Liputan6.com, Jakarta The Fabelmans adalah mahakarya Steven Spielberg berikutnya. Baru nonton 15 menit, kita bisa merasakan bagaimana ia merasakan cinta pada pandangan pertama terhadap gambar bergerak.
Film The Fabelmans adalah semi-autobiografi, yang membahas bagaimana Steven Spielberg memulai perjalanannya dalam bersinema hingga menjadi maestro, karena karyanya tak pernah jelek.
Saat jatuh cinta, biasanya seseorang akan ingat tiap detailnya dalam hati dan pikiran. Bahkan, tertarik untuk mengulik sejumlah momen yang dirasa penting untuk digali lalu dimaknai lebih dalam.
Baca Juga
Resensi Film Triangle of Sadness: Granat Meledak di Kapal Pesiar, Nasib Penyintas Tergantung Petugas Kebersihan
Resensi Film Midnight in the Switchgrass: Bruce Willis Cuma Numpang Lewat, Aktor Emile Hirsch Kerja Keras
Resensi Film Medieval: Seorang Satria di Medan Perang, Sarat Intrik Politik Tingkat Tinggi Berkedok Ajaran Agama
Advertisement
Itulah yang dilakukan Steven Spielberg lewat The Fabelmans. Detail, terasa pakai hati, dan menyenangkan meski sebagian adegan dalam film ini sejatinya pahit. Berikut resensi film The Fabelmans.
Bergerak dari Tahun 1952
Cerita The Fabelmans bergerak dari tahun 1952, ketika Mitzi (Michelle Williams) dan Burt Fabelman (Paul Dano) tinggal di Haddon Township. Suatu hari, pasutri ini mengajak putra mereka, Samuel (Gabriel LaBelle) menonton The Greatest Show on Earth di bioskop.
Samuel syok saat menyaksikan adegan kereta api menabrak kendaraan. Kepikiran sampai berhari-hari, Burt lantas membelikan anaknya mainan kereta api. Samuel mereka ulang insiden tabrakan di layar lebar dan sejak itu ia tak bisa jauh dari film.
Mitzi yang punya kemampuan dasar main piano mendorong Samuel menekuni seni sebagai panggilan hati. Burt tak sepakat. Tahun demi tahun berganti. Samuel kini punya tiga adik perempuan yakni Reggie (Julia Butters), Natalie (Keeley Karsten), dan Lisa (Sophia Kopera).
Suatu hari keluarga ini bareng mitra bisnis Burt, Bennie (Seth Rogen), berlibur bersama. Samuel yang terampil memegang kamera diminta mengabadikan momen. Saat menjahit sejumlah rekaman di meja editing, ia syok mendapati kemesraan Mitzki dan Bennie. Hatinya hancur.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Sinema Itu Sendiri...
Berkarier sejak tahun 1959 lewat film pendek The Last Gun, Steven Spielberg bukan sekadar sutradara melainkan saksi bagaimana film dan perkembangan teknologi berjalan seiring.
Maka, kita melihat Steven Spielberg dalam diri Samuel fasih menggunakan kamera 8mm hingga membuat efek dramatis tembakan dengan melubangi pita seluloid. Mengingat, di dekade itu efek visual belum canggih. Ide ini brilian untuk Samuel yang masih amatir.
Pendekatan Paul Dano
Gabriel LaBelle yang baru dua kali membintangi layar lebar (The Predator dan Dead Shack) membawakan karakter Samuel dengan ciamik. Pendekatannnya pada peran ini membuat Samuel bagian dari jati diri penonton yang pernah muda dan melewati fase penuh gejolak.
Gabriel LaBelle mampu mengimbangi performa dua seniornya, Paul Dano dan Michelle Williams yang tampil prima. Paul Dano bikin pangling dan gesit menempatkan emosi-emosi Burt yang lebih banyak dipendam.
Pendekatan berbeda diperlihatkan Michelle Williams. Lebih ekspresif dan bisa meyakinkan penonton bahwa kesalahan Mitzi berikut keputusannya yang tidak populer tak harus dihakimi apalagi dimusuhi. Pendek kata, para bintang dalam The Fabelmans bersinar.
Advertisement
Kejelian Steven Spielberg
Lewat bangunan desain dekade 1950-an yang merentang menahun kemudian, The Fabelmans berhasil membawa penonton masuk ke sana lengkap dengan problematika keluarga, yang tak jauh berbeda dengan era Instagram.
Steven Spielberg dengan jeli merawat para tokoh dalam kisah “rumahan” ini hingga penonton merasa peduli pada setiap anggota keluarga Fabelman. Tak henti sampai di situ, pujian juga patut diberikan kepada pengarah sinematografi, Janusz Kaminski.
Sinematografer 2 Oscar
Dalam catatan Showbiz Liputan6.com, Janusz Kaminski 7 kali meraih nominasi Oscar, 6 di antaranya untuk film Steven Spielberg. Dari yang 6 ini, Janusz Kaminski membawa pulang 2 Piala Oscar untuk kinerjanya yang brilian di Schindler's List dan Saving Private Ryan.
Dalam The Fabelmans, ia memperlihatkan betapa gambar-gambar nyeni bisa didapat di momen keluarga dengan memanfaatkan nyala lampu mobil misalnya. Pada akhirnya, sinergi Janusz dan Steven tak hanya melahirkan mahakarya yang indah secara visual.
Benih-benih drama yang ditabur Steven Spielberg banyak dan rapat. Di bagian ini, Paul Dano, Michelle Williams dan Seth Rogen mengeksekusinya dengan baik. Namun sutradara tak lupa menyisipkan bumbu lawak agar wajah The Fabelmans tak terlalu muram.
Advertisement
Sebuah Surat Cinta
Dalam hal ini, kita perlu acungi jempol untuk chemistry Gabriel LaBelle dengan Chloe East yang memerankan Monica Sherwood. Adegan berdoa berdua di kamar adalah tanda mata berbungkus lelucon ala Pak Steven yang bisa dibawa pulang penonton.
Kita sering mendengar sutradara mengklaim karya mereka dengan mengoceh, “Film ini karya yang sangat personal buat saya.” Lewat The Fabelmans, Steven Spielberg menetapkan standar emas bagaimana karya personal semestinya dibuat.
Film ini surat cinta sutradara peraih 3 Piala Oscar yang ditujukan kepada gambar bergerak dengan Samuel (baca: bagian dari diri Steven) sebagai tokoh utama. Digarap dengan penuh selera dan ending selengekan (tapi benar banget sih!).
Lewat The Fabelmans, kita melihat sang maestro begitu konsisten melahirkan karya bagus dari era Close Encounters of the Third Kind (1977), film yang mengantar Steven Spielberg meraih nominasi Oscar penyutradaraan terbaik untuk kali pertama.
Pemain: Michelle Williams, Paul Dano, Seth Rogen, Gabriel LaBelle, Julia Butters, Keeley Karsten, Sophia Kopera
Produser: Kristie Macosko Krieger, Steven Spielberg, Tony Kushner
Sutradara: Steven Spielberg
Penulis: Steven Spielberg, Tony Kushner
Produksi: Amblin Entertainment, Reliance Entertainment, Universal Pictures
Durasi: 2 jam, 31 menit