Kasur Pasien HIV Dilapisi Plastik, Pakar Peneliti Kesehatan Global: Berlebihan dan Tidak Perlu

Peneliti global health security yang aktif mengkaji kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) Dicky Budiman berkomentar soal unggahan warganet di Twitter yang menunjukkan kasur pasien HIV dilapisi plastik.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Des 2022, 12:00 WIB
Ilustrasi kasur rumah sakit pasien HIV. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti global health security yang aktif mengkaji kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) Dicky Budiman berkomentar soal unggahan warganet di Twitter yang menunjukkan kasur pasien HIV dilapisi plastik.

Dalam foto yang beredar, pengunggah memperlihatkan tempat tidur di ruangan rumah sakit yang dilapisi plastik. Dalam keterangan foto, pengunggah menceritakan bahwa dirinya mengantar rekan yang terkena HIV untuk operasi.

Ia pun kaget setelah melihat tempat tidur yang dilapisi plastik dan awalnya mengira karena COVID-19. Ternyata, itu untuk pasien HIV sehingga terkesan seperti diskriminasi baginya.

Menanggapi hal ini, Dicky mengatakan bahwa melapisi tempat tidur pasien HIV dengan plastik adalah hal yang berlebihan dan tidak perlu.

“Cara seperti ini yang saya lihat ya berlebihan dan tidak perlu seperti itu,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Kamis (15/12/2022).

Tindakan ini disebut berlebihan lantaran penularan HIV tidak semudah penularan COVID-19.

“HIV itu menular terutama karena adanya lubang pada tubuh manusia entah karena infeksi atau luka yang akhirnya terpapar cairan tubuh penderita. Tapi tidak sesederhana itu, karena kalau pasien HIV-nya teratur minum ARV ya tentu kecil kemungkinan menularnya.”

Kemungkinan penularan HIV semakin kecil jika tenaga kesehatan menerapkan universal precautions atau pencegahan dengan memakai masker, sarung tangan, celemek plastik, dan penggunaan jarum dengan tepat. “Tidak perlu kasurnya dilapisi plastik.”


Bukan Hanya HIV

Dicky menambahkan, universal precaution dapat diterapkan pada berbagai kasus bukan hanya HIV.

“Tidak hanya untuk pasien HIV karena kita enggak tahu siapa yang datang ke rumah sakit HIV atau apa karena sekarang sudah generalis. Banyak di masyarakat sebetulnya HIV tapi enggak tahu statusnya. Makanya, kontrol infeksi dan universal precaution itu harus dilakukan oleh semua nakes dan faskes.”

Dalam keterangan lain, Joyce Ouma dari Jaringan Global Pemuda yang Hidup dengan HIV menerangkan dampak HIV bagi kaum muda.

“Pemuda terus distigmatisasi, terutama mereka yang berada di populasi kunci, dan ketidaksetaraan terus mengganggu kualitas hidup kita,” katanya dalam keterangan pers Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Senada dengan Joyce, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Kesehatan Masyarakat, Thailand, Anutin Charnvirakul mengatakan bahwa kaum muda adalah masa depan bangsa dan landasan tanggapan AIDS global.


Akhiri AIDS 2030

Dalam peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember lalu, WHO mengajak semua pihak untuk mencapai tujuan global mengakhiri AIDS pada 2030.

WHO menyerukan kepada para pemimpin global dan warga negara untuk berani mengakui dan mengatasi ketidaksetaraan yang menghambat kemajuan pencapaian tujuan tersebut.

Organisasi ini bergabung dengan mitra dan komunitas global dalam memperingati Hari AIDS Sedunia 2022 dengan tema “Equalize”. Sebuah pesan yang menyoroti kebutuhan untuk memastikan bahwa layanan HIV esensial menjangkau mereka yang paling berisiko dan membutuhkan. Terutama bagi anak-anak yang hidup dengan HIV, populasi kunci terhadap HIV dan pasangannya.

“Dengan solidaritas global dan kepemimpinan yang berani, kami dapat memastikan setiap orang menerima perawatan yang mereka butuhkan,” kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam keterangan pers.

“Hari AIDS Sedunia adalah kesempatan untuk menegaskan kembali dan fokus kembali pada komitmen bersama kita untuk mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030,” tambahnya


Respons Belum Optimal

HIV tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa respons terhadap penyakit ini belum optimal.

Fakta-fakta itu mencakup:

- Dari 38 juta orang yang hidup dengan HIV, 5,9 juta orang yang mengetahui bahwa mereka mengidap HIV tidak menerima pengobatan.

- Lebih dari 4 juta orang yang hidup dengan HIV belum didiagnosis.

“Memberantas segala macam stigma harus menjadi komitmen global penuh kita dengan tindakan segera,” kata Anutin.

- Sementara, 76 persen orang dewasa secara keseluruhan menerima pengobatan antiretroviral yang membantu mereka menjalani hidup normal dan sehat.

- Hanya 52 persen anak yang hidup dengan HIV yang mengakses pengobatan ini secara global pada tahun 2021.

- Sebanyak 70 persen infeksi HIV baru terjadi pada orang-orang yang terpinggirkan dan sering dikriminalisasi.

- Sementara penularan telah menurun secara keseluruhan di Afrika, belum ada penurunan yang signifikan di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki – kelompok populasi kunci – dalam 10 tahun terakhir.

Hari AIDS Sedunia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya