Liputan6.com, Jakarta - Di tengah potensi resesi global pada 2023, perusahaan diprediksi masih akan menggalang dana melalui pasar modal dengan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna menuturkan, Indonesia telah mengalami masa-masa sulit akibat krisis ekonomi global yang terjadi pada 1998, 2008, dan pandemi COVID-19. Saat terjadi krisis ekonomi tersebut, Nyoman menambahkan, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah serta indikator pasar modal juga turut terdampak.
Advertisement
“Berdasarkan catatan kami, pada saat terjadinya krisis ekonomi, masih memberikan ruang bagi perusahaan yang akan melakukan pendanaan di pasar modal,” ujar dia kepada wartawan seperti dikutip, Minggu (11/12/2022).
Nyoman menjelaskan, pada 1997, penggalangan dana melalui penerbitan saham masih relatif baik, yaitu berjumlah 30 perusahaan dengan total dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp3,5 triliun. Selanjutnya 1998, jumlahnya menjadi 6 perusahaan atau turun tajam sekitar 80 persen.
Nyoman menceritakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika itu minus 13,13 persen. Hal tersebut merupakan imbas dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Secara perlahan pada 1999 mulai bertambah menjadi 9 perusahaan dan tahun-tahun berikutnya mengalami peningkatan seiring dengan pemulihan ekonomi.
Pada 2008 saat terjadinya krisis subprime mortgage, pasar modal mengalami tekanan yang berat, khususnya di Amerika Serikat dan berimbas pada negara-negara di dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 masih relatif baik yaitu sekitar 6 persen.
“Jumlah perusahaan yang menerbitkan saham mencapai 18 perusahaan dengan total dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp24 triliun. Tahun 2009 mulai terimbas menjadi 13 perusahaan atau turun 28 persen, namun pada tahun-tahun berikutnya mulai meningkat kembali,” kata dia.
2023, Tahun Penuh Tantangan
Nyoman mengatakan, pada 2023 diperkirakan menjadi tahun yang penuh tantangan. Berdasarkan siaran pers Bank Indonesia 17 November 2022, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diperkirakan menurun dari 2022, dengan risiko koreksi yang dapat lebih rendah dan resesi yang tinggi pada beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa.
Sedangkan pada kinerja ekonomi Indonesia, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2022 tetap bisa ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia 4,5 persen- 5,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diperkirakan tetap tinggi didorong oleh permintaan domestik serta kinerja ekspor yang tetap positif di tengah risiko lebih dalamnya perlambatan perekonomian global.
"Kami menyambut baik perusahaan-perusahaan yang akan melakukan IPO, termasuk perusahaan BUMN dan afiliasinya. Otoritas Jasa Keuangan bersama dengan Self-Regulatory Organization pasar modal Indonesia (BEI, KPEI, dan KSEI) senantiasa mendukung para pengusaha di Indonesia untuk dapat memanfaatkan pasar modal Indonesia sebagai sarana memperoleh pendanaan,” kata dia.
Advertisement
Keputusan IPO Pertimbangkan Berbagai Aspek
Nyoman menuturkan, keputusan IPO tentunya telah mempertimbangkan berbagai aspek. Timing yang tepat menjadi salah satu komponen penting dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan data yang ada, Indonesia telah mengalami berbagai krisis dan terakhir dialami saat terjadinya pandemic Covid-19 pada 2020. Pandemi Covid-19 telah melanda hampir seluruh wilayah di dunia dan telah meluluh lantakkan perekonomian negara-negara di dunia.
Berdasarkan data BPS, ekonomi Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen dibandingkan 2019. Pada kuartal III 2022 terhadap kuartal ketiga 2021, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5,72 persen.
Pada 2020, saat pendemi covid-19, perusahaan yang menerbitkan saham berjumlah 51 perusahaan dengan total perolehan dana sebesar Rp5,6 triliun. Pada 2021 meningkat menjadi 54 perusahaan atau naik 5,9 persen.
“Sedangkan pada 2022 ini, sampai dengan 9 Desember 2022 perusahaan yang menerbitkan dan mencatatkan saham di BEI telah mencapai 107 persen dibandingkan tahun 2021, yaitu dari 54 perusahaan menjadi 58 perusahaan. Pada sistem e-IPO juga masih terdapat 1 perusahaan yang sedang dalam proses penawaran umum.
IPO Masih Marak
Berdasarkan data KSEI, ditinjau dari jumlah investor di pasar modal pada 2020 jumlahnya naik 56,2 persen dibandingkan 2019, dan pada 2021 naik tajam 92,9 persen. Pada November 2022, jumlah investor pasar modal telah menembus angka 10,2 juta investor atau naik 35,4 persen dibandingkan 2021. Hal tersebut tentunya mengindikasikan kepercayaan investor dalam berinvestasi di pasar modal masih terjaga baik.
“Tahun 2023 dapat menjadi tahun yang penuh tantangan. Hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi para pelaku usaha untuk bertumbuh mengembangkan bisnis,” ujar Nyoman.
Ia menuturkan, prinsip kehati-hatian dan kewaspadaan tetap dilakukan untuk mengantisipasi kondisi yang ada. “Kita telah mengalami situasi yang sulit pada saat pandemic Covid-19 terjadi dan diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua,” ujar dia.
Head of Research, DBS Group Maynard Arif menuturkan, IPO masih tetap marak pada 2023. Hal ini seiring kenaikan suku bunga dan likuiditas mengetat sehingga IPO menjadi salah satu cara untuk memperoleh dana. “Kendalanya kalau appetite view investor terhadap perusahaan itu sendiri, prospeknya bagaimana. Lebih kepada investor apakah tertari, korporasi akan lebih tertarik tetap IPO,” tutur dia.
Advertisement