Liputan6.com, Jakarta - Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperkirakan ada kemungkinan China mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah untuk tahun ini dan berikutnya. Hal itu dikarenakan pelonggaran Covid-19 diperkirakan akan mendorong lonjakan infeksi sehingga masih menyulitkan pemulihan.
Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (14/12/2022) sementara kebijakan nol Covid-19 di China telah mengguncang ekonominya, Georgieva menyebut, pelonggaran pembatasan juga akan menimbulkan beberapa kesulitan selama beberapa bulan ke depan.
Advertisement
"Tetapi kemungkinan karena China mengatasi ini pada paruh kedua tahun ini, mungkin ada beberapa perbaikan dalam prospek pertumbuhan," kata Georgieva.
Pernyataan Georgieva tersebut disampaikan di sela-sela panel tentang dana baru IMF ketika China bergulat dengan melonjaknya kasus virus corona, karena melonggarkan kebijakan Covid-19 setelah hampir tiga tahun.
IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 3,2 persen tahun ini, yang merupakan angka terendah dalam beberapa dekade.
Namun IMF juga masih melihat pertumbuhan ekonomi China akan menyentuh 4,4 persen tahun depan. "Sangat mungkin, kami akan menurunkan proyeksi pertumbuhan kami untuk China, baik untuk tahun 2022 maupun 2023", ungkap Georgieva.
Dia menyarakan, negara itu perlu menyesuaikan kebijakan Covid-19nya, salah satunya menggenjot vaksinasi, terutama untuk populasi lanjut usia. Ada juga kebutuhan untuk menggunakan lebih banyak pengobatan antivirus.
"Dengan kata lain, memperlengkap kembali sistem kesehatan untuk merawat pasien daripada mengisolasi, yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir," pungkas Georgieva.
Dengan 2023 yang ditetapkan sebagai tahun yang sangat sulit, Georgieva menegaskan kembali bahwa kemungkinan penurunan lebih lanjut dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi global akan "tinggi".
Selain tantangan di China, ekonomi AS dan Uni Eropa juga diperkirakan akan melambat secara bersamaan, dengan proyeksi setengah dari Eropa akan mengalami resesi tahun depan, sebutnya.
Nomura : Dampak Lockdown Covid-19 ke Ekonomi China Mulai Mengecil
Bank asal Jepang, Nomura menyebutkan bahwa lockdown untuk meredakan penyebaran Covid-19 di China tidak berdampak besar pada ekonomi negara itu untuk pertama kalinya sejak awal Oktober 2022.
Namun, analis di Nomura memperingatkan bahwa kedepanya ekonomi China akan mengalami tantangan karena lonjakan infeksi Covid-19 di negara itu.
Dilansir dari CNBC International, Selasa (6/12/2022) Kepala Ekonom China di Nomura, yakni Ting Lu mengatakan dalam sebuah laporan per Senin (5/12) bahwa dampak negatif dari kebijakan Covid-19 di China terhadap ekonominya turun menjadi 19,3 persen dari total PDB.
Itu menandai penurunan dar 25,1 persen yang terhitung sepekan lalu. Angka 25,1 pekan lalu juga lebih tinggi dari yang terlihat selama dua bulan lockdown di Shanghai di musim semi, menurut model Nomura.
"China tampaknya tidak siap menghadapi gelombang besar infeksi Covid-19, dan mungkin harus membayar penundaannya dengan pendekatan 'hidup dengan Covid-19," kata Nomura.
“Mengakhiri kebijakan nol Covid-19 sangat menggembirakan dan seharusnya cukup positif untuk pasar, tetapi kami mengingatkan bahwa jalan menuju pembukaan kembali mungkin bertahap, menyakitkan, dan bergelombang," jelas analis Nomura.
Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah daerah di China telah melonggarkan beberapa kebijakan tes Covid-19, memungkinkan masyarakat di kota-kota seperti Beijing dan Zhengzhou menggunakan transportasi umum tanpa harus menunjukkan bukti hasil tes negatif.
Namun, hasil tes negatif Covid-19 dalam dua atau tiga hari masih diperlukan di Beijing dan beberapa kota lainnya di China sebagai ketentuan untuk memasuki area publik seperti mal.
Advertisement
28 Negara Antre jadi Pasien IMF, Bahlil: Siapa yang Berani Jamin Dunia Baik-Baik Saja?
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkap ada 18 negara yang meminta bantuan ke Dana Moneter Internasional (IMF). Menurutnya sudah ada 28 negara lagi yang mengantre untuk tujuan yang sama.
Bahlil mengatakan kenyataan itu jadi salah satu bukti kalau ekonomi dunia sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Ini juga menyoal anggapan yang diterimanya soal pemerintah menakut-nakuti kondisi ekonomi global.
"Pertama persoalan covid-19, perang ukraina-rusia, persoalan baru dan sekarang sudah ada 18 negara yang sudah masuk pasien IMF, 18 naik jadi 28 negara yang sudan antre dan dampaknya kemana-mana," ujarnya dalam Rilis Survei Nasional Proyeksi Ekonomi Politik Nasional di YouTube Poltracking Indonesia, Kamis (8/12/2022).
Bahlil menyayangkan ada pihak-pihak yang menilai pemerintah menakut-nakuti kalau kondisi ekonomi global sedang tidak baik. Baginya, informasi yang disampaikan adalah satu cara untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.
"Pemerintah tak pernah menakut-nakuti siapapun, jadi jangan ada 1 pemikiran, persepsi bahwa ketika pemerintah menyampaikan kondisi ekonomi global itu kaitannya menakut-nakuti. Justru pemerintah menyiapkan segala sesuatu alternatif ketika kondisi-kondisi ini terjadi," paparnya.
"Tunjukan kepada saya yang bisa menjamin, pakar ekonomi siapa atau tokoh siapa yang bisa menjamin kondisi ekonomi global akan baik-baik saja? Kenapa semua lembaga dunia mengatakan bahwa ekonomi global tidak dalam kondisi yang baik-baik saja atau gelap, lembaga keuangan dunia pun menyatakan demikian dan itu ada dasarnya," sambung Bahlil.
Berbagai proyeksi dari lembaga internasional termasuk jumlah pasien IMF tadi, menurut Bahlil sudah cukup jadi bukti kalau ekonomi dunia sedang dalam kondisi krisis. Mengacu data-data tadi, Bahlil menekankan kalau itu merupakan hal yang objektif.
Berfikir Objektif
Lebih lanjut, Bahlil menyebut kalau dalam kondisi ini, setiap pihak perlu melihat setiap sisi secara objektif. Sehingga, bisa mengambil keputusan secara bijak.
"Apakah kondisi ini kita kemudian mengatakan kondisi dunia baik-baik saja? Jangan ajak pemerintah untuk berfikir tidak objektif dong. Kadang-kadang aku bingung, kita berfikir fair dibilang nipu, Kita berfikirnya nipu dia bilang tambah tipu lagi," tegas Bahlil.
"Jadi aku gak ngerti cara berpikir begini. Jadi menurut aku untuk jadi orang fair harus objektif begitu, tetapi indonesia punya secercah harapan dalam membawa ekonomi kesepan," tambahnya.
Dia lantas menyampaikan kalau kondisi ekonomi Indonesia masih akan terus tumbuh. Menurut Bahlil, pertumbuhan ekonomi nasional bakal lebih baik jika dibandingkan banyak negara lain.
Namun, kondisi ini perlu dilanjutkan dengan aksi kepemimpinan negara dengan karakteristik yang baik. Baginya kualitas pemimpin turut menentukan nasib ekonomi Indonesia.
"Saya optimis indonesia kedepan akan baik. Dengan catatan tahun depan itu ahun politik. Saya tidak menjamin kalau pemimpin kedepan yang tidak punya legacy baik yang bisa menyelamatkan ekonomi nasional kita, ekonomi kepemimpinan, leadership," bebernya.
Advertisement