Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan pemimpin global di bidang teknologi sekuensing DNA dan berbasis array, Illumina Inc, dan perusahaan genomik inovatif, GenoScreen, menjalin kemitraan guna mempercepat kemajuan dalam mengakhiri epidemi Tuberkulosis (TB) di seluruh dunia.
Chief Medical Officer of Illumina, Phil Febbo, mengatakan, kemitraan ini akan meningkatkan kapasitas negara-negara yang paling terkena dampak TB untuk lebih efektif dalam mendeteksi dan memerangi Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO).
Advertisement
Kerjasama ini akan memungkinkan akses global ke paket yang menggabungkan sekuensing Illumina dan uji GenoScreen Deeplex® Myc-TB, yakni uji berbasis next-generation sequencing (NGS) yang ditargetkan untuk mendeteksi resistensi obat secara cepat dan ekstensif, untuk segera menginformasikan keputusan pengobatan.
Organisasi Kesehatan Dunia pada 2014 mencanangkan strategi End TB pada 2035. Dijelaskan Phil, strategi tersebut meliputi upaya untuk menurunkan angka TB, menurunkan kematian terkait TB, dan mengurangi dampak keuangan bagi pasien TB dan keluarganya.
"Pengurutan genom memiliki potensi untuk memengaruhi semua upaya ini dengan secara akurat dan cepat mendeteksi profil genom resistensi obat organisme," katanya.
"Pengurutan genom juga memiliki kemampuan untuk melacak penyebaran penyakit melalui epidemiologi genom serta mendeteksi mekanisme resistensi baru," ujar Phil dalam sebuah wawancara bersama Liputan6.com belum lama ini
Melalui kemitraan ini, lanjut Phil, diharapkan dapat membantu negara-negara berpenghasilan rendah guna menghadapi ancaman TB yang meluas dan berupaya menghilangkannya.
TB, Penyakit Menular Paling Mematikan
Menurut WHO, TB merupakan salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia yang telah merenggut lebih dari 1,5 juta jiwa setiap tahun. Meski TB dapat disembuhkan bila diobati dengan tepat, TBRO masuk dalam kategori keadaan darurat kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Pada 2019, diperkirakan 465 ribu orang mengidap TB dengan resistensi terhadap rifampisin (RR) atau multidrug-resistant (MDR), tapi hanya 40 persen dari kasus ini yang terdeteksi dan terdaftar dalam pengobatan TBRO.
Akibat pandemi COVID-19 pada 2020, kematian akibat TB meningkat untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir.
"Pandemi COVID-19 telah mengakibatkan peningkatan kapasitas NGS di seluruh dunia, sehingga institusi saat ini memiliki platform yang diperlukan untuk mendukung pengujian resistensi obat TB dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan tuberkulosis, penyakit menular yang paling mematikan sebelum COVID," katanya.
Advertisement
Standar Emas Diagnosis TB
Lebih lanjut Phil, menjelaskan, standar emas untuk mendiagnosis TB saat ini adalah Tes Kerentanan Obat fenotipik (PDST) yang membutuhkan biakan dan dapat memakan waktu hingga delapan minggu untuk menyelesaikannya, karena Mycobacterium tuberculosis --- patogen penyebab Tuberkulosis ---- tumbuh cukup lambat.
"Karena organisme itu hidup, itu juga meningkatkan kemungkinan paparan karyawan laboratorium," katanya. Sehingga, metode molekuler mengurangi risiko pajanan laboratorium dengan menonaktifkan patogen terlebih dahulu.
Salah satu metode molekuler yang sangat diadaptasi adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) real-time. Meski metode ini lebih cepat, kemampuan pengujiannya terbatas untuk mendeteksi hanya Kompleks Mycobacterium tuberculosis (MTC) dan 1 atau 2 mekanisme resistensi obat.
"Line Probe Assays (LPA) dapat mendeteksi lebih banyak mekanisme resistensi tetapi dapat memakan waktu," ujarnya.
Pengurutan Genom menggunakan teknologi Next Generation Sequencing (NGS) memiliki fungsi ganda untuk melakukan pengurutan genom yang ditargetkan dan keseluruhan.
Pengurutan yang ditargetkan dapat dilakukan langsung dari spesimen untuk deteksi MTBC, mekanisme resistensi obat MTBC yang ditentukan, serta 100 Mycobacterium non-TB.
"Pengurutan seluruh genom terutama dilakukan dari kultur untuk menginformasikan penyelidikan kesehatan masyarakat tentang penularan dan evaluasi mekanisme resistensi obat yang ada dan yang baru," ujarnya.
"Pengurutan Genom adalah metode yang fleksibel dan komprehensif untuk membantu upaya WHO mengendalikan TB," dia menambahkan.
Uji Myc-TB Deeplex
Uji Myc-TB Deeplex, dikembangkan dan diproduksi oleh GenoScreen sejak 2019, menggunakan pendekatan kultur bebas untuk mengidentifikasi mikobakteri TB di lebih dari 100 spesies mikobakteri nonTB, dan untuk memprediksi resistensi terhadap 15 antibiotik, dalam 24 hingga 48 jam secara langsung dari sampel pernapasan primer.
Aplikasi web Deeplex untuk analisis otomatis dari data sekuensing memungkinkan dokter untuk dengan mudah menafsirkan hasil dan menentukan perawatan yangdipersonalisasi dengan baik.
"Perangkat Myc-TB Deeplex adalah tes molekuler komersial paling komprehensif untuk mendeteksi resistensi obat anti-TB yang tersedia hingga saat ini," kata Research Director pada the French National Centre for Scientific Research, Philip Supply.
"Kami terus memperbarui teknologi untuk mendeteksi resistensi yang muncul terhadap obat anti-TB terbaru," dia menambahkan.
Pelaksanaan pengujian NGS juga akan menguntungkan program TB nasional di seluruh dunia dengan menyediakan data-data surveilans yang penting tentang resistensi terhadap obat anti-TB yang berbeda --- informasi penting bagi negara-negara dengan beban tinggi untuk mengerahkan strategi pengendalian TB.
Advertisement