Cerita Camille dan Ronalisa Angkat Taraf Hidup Komunitas Petani Desa

Program Cohort 2 ini ditujukan untuk pemberdayaan pemuda di ASEAN.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 10 Jan 2023, 10:47 WIB
Program Cohort 2 ini ditujukan untuk pemberdayaan pemuda di ASEAN.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Peningkatan Mata Pencaharian (The Improvement of Livelihood Center) di All Light Village di komunitas Sitio Tamale di Nueva Ecija, Filipina, adalah bagian dari program eMpowering Youth Across ASEAN (EYAA) Cohort 2. Program ini adalah satu dari sembilan proyek lain yang diimplementasikan oleh ASEAN Foundation dan Maybank Foundation di kawasan ASEAN selama masa pandemi Covid-19.

Tujuan program untuk meningkatkan taraf hidup satu juta rumah tangga di ASEAN pada 2025. Secara khusus, program Cohort 2 ini ditujukan untuk pemberdayaan pemuda di ASEAN. Keberhasilan proyek ini diakui oleh semua kelompok pemuda yang berpartisipasi dalam pembelajaran mengenai budidaya jamur organik sebagai sumber pendapatan alternatif.

Camille Joyce Lisay, 24 tahun, asal Filipina, dan Ronalisa Santiago, 20 tahun, seorang mahasiswa dari Nueva Ecija University of Science and Technology, mengambil bagian dalam inisiatif ini.

Usia muda bukan penghalang bagi mereka untuk berkontribusi kepada komunitas sekitar. Keduanya terlibat dalam program ini dengan alasan yang berbeda.

Camille memutuskan untuk berpartisipasi dalam program tersebut karena terinspirasi oleh kisah perjuangan hidup masyarakat adat di daerah terpencil dengan keterbatasan dalam mencari sumber mata pencaharian alternatif. Sebaliknya, Ronalisa bergabung karena ingin mencari peluang yang lebih baik melalui keterampilan yang didapatnya dari program ini.

Seperti kebanyakan orang lain di daerah itu, Ronalisa berasal dari keluarga petani berpenghasilan rendah yang tidak memiliki sumber pendapatan yang stabil karena tergantung pada musim tanam.

"Jika bukan musim panen, para pria di komunitas kami bekerja di lokasi konstruksi atau bertani di tanah orang lain," ungkap Ronalisa.

 


Bertani Jamur Organik

Program eMpowering Youth Across ASEAN (EYAA) Cohort 2.

Selain itu, Program eMpowering Youth Across ASEAN (EYAA) Cohort 2 berbeda dengan program lain, karena target penerima manfaatnya berfokus pada para pemuda di desa.

Cara-cara bertani tradisional adalah pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Meskipun metode ini masih bisa diterapkan saat ini, namun pembelajaran melalui program yang disukai remaja dapat memberikan manfaat tak ternilai sembari mengajarkan metode pertanian terbaru dari para ahli.

Oleh karena itu, Ronalisa tertarik untuk menjadi mahasiswa pertama yang mengikuti program tersebut.

Proyek ini berkisar pada penyediaan pelatihan teknis tentang produksi jamur organik, yang meningkatkan angka tenaga kerja lokal sebesar 30 persen. Proyek ini juga membantu para pemuda dari masyarakat adat Sitio Tamale untuk membangun keterampilan kewirausahaan mereka.

Selama pelaksanaan proyek ini, Camille, yang saat ini bekerja sebagai Senior Communications Associate di COMCO Asia Tenggara, mendapatkan pengalaman yang amat besar dan mendalam. Dia bertindak sebagai Project Controller di proyek tersebut, dan dia pergi sendiri ke sana karena proyek itu terletak di negara asalnya, Filipina.

Camille mengawasi pelaksanaan proyek, di mana mereka mengajari para pemuda Sitio Tamale cara bertani jamur organik.

Ronalisa, sebagai penerima manfaat dari program tersebut, mengakui bahwa proyek tersebut berdampak positif pada penghidupan dirinya dan orang lain di masyarakat. Orangtua Ronalisa adalah petani, dan secara tradisional dia akan belajar mengenai pertanian langsung dari orang tuanya.

Program ini telah mempertemukan Ronalisa dengan organisasi yang membantu dia dan anak muda seperti dirinya untuk mempelajari keterampilan baru dan menyediakan sumber daya untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka.

 


Pendidikan Adalah Kunci

Tapi sebelum mencapai keberhasilan, ada tantangan yang harus dihadapi oleh keduanya pada saat mereka berpartisipasi. Sebagai pelaksana proyek, Camille dan rekan-rekannya menghadapi beberapa masalah, seperti koneksi internet yang terputus-putus, kondisi cuaca yang tidak mendukung, dan pembatasan sosial karena COVID-19.

Untungnya Camille dan timnya berhasil menemukan solusi untuk masalah tersebut. Secara khusus, untuk mengatasi masalah koneksi internet yang terputus-putus, para partisipan muda mengangkut penduduk lokal dari dataran tinggi pegunungan Sitio Tamale ke kantor pusat Ako ang Saklay Inc.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyediakan lingkungan yang dapat memaksimalkan pelatihan dan pembelajaran yang diberikan. Dengan rintangan seperti itu, Camille mendapatkan pengalaman berharga yang membantu mempertajam keterampilan pemecahan masalah.

Bagi Ronalisa, ini adalah peluang untuk bertemu dengan banyak orang, saling bertukar pikiran dan memperbanyak teman.

Mengingat latar belakang sosial ekonomi Ronalisa dan pemuda-pemuda lainnya, mempelajari keterampilan dan bagaimana memanfaatkannya sebagai sumber pendapatan potensial merupakan sebuah tantangan dan keberhasilan jika ia dapat menerapkannya setelah pelatihan.

Secara keseluruhan, perubahan konstan dan manajemen krisis memungkinkan Camille untuk mencapai keterampilan baru yang tidak didapatkannya di kelas. Sementara Ronalisa bisa mendapatkan banyak pengalaman di luar cara-cara pendekatan yang lazim dan sedang berproses menjadi pribadi yang tangguh.

Kedua anak muda ini menyoroti pentingnya pendidikan, baik pendidikan vokasional, upskilling, maupun reskilling. Terlepas apakah mereka pelaksana atau penerima manfaat, semua anggota yang menjadi bagian dari program ini telah ikut menjembatani kesenjangan akses pendidikan.

Program EYAA telah menciptakan perubahan hidup ratusan anak muda seperti Ronalisa. Oleh karena itu, ASEAN Foundation dan Maybank Foundation memutuskan untuk melanjutkan komitmen dan dedikasi mereka terhadap pemberdayaan anak-anak muda di seluruh ASEAN dengan mempersiapkan peluncuran Cohort 3 pada akhir tahun ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya