Temuan BPKN: Korban Gagal Ginjal Akut Belum Terima Ganti Rugi

BPKN telah mendapatkan 8 fakta terbaru mengenai kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).

oleh Arief Rahman H diperbarui 14 Des 2022, 18:18 WIB
IDAI imbau orang tua untuk tidak memberikan obat bebas tanpa rekomendasi nakes pada anak terkait kasus gagal ginjal akut. BPKN telah mendapatkan 8 fakta terbaru mengenai kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). (unsplash.com/Myriam Zilles)

Liputan6.com, Jakarta Badan Perlulindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah mendapatkan 8 fakta terbaru mengenai kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Termasuk adanya ketidakharmonisan koordinasi antar lembaga di pemerintah.

Hal ini diungkap bersasar temuan dari Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh BPKN dan beberapa pemangku kepentingan lainnya. Ketua TPF Mufti Mubarok menyampaikan pihaknya telah melakukan sejumlah investigasi untuk mendalami fakta.

"Sebagian besar korban tidak memiliki komorbid, berdasarkan data Kemenkes, ada 74 persen dari 324 korban adalah balita. Hampir semuanya dari kalangan menengah bawah atau skala ekonomi dibawah," kata dia dalam konferensi pers di Gedung BPKN, Rabu (13/12/2022).

Dia menuturkan, ada 8 temuan yang jadi konsentrasi. Pertama, ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar instansi di sektor kesehatan dan kefarmasian dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA.

Kedua, adanya kelalaian instansi atau otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk jadi obat. Ketiga, ketidaktransparanan terkait penindakan oleh penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi.

Keempat, tidak adanya protokol khusus penanganan krisis terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA. Kelima, belum adanya kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah.

Keenam, belum adanya ganti rugi kepada korban kasus gagal ginjal akut progresif atipika dari pihak industri Farmasi. Ketujuh, Bahan kimia EG dan DEG merupakan bahan yang termasuk dalam kategori berbahaya bagi kesehatan dan memerlukan pengaturan khusus.

"Kedelapan, belum dilibatkannya instansi atau otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian. Keterlibatan BPKN dan YLKI ini tentu hal penting ketika menangani kasus ini," bebernya.

 


Disetor ke Presiden

Banner Infografis Darurat Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Pada kesempatan yang sama, Ketua BPKN Rizal W Halim menyebut hasil temuan ini akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat. Setidaknya ada 4 rekomendasi yang akan disampaikan.

Pertama, Sebagai bentuk empati dan simpati GGAPA, idnustri farmasi dipandang perlu memberikan kompensasi bagi kroban yang dirawat di RS, korban pulang masih rawat, dan santunan bagi keluarga korban yang sudah meninggal.

Kedua, BPKN meminta pemerintah menugaskan BPKP untuk melakukan audit secara menyeluruh dari terkait pengawasan dan peredaran obat-obatan, penggunaan bahan baku obat di sektor farmasi.

"Ketiga, Kami minta pemeirntah melalaui kepolisian melakukan tindakan tegas ke seluruh pihak yang bertanggung jawab dan tentunya melakukan pengembangan kasus secara terang benderang," ujar dia.

"Karena persoalan kesehatan menyangkut kepentingan dan keselamatan publik, untuk menjadi pemenuhan hak publik secara umum diperlukan penguatan lembaga konsumen secara mandiri," pungkasnya.

 


Survei Indikator: BPOM Paling Bertanggung Jawab

Ilustrasi Gagal Ginjal (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Lembaga Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei opini publik terkait siapa yang paling bertanggungjawab atas kasus gagal ginjal akut pada anak. Hasilnya BPOM dinilai sebagai pihak yang paling bertanggungjawab.

Sebanyak 38,9 persen menyatakan BPOM sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Disusul oleh Kementerian Kesehatan dengan angka 31,4 persen.

"BPOM dan Kemenkes dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab," ujar Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat rilis survei, Minggu (27/11/2022).

Sementara, 19 persen responden menilai perusahaan obat bertanggung jawab, kemudian Presiden Joko Widodo 2,8 persen. Lainnya 0,2 persen dan tidak jawab 7,7 persen.

Kepuasa Publik

Sementara itu, kepuasaan publik terhadap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menangani kasus gagal ginjal akut cukup tinggi. Yaitu 2,8 persen menyatakan sangat puas, 47,2 persen cukup puas.

Adapun yang kurang puas dengan Kemenkes ada 39,6 persen, dan tidak puas sama sekali 4,8 persen. Responden yang tidak menjawab 5,5 persen.

"Separuh warga yang mengetahui merasa cukup atau sangat puas atas kinerja Kementerian Kesehatan dalam penanganan kasus tersebut, tapi yang kurang puas juga sangat besar, sekitar 44.4 persen," ujar Burhanuddin.

Infografis 9 Anggota Tim Pencari Fakta Kasus Gagal Ginjal Akut Anak (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya