Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyatakan rencana membebankan tiket masuk Rp3,75 juta ke Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan sekitarnya telah dibatalkan. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) semula berencana untuk menarik tiket tersebut pada 1 Januari 2023.
"Yang Komodo sudah diputuskan bahwa tidak ada kenaikan... Tidak ditunda, tapi ditarik, sudah dibatalkan," kata Sandiaga usai acara Wonderful Indonesia Cobranding Awards 2022 di Balairung Soesilo Sudarman, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Desember 2022.
Ia menyebut pemerintah NTT sedang menyiapkan peraturan gubernur yang menegaskan pembatalan penaikan tiket masuk ke Komodo itu. Keputusan tersebut diklaim Sandi sebagai kabar baik untuk seluruh pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf).
Baca Juga
Advertisement
"Bukan hanya di Manggarai, Labuan Bajo, tapi di seluruh yang menopang pariwisata berbasis ecotourism. Ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebangkitan pariwisata dan saat masyarakat baru saja pulih dari pandemi, keputusan ini tentunya menjadi angin segar," ia menambahkan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT, Zeth Sony Libing bersikeras akan tetap memberlakukan tiket masuk Pulau Komodo yang baru pada 1 Januari 2023. Padahal, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sudah bersurat kepada pemerintah NTT meminta agar mereka meninjau kembali pasal dalam peraturan Gubernur NTT tentang pengelolaan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).
"Menteri tidak ada perintah untuk membatalkan penetapan tarif," kata Zeth dikutip dari Antara, Jumat, 18 November 2022.
Menurut Zeth, surat tersebut berkaitan dengan nota kesepahaman antara Dirjen KSDAE dengan Pemerintah NTT tentang kerja sama penguatan fungsi kawasan konservasi dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan di Taman Nasional Komodo (TNK) dan perjanjian kerja sama (PKS) antara Balai Taman Nasional Komodo dengan PT Flobamor yang menjadi acuan dalam peraturan Gubernur NTT Nomor 85 Tahun 2022. Diterangkan bahwa perjanjian itu bukanlah bentuk pelimpahan wewenang pengelolaan kawasan konservasi di TNK.
Belum Ada Reservasi
Sejak awal, mayoritas pelaku pariwisata setempat menolak rencana penaikan tarif masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Padar itu. Menurut Direktur Utama Badan Pelaksana Otoritas Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina, sejaih ini para pelaku wisata meminta sistem opsional untuk biaya konservasi.
"Karena masih ada ketidakpastian soal harga tiket masuk ke Labuan Bajo," ujar Shana di The Weekly Brief with Sandi Uno, Senin, 31 Oktober 2022.
"Menurut data dari mereka, setelah tanggal 1 Januari 2023, belum ada yang booking tiket untuk masuk ke kawasan wisata Labuan Bajo," ia menambahkan.
Menurut Shana, banyak wisatawan menganggap tarif masuk baru itu masih kemahalan. Rata-rata menginginkan agar tidak ada kenaikan tarif karena sektor pariwisata baru kembali bangkit dari pandemi.
"Mereka tidak menentang konservasi, tapi kalau bisa hal itu sifatnya opsional," sambungnya.
Saat itu, Sandiaga menanggapinya dengan akan terus mengupayakan solusi terbaik. Pihaknya akan membahas masalah tersebut dengan Kementerian LHK, Kemenko Marves, Pemprov NTT, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Advertisement
Tarik-tarikan Kepentingan
Sejak diumumkan rencana penaikan tarif tiket masuk ke Komodo dan Padar pada awal Juli 2022, banyak pelaku pariwisata setempat menolak. Mereka sampai menggelar aksi demo menuntut pembatalan kebijakan tersebut.
Ketua Astindo Labuan Bajo Ignasisu Suradin, dikutip dari kanal Regional Liputan6.com, pada Agustus 2022, menyatakan para pelaku wisata di Labuan Bajo akan terus menolak kenaikan harga tiket masuk baru itu. Ia menuding Pemprov NTT melalui PT Flobamora selaku BUMD, ingin memonopoli bisnis tur operator dan travel agent.
Argumennya didasarkan pada fitur yang tersedia dalam aplikasi Inisa. Selain mereservasi kunjungan ke Pulau Komodo dan Padar, tersedia pula pilihan tiket hotel, tur perjalanan, tur kapal, hingga mobil travel.
Tudingan itu dibantah oleh PT Flobamora. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Vinsensius Jemadu pada Agustus 2022 menyebut isu tersebut hanyalah berita yang di ujungnya.
"Jadi, saat mendengar penjelasan komprehensif dari (pemerintah) provinsi (NTT) dan PT Flobamora, akhirnya ketahuan dan semua lihat memang ini ada keterlibatan masyarakat dan stakeholders untuk sama-sama mengelola pariwisata Labuan Bajo, khususnya Taman Nasional Komodo," kata dia dalam Weekly Press Briefing, Senin, 8 Agustus 2022.
Dispensasi
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberi dispensasi soal penerapan tarif baru itu hingga akhir 2022. Dengan begitu, kenaikan baru berlaku pada 1 Januari 2023.
Dengan begitu, selama periode Agustus-Desember 2022, wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang masuk ke Pulau Komodo dan Padar tetap dikenakan tarif lama, yaitu Rp75 ribu bagi wisatawan domestik dan Rp150 ribu bagi wisatawan mancanegara. Sementara, harga tiket masuk ke Pulau Rinca yang juga menjadi habitat komodo tetap di angka Rp150 ribu.
Sementara, penetapan tarif Rp3,75 juta per tahun sebagai biaya konservasi itu dinyatakan sudah melalui kajian. Koordinator Pelaksana Program Konservasi di Taman Nasional Komodo Carolina Noge mengatakan bahwa harga tersebut merupakan hasil kajian Daya Tampung Daya Dukung Taman Nasional Komodo. Hasil kajian tersebut juga merekomendasikan pembatasan jumlah pengunjung maksimal 200 ribu orang per tahun.
"Kami dapati bahwa pengurangan nilai jasa ekosistem ternyata bukan hanya terjadi secara alamiah, tapi juga adanya aktivitas manusia di dalamnya, dalam hal ini adalah wisatawan. Jadi kami memutuskan untuk melakukan pemberlakuan pembatasan dengan kompensasi biaya konservasi," jelas Carolina dalam Weekly Press Briefing yang digelar secara hybrid di Jakarta, Senin, 11 Juli 2022.
Pembatasan itu akan dilakukan di Pulau Padar, Pulau Komodo, dan kawasan perairan sekitarnya. Carolina menjelaskan, biaya konservasi merupakan kompensasi bagi pengunjung karena adanya jasa ekosistem yang berkurang setiap adanya kedatangan wisatawan.
"Jasa ekosistem itu ada ketersediaan air yang berkurang padahal di sana terbatas, adanya oksigen yang kita hirup, adanya sampah yang kita hasilkan, adanya limbah, polusi, dan sebagainya yang sudah dihitung oleh para tim ahli," terangnya.
Advertisement