BI Ramal Inflasi Indonesia Maksimal 3,5 Persen di 2024

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi akan turun ke level 1,5 persen sampai 3,5 persen pada tahun 2024.

oleh Arief Rahman H diperbarui 14 Des 2022, 14:40 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara BIRAMA Talkshow "Meniti Jalan Menuju Digital Rupiah”, Senin (5/12/2022).

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi akan turun ke level 1,5 persen sampai 3,5 persen pada tahun 2024, setelah kemungkinan berada dalam kisaran 2 persen sampai 4 persen pada 2023.

Adapun saat ini inflasi Indonesia berada pada level 5,42 persen per November 2022 dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

"Perkiraan ini didukung oleh adanya sinergi erat antara pemerintah dengan bank sentral," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Jakarta 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Dia menyebutkan sinergi meredam inflasi didorong oleh subsidi energi oleh pemerintah, kenaikan suku bunga BI yang terukur, langkah-langkah stabilisasi rupiah oleh BI, dan eratnya Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), termasuk Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Sinergi, koordinasi, dan kerja sama, lanjut Perry Warjiyo, menjadi kunci Indonesia selama ini bisa terhindar dari krisis, khususnya saat pandemi COVID-19 melanda dan akan mendukung keberlanjutan proses pemulihan ekonomi nasional.

Dengan sinergi yang ada, Gubernur BI itu optimistis proses pemulihan ekonomi domestik akan terus membaik di tengah gejolak global.

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 akan cukup baik, sekitar 4,5 persen (yoy) sampai 5,3 persen (yoy) dan akan meningkat lebih tinggi menjadi 4,7 persen (yoy) sampai 5,5 persen (yoy) pada 2024.

"Selain ekspor, kenaikan konsumsi dan investasi akan menjadi daya dukung pemulihan ekonomi nasional, serta didukung oleh program hilirisasi, pembangunan infrastruktur, masuknya penanaman modal asing, dan berkembangnya pariwisata," ucap Perry Warjiyo.

 

 

 


Berapa Besar Dampak Cukai Rokok Naik ke Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi 2023?

Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 10 persen. Kenaikan cukai rokok ini mulai direalisasikan pada tahun 2023 dan 2024 mendatang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerbut kenaikan tarif cukai rokok tersebut akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam hitungannya, kenaikan tarif cukai ini akan berdampak 0,01 percentage point (ppt) hingga 0,02 ppt bagi tingkat inflasi.

"Dampak terhadap inflasi sangat terbatas yaitu +0,01 ppt sampai +0,02 ppt," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (12/12).

Tak hanya inflasi, kenaikan tarif cukai rokok juga memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Di memperkirakan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi sebesar 0,01 ppt sampai 0,02 ppt.

"Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar -0,01 ppt sampai -0,02 ppt," kata dia.

Sri Mulyani menjelaskan, dengan kenaikan tarif cukai tersebut, maka indeks kemahalan rokok menjadi 12,46 persen di 2023 dan 12,35 persen di tahun 2024.

Selain itu, kenaikan tarif cukai tembakau ini menargetkan penurunan prevalensi perokok anak. Targetnya prevalensi perokok anak turun menjadi 8,29 persen pada 2023 dan 8,79 persen di tahun 2024.

"Prevalensi merokok pada anak menjadi 8,92 persen di 2023 dan 8,79 persen di 2024," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


Survei BI: Inflasi Minggu Kedua Desember 2022 sebesar 0,37 Persen

Pedagang beraktivitas di salah satu pasar tradisional di Jakarta, Rabu (26/10/2022). Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) memperkirakan tingkat inflasi hingga minggu ketiga Oktober 2022 mencapai 0,05% secara bulanan (month-to-month/mtm). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Survei Pemantauan Harga pada minggu kedua Desember 2022 yang dijalankan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa perkembangan harga sampai dengan minggu kedua Desember 2022 diperkirakan terjadi inflasi sebesar 0,37 persen (mtm).

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menjelaskan, komoditas utama penyumbang inflasi Desember 2022 sampai dengan minggu kedua yaitu telur ayam ras sebesar 0,07 persen (mtm), beras, tomat dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,03 persen (mtm), daging ayam ras, minyak goreng dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm).

Sedangkan untuk komoditas cabai rawit, kangkung, bensin, dan tarif air minum PAM masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm)," jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat (9/12/2022).

Sementara itu, sejumlah komoditas yang menyumbang deflasi pada periode ini yaitu cabai merah dan bawang merah masing-masing sebesar -0,01 persen (mtm). 

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut. 


Arahan Tegas Jokowi soal Inflasi: Kita Tak Bisa Main-Main!

Pedagang beraktivitas di salah satu pasar tradisional di Jakarta, Rabu (26/10/2022). Realisasi inflasi tersebut lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sejalan dengan dampak penyesuaian harga BBM terhadap kenaikan inflasi kelompok pangan bergejolak dan inflasi kelompok harga diatur Pemerintah yang tidak sebesar prakiraan awal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia meyakini penyelesaian inflasi tinggi bisa diselesaikan dengan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Destry Damayanti menyebut pemerintah daerah menjadi kunci utama pengendalian inflasi. Sebab inflasi pangan menjadi faktor pendorong utama kenaikan inflasi secara nasional.

"Saya yakin sekali masalah inflasi pangan ini akan bisa terkendali karena memang pada akhirnya inflasi pangan ini ada di daerah dan tidak semua bisa di-mapping dari pusat," kata Destry dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra di Bali, Jumat, (9/12).

Destry menuturkan pada Agustus 2022 lalu, tingkat inflasi pangan mencapai titik tertingginya yakni 12 persen. Hal ini pun membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dengan memerintahkan dibentuknya tim pengendali inflasi.

"Pada saat itu Presiden langsung mengadakan rapat dan kita semua diundang saya mewakili Gubernur. Arahan beliau jelas sekali. Kita tidak bisa bermain main dengan inflasi ini," ungkap Destry.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya