Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Indriyanto Seno Adji mengapresiasi pengesahan RKUHP menjadi undang-undang. Menurutnya, pengesahan RKUHP menjadi KUHP merupakan momentum bersejarah eksistensinya regulasi KUHP Nasional, terlepas adanya pihak-pihak tertentu yang keberatan atas pengesahan ini.
"KUHP Nasional yang baru saya nilai sangat progresif, moderat, netral dan demokratis dengan mempertimbangkan dan mengakomodir masukan-masukan dari masyarakat sipil, praktisi, dan akademisi hukum. Bahkan representasi masyarakat adat sebagai bentuk meaningful public participation sesuai mandat UU," kata Indriyanto.
Advertisement
Dia mengatakan, keberatan dari beberapa pihak itu tentunya dari perbedaan cara pendekatan memberikan persepsi secara sosiologis. Sedangkan persepsi dari sisi hukum pidana, tentu akan berbeda.
Indriyanto menyontohkan, Pasal Perzinahan (adultery) telah diatur sebagai delik aduan absolut (suami dan atau istri atau anaknya dan tidak secara serampangan umum dapat melakukan aduan tersebut). Ini sebagai salah satu bentuk kontrol sosial agar tidak terjadi persekusi yang justru melanggar hukum. Delik kohabitasi juga hanya dapat dilakukan berdasarkan delik aduan absolut.
"Sehingga pemahaman yang kabur mengenai KUHP pengaruh negatifnya terhadap turis dan investasi adalah tidak tepat. Dan KUHP menjamin tidak akan ada pemidanaan terhadap kekhwatiran tersebut. KUHP Nasional menjamin bahwa tidak akan terjadi kekhawatiran dampak negatif kepada turis dan investasi di Indonesia," ujar Indriyanto.
Indriyanto menyayangkan pemahaman dari beberapa pihak terhadap KUHP baru tidak secara mendalam, utuh dan rinci. Menurut dia, pihak yang keberatan dengan Pasal Perzinahan dan Kohabitasi justru mengarah pada pola pikir liberalisme seksual yang tidak mungkin diterapkan pada sistem hukumpidana di Indonesia.
"Indonesia mengakui adanya asas-asas (pidana) hukum adat (pidana) yang diakui dan diterima oleh hukum pidana nasional," katanya.
Sosialisasi
Sosialisasi dan diskusi publik mengenai RKUHP sudah pemerintah laksanakan sejak tiga tahun lalu, saat penundaan RKUHP pada 2019. Pada 2021 sosialisasi digelar di 12 kota provinsi. Setelah pengesahan, pemerintah kembali memiliki waktu tiga tahun untuk sosialisasi.
"Waktu tiga tahun ini sangat memadai bagi sosialisasi dan diskusi publik. Sebaiknya ini dimanfaatkan dan dicermati oleh pihak-pihak yang keberatan atas sahnya KUHP," tutup Indriyanto.
Advertisement