Liputan6.com, Jakarta - Salah satu pasal dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terkait penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, salah satunya presiden. Menanggapi hal itu, Menko Polhukam Mahfud Md menyatakan bahwa pasal itu dibentuk bukan untuk melindungi Presiden Jokowi. Sebab, RKUHP baru bisa berlaku pada 3 tahun mendatang saat disahkan tahun ini.
"Wah ini presiden kalau dihina diancam pidana agar presiden Jokowi bisa tangkap orang, lah ini berlaku setelah presiden Jokowi berhenti, (baru) berlaku undang-undang ini," jelas Mahfud kepada awak media di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Advertisement
Mahfud menegaskan, pasal terkait dibentuk untuk melindungi mereka yang kelak akan duduk di kursi pemerintahan, termasuk menjadi presiden pada periode mendatang.
"Ini untuk lindungi Anda yang mau jadi presiden yang akan mendatang. Agar Anda tidak dihina-hina," jelas Mahfud.
Mahfud memastikan, Jokowi sudah kebal dengan hinaan yang kerap singgah. Bahkan menurut dia, Jokowi bukan tipe orang yang mau ambil pusing untuk gugat menggugat mereka yang menghinanya.
"Kalau Pak Jokowi bilang ke saya, kalau saya enggak perlu, saya tiap hari udah dihina enggak gugat juga, kata pak Jokowi," tutur Mahfud menirukan.
Lindungi Pemenang Pemilu 2024
Mahfud memastikan, pasal sedianya akan melindungi mereka yang menang pada periode 2024. Mereka yang akan duduk sebagai presiden dan jajaran pemerintahan bisa saja menggunakan pasal terkait bila merasa terhina.
"Ini berlaku untuk Anda yang menang di 2024. Untuk melindungi anda yang menang di tahun 2024, untuk melindungi anda agar negara ini aman," Mahfud menandasi.
Advertisement
Bunyi Pasal
Sebagai informasi, Dalam naskah RKUHP terbaru per 30 November 2022, ketentuan pidana terkait ada dalam pasal 218 yang berisi ada dua ayat
Pada ayat (1) berbunyi: "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV".
Pada ayat (2) berbunyi: "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri."