengklaim, capaian itu sebagai wujud tingkat kepercayaan wisman terhadap pariwisata Indonesia yang semakin baik.

Sandi optimistis, jika momentum tersebut bisa dimaksimalkan, bukan hanya target kunjungan wisman tahun ini yang melampaui target, tapi juga target kunjungan wisman tahun depan bisa tercapai. Pemerintah menargetkan kunjungan wisman 2023 antara 3,6 juta--7,2 juta kunjungan.

"Kami yakin kalau pun ada ancaman resesi, kita akan mampu untuk menghadapinya," ujar Sandiaga.

Sejauh ini, turis asal Malaysia menjadi negara penyumbang kunjungan wisman terbanyak ke Indonesia, disusul dengan Australia. Selanjutnya, Singapura di nomor 3, Timor Leste di nomor 4, dan India di peringkat ke-5.


Bunyi Pasal Perzinaan

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat rapat paripurna DPR dalam pengesahan UU KUHP (instagram: yasonna.laoly).

Pasal perzinaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tercantum dalam pasal 411 dan pasal 412, seperti dikutip dari laman peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html. KUHP itu baru akan berlaku tiga tahun setelah disahkan DPR dalam rapat paripurna pada Selasa, 6 Desember 2022.

Pasal 411 ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II."

"(2) Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan penuntutan, kecuali atas pengaduan: a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. b. Orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan," begitu penggalan ayat duanya.

Ayat tiga pasal itu menyatakan, "Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30." Terakhir, ayat empatnya berbunyi, "Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai."

 


Larangan Kumpul Kebo

Banner Infografis UU KUHP Baru Tuai Kritik Keras. (Liputan6.com/Trieyasni)

Sementara, pasal 412 yang mengatur tentang kumpul kebo, pasal satunya berbunyi, "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."

"(2) Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan penuntutan, kecuali atas pengaduan: a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan," sambung ayat dua pasal tersebut.

"(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30," ayat ketiga pasal tersebut berbunyi, sementara ayat empatnya menyatakan, "(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai."

Terkait bunyi pasal tersebut, Menparekraf berpendapat tidak ada perubahan substantif terkait pasal tersebut dibandingkan pasal 284 KUHP lama. Perbedaannya aturan hanya terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu dan ancaman hukuman baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.

KUHP ini mengatur pihak yang dapat mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Sedangkan, bagi orang yang tidak terikat perkawinan adalah orangtua atau anaknya. Tanpa adanya pengaduan oleh orang yang sah secara hukum, tidak ada pihak yang berhak melakukan tindakan hukum.

Infografis UU KUHP Baru Tuai Kritik Keras. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya