Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di awal pekan ini. Pelemahan nilai tukar rupiah ini seiring pelaku pasar yang menunggu rilis data inflasi konsumen AS.
Pada Senin (12/12/2022), rupiah turun 35 poin atau 0,22 persen ke posisi 15.618 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.583 per dolar AS.
Advertisement
"Awal pekan ini rupiah mungkin masih berpeluang melemah terhadap dolar AS karena pasar menunggu data dan event penting pekan ini yaitu data inflasi konsumen AS bulan November dan pengumuman kebijakan suku bunga acuan AS," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.
Menurut Ariston, meskipun belakangan muncul ekspektasi bahwa The Fed bakal mengendurkan kenaikan suku bunga acuannya, tapi serangkaian data ekonomi AS yang lebih bagus dari proyeksi mendorong pelaku pasar mewaspadai perubahan ekspektasi tersebut.
"Data inflasi konsumen AS yang dirilis hari Selasa malam memberikan petunjuk kemungkinan kebijakan yang akan dikeluarkan The Fed pada hari Kamis dini hari," ujar Ariston.
Pada akhir pekan lalu, rilis data inflasi produsen AS untuk November terlihat lebih tinggi dari yang diperkirakan. Hal itu memperkuat kemungkinan kenaikan suku bunga lanjutan oleh The Fed sekalipun dengan kecepatan yang lebih lambat.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan, Indeks harga produsen AS (IHP) naik 0,3 persen pada November, di atas konsensus 0,2 persen, untuk kenaikan secara tahunan 7,4 persen.
Hal itu meningkatkan kekhawatiran di antara para pelaku pasar bahwa laporan inflasi harga konsumen minggu ini yang keluar tepat sebelum keputusan suku bunga Fed Desember, juga bisa mengejutkan.
Bank sentral AS berada di tengah-tengah siklus kenaikan suku bunga tercepat sejak 1980-an karena mencoba untuk melawan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade, tetapi Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bulan lalu bahwa bank tersebut dapat mengurangi laju kenaikan suku bunga segera setelah Desember.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah melemah ke arah 15.620 per dolar AS dengan potensi penguatan di level 15.550 per dolar AS.
BI Terbitkan Rupiah Digital, Bagaimana Nasib Uang Kertas?
Bank Indonesia (BI) saat ini sedang menggarap Proyek Garuda yang merupakan sebuah inisiatif yang memayungi eksplorasi desain Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital.
Bahkan, Bank Indonesia telah menerbitkan white paper terkait pengembangan CBDC atau Rupiah Digital pada 30 November 2022 lalu.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, pada prinsipnya rupiah digital sama dengan alat pembayaran berupa uang logam dan kertas. Feature-feature yang ada dalam uang kertas dan logam seperti foto pahlawan Soekarno dan Mohammad Hatta, dan logo Negara Kesatuan Republik Indonesia juga tersedia di rupiah digital.
Lantas jika rupiah digital sudah resmi menjadi alat pembayaran, bagaimana nasib uang kartal atau uang fisik?
Perry mengungkapkan, salah satu tujuan Pemerintah akan menerbitkan Rupiah Digital adalah guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Meskipun sebagian masyarakat masih ada yang menggunakan alat pembayaran konvensional yakni menggunakan uang kertas, ada juga yang menggunakan uang elektronik berupa kartu ATM debit maupun mobile banking.
Namun, seiring berjalannya waktu masyarakat juga membutuhkan alat pembayaran untuk rupiah digital. Oleh karena itulah, Bank Indonesia mempersiapkan pelayanan bagi masyarakat untuk menggunakan rupiah digital.
"Masyarakat kita secara demografi ada yang masih ingin menggunakan alat pembayaran kertas. Ada yang masih ingin menggunakan alat pembayaran berbasis rekening. Tapi anak-anak, cucu-cucu kita itu memerlukan pembayaran digital," kata Perry dalam acara BIRAMA Talkshow "Meniti Jalan Menuju Digital Rupiah”, Senin (5/12/2022).
Advertisement
Uang Fisik Masih Berlaku
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Gubernur Bank Indonesia/Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Filianingsih Hendarta menegaskan uang fisik masih berlaku digunakan, meskipun nanti rupiah digital beredar.
"Ini (uang fisik) akan tetap ada. Tetapi kami menyediakan tadi, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," ujar Filianingsih.
Menurutnya, masyarakat memiliki cara dan pilihan masing-masing dalam bertransaksi. Namun, jika dilihat generasi milenial cenderung menggunakan uang digital. Sedangkan, non milenial sering menggunakan uang fisik.
"Ibu-ibu kalau di dompetnya Rp 50 ribu, dia bergegas ke ATM. Itu behavior. BI sebagai otoritas menyediakan uang, kita memberikan opsi. Jadi, yang mau pakai fisik silahkan, mau digital silahkan," ujarnya.
Namun, Bank Indonesia sendiri belum bisa memberikan informasi lebih lanjut kapan rupiah digital resmi digunakan. Tapi dirinya berharap Rupiah Digital bisa segera terbit.
"Sesiapnya, mudah-mudahan tidak terlalu lama," pungkasnya.