Warga Nepal Tuntut Presiden FIFA Fokus Selesaikan Kasus Migran Nepal di Qatar

Qatar dan Piala Dunianya lagi-lagi diterpa kasus migran yang mengkhawatirkan, kali ini datang dari Nepal.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 15 Des 2022, 13:30 WIB
Presiden FIFA Gianni Infantino berbicara dalam konferensi pers jelang Piala Dunia Qatar 2022 di Qatar National Convention Center (QNCC), Doha, Sabtu, 19 November 2022. (GABRIEL BOUYS / AFP)

Liputan6.com, Jakarta- Ratusan masyarakat sipil Nepal pada Kamis (15/12) meminta presiden FIFA Gianni Infantino untuk “tidak terlalu fokus pada hal lain” dan mengabaikan pekerja migran yang menderita pelanggaran dan pengajuan kompensasinya ditolak hingga kini. 

Negara tuan rumah Piala Dunia 2022 merupakan rumah bagi para migran. Sekitar 2,9 juta penduduk Qatar merupakan migran yang bekerja dan tinggal di Qatar. Hingga kini, Qatar disoroti dan menghadapi kritik keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia atas perlakuannya terhadap para pekerja migran. 

Pemerintah Qatar mengatakan sistem ketenagakerjaannya masih diproses dan membantah tuduhan laporan amnesty 2021 bahwa ribuan pekerja migran di negara tuan rumah terjebak dan dieksploitasi. 

Dalam surat terbuka kepada Infantino, organisasi-organisasi Nepal menuntut kompensasi bagi para pekerja yang menurut mereka telah mengalami pelecehan dan keluarga yang kehilangan orang yang dicintai.

"Kisah-kisah tentang upah yang dicuri dan mimpi yang hancur adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari," kata surat itu, mengutip Channel News Asia, Kamis (15/12/2022). 

"Kami terlalu akrab dengan gambar peti mati yang tiba di bandara Internasional Tribhuvan. Oleh karena itu kami meminta Anda, Presiden Infantino, untuk berhenti melihat ke arah lain sementara warga negara kami dan semua warga negara lainnya ditolak hak-haknya,” lanjut surat tersebut. 

Amnesty International melaporkan ada sekitar 400.000 pekerja dari Nepal dipekerjakan di berbagai sektor di Qatar dan memainkan peran besar dalam pembangunan proyek infrastruktur yang diperlukan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

 

 


Akses Dana Kompensasi

Laborers remove scaffolding at the Al Bayt stadium in Al Khor, Qatar, about 50 kilometers (30 miles) north of Doha, Monday, April 29, 2019. (AP Photo/Kamran Jebreili)

Direktur eksekutif Komite Koordinasi Pravasi Nepal, Som Prasad Lamichhane, yang membantu mengorganisir surat itu juga menyatakan bahwa banyak imigran tidak mendapatkan hak-haknya. Terlebih, jika mereka telah dikembalikan ke Nepal.

"Keluarga-keluarga telah jatuh ke dalam kemiskinan, anak-anak telah dikeluarkan dari sekolah, dan para pekerja dipaksa bermigrasi lagi untuk melunasi hutang," ujar Lamichhane

“FIFA harus bertindak untuk memperbaiki keadaan,” pungkas Lamichhane. 

Surat itu mengatakan "hampir tidak mungkin" bagi pekerja migran untuk mengakses dana kompensasi yang disiapkan oleh Qatar untuk mengganti upah yang dicuri jika mereka sudah kembali ke Nepal.

Surat itu juga mengatakan keluarga tidak menerima kompensasi jika penyebab kematian orang yang mereka cintai terbukti tidak terkait dengan pekerjaan mereka.

Atas hal ini, FIFA dan penyelenggara turnamen, the Supreme Committee for Delivery & Legacy tidak menanggapi hal ini dan belum bersedia memberikan komentarnya. 


Qatar Berusaha Merombak Praktik Ketenagakerjaan Mereka

With the city skyline in the background, migrant workers rest at the Doha port, in Doha, Qatar, Sunday, Nov. 13, 2022. (AP Photo/Hassan Ammar)

Sejak FIFA memberikan Qatar kesempatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia di 2010, negara tersebut telah mengambil beberapa langkah untuk merombak praktik ketenagakerjaan mereka.

Termasuk di antaranya adalah menghilangkan sistem ketenagakerjaan kafala, yang mengikat pekerja dengan majikan mereka. Sistem ini juga mengharuskan pekerja mendapatkan izin dari atasan sebelum meninggalkan pekerjaan atau bahkan negara tersebut.

Selanjutnya, Qatar juga menggunakan batasan upah bulanan minimum sebesar 1.000 riyal Qatar atau sebesar 275 dolar untuk pekerja, termasuk biaya makan dan tempat tinggal yang dibutuhkan para karyawan yang tidak menerima tunjangan secara langsung dari bos mereka.

Di samping usaha dari Qatar, beberapa perusahaan juga telah memperbarui aturan keselamatan pekerjanya untuk mencegah banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Para aktivis juga mulai mengeluarkan suara dan meminta pihak Doha untuk berbuat lebih banyak, utamanya dalam hal memastikan para pekerja menerima gaji tepat waktu dan terlindungi dari berbagai unsur kekerasan.


Laporan Jumlah Kematian Pekerja di Qatar

Workers walk to the Lusail Stadium, one of the 2022 World Cup stadiums, in Lusail, Qatar, Friday, Dec. 20, 2019. (AP Photo/Hassan Ammar)

Seorang pejabat tinggi Qatar yang terlibat dalam organisasi pelaksana Piala Dunia 2022 memberikan pernyataan terkait jumlah kematian pekerja untuk persiapan turnamen untuk pertama kalinya, yaitu di antara 400 dan 500 orang.

Angka tersebut nyatanya belum pernah dibahas secara terbuka oleh pejabat Qatar sebelumnya. Sebelumnya, laporan dari Komite Tertinggi (Supreme Committee) yang berasal dari 2014 sampai pada akhir 2021 hanya merangkum jumlah kematian pekerja yang terlibat dalam pembangunan dan perbaikan stadion yang saat ini dipakai untuk Piala Dunia 2022 Qatar.

Selain itu, angka yang dirilis Komite hanya mengungkap jumlah kematian pekerja yang terlibat dalam pembangunan dan perbaikan stadion, sejak 2014 hingga akhir 2021.

Menurut laporan, total kematian ada 40 kasus. Termasuk 37 korban yang menurut pihak Qatar adalah insiden yang tidak terkait dengan pekerjaan, seperti karena serangan jantung dan tiga orang meninggal karena kecelakaan di tempat kerja. Satu kematian disebut karena terdampak Covid-19 di tengah pandemi.

 

Begini riwayat panas dingin hubungan bertetangga Qatar dan Negara Teluk lainnya (liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya