Liputan6.com, Yogyakarta - Aksara pegon merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Aksara pegon juga dikenal sebagai huruf pegon.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pegon artinya aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa, tulisan Arab yang tidak menggunakan tanda-tanda bunyi (diakritik), dan tulisan Arab gundul. Sedangkan, menurut Marsono dalam buku "Akulturasi Islam dalam Budaya Jawa", aksara pegon secara sederhana merupakan huruf Arab yang sudah dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa, Melayu, dan Sunda.
Wujud huruf Pegon tetap berwujud seperti huruf-huruf Arab. Namun, tidak menggunakan harakat layaknya tulisan Arab.
Huruf Pegon ini banyak ditemukan di kitab-kitab Jawa kuno karya para Wali Songo maupun ulama-ulama lain. Penulisan huruf pegon tidak menggunakan harakat, tapi menggunakan huruf vokal.
Baca Juga
Advertisement
Meski begitu, ada juga yang menggunakan harakat bila terjadi kerancuan dalam membacanya. Penggunaan huruf pegon ini dimulai sejak zaman para wali mengajarkan agama Islam di Jawa, yaitu sekitar abad ke-15.
Penggunaannya kemudian berkembang dengan pesat sekitar abad ke-18 hingga 19 bersamaan dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam. Seiring perkembangannya, huruf Pegon akhirnya tidak hanya dipakai untuk memaknai kitab-kitab Alquran ataupun hadits, tetapi juga untuk surat-menyurat, catatan, serta untuk menulis teks sastra.
Huruf Pegon ini merupakan produk akulturasi budaya antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan masyarakat lokal di Nusantara. Kebudayaan Islam direpresentasikan melalui huruf Arab yang menjadi dasar penggunaannya, sementara budaya lokal berdasarkan pada bahasa Jawa dan Sunda yang dituliskan.
Penggunaan aksara pegon bertujuan agar orang-orang Jawa lebih mudah dalam memahami agama. Terlebih metode dakwah keliling saat itu masih lazim untuk menyiarkan ajaran Islam.
Pada era Wali Songo, contoh kitab yang menggunakan huruf Pegon adalah Suluk Sunan Bonang karya Sunan Bonang. Saat ini, huruf Pegon di Jawa hanya digunakan umat Muslim, terutama di pesantren-pesantren.
Biasanya, huruf Pegon dipergunakan untuk menulis tafsiran atau arti pada Al-Qur'an. Selain itu, banyak pula naskah-naskah manuskrip cerita yang secara keseluruhan ditulis dalam huruf Pegon.