Liputan6.com, Nagasaki - Pengadilan Jepang, Senin (12/12), menolak gugatan ganti rugi yang diajukan oleh sekelompok anak korban bom atom Nagasaki yang meminta bantuan pemerintah untuk biaya medis, dengan alasan dampak radiasi turun-temurun belum terbukti.
Sekelompok 28 orang yang orang tua mereka terpapar radiasi serangan bom nuklir yang dilancarkan AS pada 9 Agustus 1945 mengajukan gugatan pada tahun 2017, menuntut pemerintah memasukkan mereka sebagai bagian dari orang-orang yang mendapat dukungan medis yang tersedia bagi para penyintas. Dua penggugat yang merupakan pasien kanker meninggal selama persidangan.
Advertisement
Pengadilan Distrik Nagasaki mengatakan pada Senin bahwa kemungkinan efek radiasi turun-temurun tidak dapat disangkal, tetapi belum ada konsensus ilmiah yang pasti dan bahwa pengecualian pemerintah terhadap penggugat untuk memberi dukungan medis tidak melanggar konstitusi, dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (13/12/2022).
Pengadilan itu, bagaimanapun, mengatakan terserah kepada pemerintah untuk memutuskan apakah akan memperluas dukungan keuangan bagi para penyintas generasi kedua itu.
Pemerintah telah menyatakan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan dampak turun-temurun dari paparan radiasi orang tua kepada anak-anaknya.
Para penggugat, berusia 50-an hingga 70-an tahun, meminta ganti rugi masing-masing 100.000 yen ($730) dari pemerintah, dengan mengatakan bahwa tidak menyertakan mereka sebagai penerima bantuan melanggar kesetaraan konstitusional. Gugatan serupa sedang menunggu di pengadilan distrik Hiroshima, di mana putusan diperkirakan akan dihasilkan awal tahun depan.
Bom Pertama di Hiroshima
Amerika Serikat menjatuhkan bom nuklir pertama di dunia di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, menghancurkan kota tersebut dan membunuh 140.000 orang.
Amerika menjatuhkan bom kedua tiga hari kemudian di Nagasaki, menewaskan 70.000 lainnya. Jepang menyerah pada 15 Agustus, mengakhiri Perang Dunia II dan hampir setengah abad agresinya di Asia.
Advertisement
Banyak yang Selamat
Banyak orang yang selamat dari pengeboman mengalami luka dan penyakit yang bertahan lama akibat ledakan dan paparan radiasi dan menghadapi diskriminasi di Jepang.
Anak-anak mereka, yang dikenal sebagai hibaku nisei, atau generasi kedua yang selamat dari bom atom, mengatakan bahwa mereka selalu khawatir tentang kemungkinan efek turun-temurun dari paparan radiasi orang tua mereka. Banyak dari hibaku nisei mengidap berbagai bentuk kanker dan masalah kesehatan lainnya. Jumlah mereka diperkirakan antara 300.000 dan 500.000 orang.