Liputan6.com, Majalengka - Desa Patuanan merupakan sebuah kawasan yang masuk dalam Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka Jawa Barat.
Masyarakat di Desa Patuanan diketahui memiliki keunikan tersendiri. Umumnya, masyarakat Kabupaten Majalengka menggunakan bahasa Sunda dalam aktivitas sehari-harinya.
Namun, berbeda dengan Desa Patuanan Majalengka. Masyarakat desa tersebut mayoritas menggunakan bahasa Jawa Cirebon maupun Jawa Tengah dalam aktivitas sehari-hari.
Baca Juga
Advertisement
Kefasihan masyarakat dalam berbahasa Jawa membuat desa tersebut dijuluki sebagai desa "Jawa Tengah" oleh warga sekitar Desa Patuanan.
Dirangkum dari berbagai sumber, ihwal desa tersebut dari datangnya seorang guru dan murid dari Desa Kebagusan Kabupaten Cirebon.
Konon, saat itu, seorang anak kembar memiliki kesaktian bernama Kembar Pegambuan. Ia berkelana jauh dari desanya hingga datang ke sebuah hutan.
Hutan tersebut yang merupakan asal-usul Desa Patuanan. Singkat cerita anak tersebut dicari oleh gurunya bernama Pangeran Kipas atau dikenal Mbah Buyut Pernata Kusuma.
Sang guru diketahui berhasil menemukan si Kembar Pegambuan dengan cara membuka hutan di desa yang saat ini bernama Patuanan.
Buyut Pernata Kusuma memiliki seorang anak bernama Janur Wenda. Sang anak memiliki jasa besar pada pertempuran melawan Kerajaan Eretan, Indramayu yang dipimpin Raden Wiralodra.
**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:
1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)
Saksikan video pilihan berikut ini:
Senjata Rahasia
Dikisahkan Pasukan Cirebon terdesak oleh kepungan tentara Eretan hingga akhirnya Mbah Kuwu Sangkan atau Pangeran Cakrabuana atau Walangsungsang anak Prabu Siliwangi meminta bala bantuan kepada penjaga pusaka Keraton Cirebon yakni Pangeran Kipas atau Buyut Pernata Kusuma.
Pangeran Kipas kemudian mengutus Syarif Durahman yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.
Janur Wenda pada saat itu sedang tapabrata di Gunung Dieng. Mendapat berita bahwa ayahnya menyuruh dia pulang, maka Janur Wenda menuruti perintah sang ayah.
Konon karena kesaktiannya, sebatang pohon yang dijadikan sandaran Janur Wenda pada saat kelelahan menjadi kering.
Singkatnya, sampailah Janur Wenda di Patuanan dan berpamitan dengan ayahnya hendak ke Eretan membantu Pasukan Kesultanan Cirebon.
Sesampainya di Eretan, Raden Wilalodra sudah menyiapkan senjata rahasianya, sebuah golok sangat besar yang disimpan di Desa Bugel. Keduanya bertemu di Desa Sumur Adem Indramayu.
Kemudian, dengan cepat golok pusaka Raden Wilalodra dipukulkan ke Janur Wenda hingga tersungkur ke tanah. Ternyata golok yang disimpan di Desa Bugel itu mampu membuat Janur Wenda tumbang.
Merasa telah menang, Raden Wilalodra dan pasukannya pun pulang. Lama tidak mendengar kabar dari Janur Wenda, Mbah Kuwu Sangkan datang ke Eretan dan menemukan Janur Wenda amblas ke dalam tanah.
Tidak lama kemudian, Mbah Kuwu Sangkan mengibaskan serban miliknya untuk mengeluarkan Janur Wenda. Dari bekas tempat Janur Wenda amblas, keluar sumber air yang ditandai dengan tanaman sere.
Hingga akhirnya diberi nama “sumur sere” atau “sumur adem” yang kemudian menjadi nama sebuah desa di Kecamatan Eretan, Desa Sumur Adem sekarang.
Selepas perang dengan Eretan, Janur Wenda pulang ke ayahnya, Buyut Pernata Kusuma di Patuanan. Singkat cerita, Mbah Buyut Pernata Kusuma, keluarga, dan para pengikutnya menetap hingga beranak pinak sampai sekarang di Patuanan lama (sekarang wilayah Patuanan, Sindanghaji dan Tarikolot).
Seiring berjalannya waktu, sekarang hanya Desa Patunan saja yang masih menjaga tradisi menggunakan Bahasa Jawa Cirebon. Sementara, sebagian kecil menetap di wilayah Desa Sindanghaji (wilayah Mindana dan Tegalmerak).
Meskipun pada kenyataannya, wilayah Mindana dan Tegalmerak tidak sepenuhnya menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya.
Advertisement