OPINI: Kinerja Instansi dalam Menggunakan APBN 2022

Beberapa pengelola anggaran juga belum memiliki kompetensi yang standar. Bahkan ada petugas instansi yang merasa pengelolaan anggarannya hanya sebagai tugas sampingan.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Des 2022, 05:31 WIB
Melihat dari manfaat APBN, belanja pemerintah melalui instansi harus bisa lebih baik lagi.

Liputan6.com, Jakarta Nilai APBN tahun 2022 sebesar Rp3.106,4 triliun. Sebagian di antaranya sebesar Rp2.301,6 T merupakan Belanja Pemerintah Pusat dan sisanya untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Belanja Pemerintah Pusat yang dikelola Kementerian/Lembaga Negara antara lain adalah Belanja Pegawai Rp426,5 T , Belanja Barang Rp339,7 T, Belanja Modal 199,2 T, dan Belanja Bantuan Sosial 147,4 T.

Keempat jenis belanja tersebut berjumlah Rp1.112,8 T atau setara dengan 48,35% dari Belanja Pemerintah Pusat. Dana sebesar Rp1.112,8 T tersebut dikelola oleh Kementerian/Lembaga Negara (K/L) dari tingkat pusat sampai di daerah pada kantor vertikalnya ataupun sebagai data dekonsentrasi dan tugas pembantuan pada pemerintah daerah.

Tahun 2022, Kementerian Keuangan d.h.i Direktorat Jenderal Perbendaharaan kembali membuat formula untuk menilai kinerja pelaksanaan anggaran khususnya untuk pengelolaan keempat jenis belanja tersebut.

Bobot Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) dengan nilai tertinggi adalah capaian output dengan bobot 25% dan penyerapan anggaran dengan bobot 20%. Lima indikator lainnya berbobot 10% dan satu indikator dengan bobot 5%.

Dari pembobootan ini terlihat bagaimana Kemenkeu menginginkan APBN yang merupakan #UangKita dapat efektif meraih hasil dan penggunaan anggaran yang optimal.

Tidak semata-mata menghemat anggaran, namun mengoptimalkan juga pencairannya. Karena dana APBN yang cair dapat menggerakan perekonomian rakyat.

Kinerja pelaksanaan anggaran dapat dikatakan membaik seiring dengan makin banyaknya instansi pengguna APBN yang sadar akan penilaian ini, baik sekadar untuk memenuhi target penilaian maupun yang memahami maksud dari masing-masing indikator.

Penghargaan yang diraih dari penilaian IKPA juga telah diperhitungkan sebagai kinerja manajemen satuan kerja (satker) atau instansi. Penghargaan yang sangat bermanfaat bagi upaya meraih penghargaan lainnya seperti predikat Wilayah Bebas dari Korupsi serta Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani.

Kalau kita Kembali ke bobot penilaian, ada tujuan pemerintah untuk mendorong penyerapan anggaran dan pencapaian outputnya. Pemerintah menginginkan value for money yang lebih baik. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam arahannya di akhir athun 2021 menegaskan bahwa pelaksanaan APBN tahun 2022 fokus ke kualitas belanja.

Semakin awal belanja yang dilakukan, maka semakin cepat manfaat yang didapat dari barang yang dibeli atau kegiatan yang dilaksanakan. Misalnya saja pencairan anggaran untuk pengadaan alat pertanian untuk dibagikan kepada para petani.

Tidak semata-mata menghemat anggaran, namun mengoptimalkan juga pencairannya. Karena dana APBN yang cair dapat menggerakan perekonomian rakyat.

Kinerja pelaksanaan anggaran dapat dikatakan membaik seiring dengan makin banyaknya instansi pengguna APBN yang sadar akan penilaian ini, baik sekadar untuk memenuhi target penilaian maupun yang memahami maksud dari masing-masing indikator.

Penghargaan yang diraih dari penilaian IKPA juga telah diperhitungkan sebagai kinerja manajemen satuan kerja (satker) atau instansi. Penghargaan yang sangat bermanfaat bagi upaya meraih penghargaan lainnya seperti predikat Wilayah Bebas dari Korupsi serta Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani.

Kalau kita Kembali ke bobot penilaian, ada tujuan pemerintah untuk mendorong penyerapan anggaran dan pencapaian outputnya. Pemerintah menginginkan value for money yang lebih baik. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam arahannya di akhir athun 2021 menegaskan bahwa pelaksanaan APBN tahun 2022 fokus ke kualitas belanja.

Semakin awal belanja yang dilakukan, maka semakin cepat manfaat yang didapat dari barang yang dibeli atau kegiatan yang dilaksanakan. Misalnya saja pencairan anggaran untuk pengadaan alat pertanian untuk dibagikan kepada para petani.

Realisasi Belanja Instansi Pemerintah Atas APBN 2022

Dalam pelaksanaan anggaran di lapangan terdapat beberapa kendala yang ditemui. Ada tiga faktor penyebab kendala yang ditemui, yaitu perencanaan yang kurang optimal, munculnya kebijakan baru, dan komitmen pelaksana anggaran belum maksimal.


Perencanaan yang Kurang Optimal

Kegiatan yang direncanakan dan tertuang dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) ternyata tidak semuanya dapat langsung dilaksanakan. Terbitnya petunjuk teknis/pelaksanaan (juklak/juknis) dari kementerian masih harus ditunggu.

Padahal untuk masuk dalam DIPA sudah diperlukan berbagai kelengkapan persyaratan seperti kerangka acuan kerja dan rincian anggaran biaya. Namun demikian instansi yang mengeksekusi masih memerlukan waktu satu sampai dua bulan untuk mendapatkan juknis. Seharusnya DIPA diterbitkan sudah bersamaan dengan juknisnya agar jeda pelaksanaan awal tahun bisa dipangkas.

Proses perencanaan DIPA 2022 dilakukan sejak awal 2021, memiliki risiko ketidaksesuaian pada saat pelaksanaanya. Beberapa proyek perbaikan/pemeliharaan infrastruktuk seperti jalan, mengalami perubahan kebutuhan dalam pelaksanaannya.

Misalnya direncanakan perbaikan kerusakan jalan sepanjang 5 km, namun dalam pelaksanaannya perbaikan memerlukan 7 km termasuk jembatan kecil yang vital. Perbaikan jembatan yang rusak di musim hujan akhir tahun itu ternyata harus menjadi prioritas perbaikan dengan pos pendanaan yang berbeda. Penyesuaian ini memerlukan waktu yang cukup lama baik penyediaan dananya maupun persetujuan revisinya. Penggunaan dana yang ada seharusnya lebih fleksibel dengan prosedur revisi pergeseran anggaran yang singkat. Penambahan dana dapat dilaksanakan belakangan setelah ada dana yang tersedia.


Munculnya Kebijakan Baru

Terlambatnya pengadaan dan pelaksanaan kegiatan juga menjadi semakin terkendala dengan terbitnya aturan-aturan baru. Beberapa kebijakan pemerintah tahun ini yang mempengaruhi kegiatan antara lain adalah dihentikannya kebijakan PPN-BM yang ditanggung pemerintah untuk pengadaan kendaraan, kenaikan tarif PPN, penyesuaian hargan BBM, penerapan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), dan sebagainya.

Beberapa kementerian telah memasukan minimal persentase TKDN dalam spesifikasi teknis dalam kebijakannya. Kebijakan tersebut ternyata bisa menjadi kendala dalam proses pengadaan karena terbatasnya produk yang sesuai.

Di sisi lain, permintaan terhadap produk yang sama juga meningkat karena kebijakan sehingga barang baru tersedia dan bisa didapat setelah melewati tahun anggaran. Ini misalnya terjadi dalam proses pengadaan peralatan teknologi informasi.

Kondisi ini menjadi permasalahan tersendiri sehingga mengundur waktu baik untuk konsultasi maupun dispensasi ke kementeriannya. Kesempatan pertama kegiatan/pengadaan seharusnya dapat dimanfaatkan sebelum adanya kebijakan baru yang memerlukan penyesuaian. Selain itu, kebijakan yang ditetapkan seyogyanya memiliki rencana alternatif apabila menemui jalan buntu.

Beberapa kebijakan kecil juga bisa menjadi kendala dalam proses pengadaan. Misalnya saja desain seragam olah raga atau seragam harian suatu instansi. Menunggu selesainya desain, artinya juga menunggu pembelanjaan uang APBN kepada vendor termasuk yang kelasnya kecil.

Kebijakan dalam ruang lingkup yang kecil ini bisa terjadi di banyak instansi sehingga apabila dijumlahkan nilainya sangat signifikan untuk para pengusaha kecil. Kebijakan dalam spesifikasi ini sebaiknya telah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan atau di awal tahun anggaran. Membelanjakan di awal tahun ke penyedia dengan kelas usaha kecil membuat peran APBN semakin terasa untuk penggerak perekonomian rakyat.


Komitmen Pelaksana Anggaran Belum Maksimal

Komitmen pelaksana anggaran juga merupakan suatu pokok permasalahan dalam penyerapan dan pencapaian output dari APBN. Apapun kendala yang dihadapi, dengan selalu memberi prioritas bagi pelaksanaan APBN yang baik maka nilai maksimal kinerja pelaksanaan anggaran juga dapat diraih dengan maksimal.

Beberapa instansi tidak memiliki petugas dengan pandangan yang baik. Pelaksanaan anggaran hanya dianggap permasalahan di ranah keuangan instansi. Padahal cairnya anggaran dan terlaksananya kegiatan merupakan komitmen dan kontribusi dari semua pihak dalam satu unit instansi.

Beberapa pengelola anggaran juga belum memiliki kompetensi yang standar. Bahkan ada petugas instansi yang merasa pengelolaan anggarannya hanya sebagai tugas sampingan.

Kesadaran petugas pengelola keuangan dan pihak-pihak pada instansi harus ditingkatkan. APBN merupakan alat untuk mencapai visi dan misi dari setiap unit instansi sehingga pengelolaannya juga merupakan bagian dari strategi instansi.


APBN Sebagai Alat Pemerintah

APBN berfungsi sebagai tangan pemerintah untuk dapat mempengaruhi perekonomian. Dalam situasi krisis, APBN telah nyata memberi kontribusinya bagi perekonomian rakyat. Kontribusi APBN dalam bantuan sosial dan Penanganan Covid - Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) adalah di antaranya. Belanja pemerintah yang besar juga ditujukan untuk menggerakan perekonomian rakyat.

Pada akhirnya belanja instansi akan mendekati 100%. Namun belanja instansi di akhir tahun juga sudah diwarnai kenaikan harga yang disebabkan inflasi. Belanja instansi akhir tahun tidak seefisien apabila dilaksanakan awal tahun.

Melihat dari manfaat APBN, belanja pemerintah melalui instansi harus bisa lebih baik lagi. Lebih awal pembelanjaan dilaksanakan maka lebih awal pula gerak ekonomi rakyat akan berjalan. Belanja APBN lebih dari 22.000 instansi di seluruh Indonesia tidak bisa dianggap sepele untuk kesejahteraan rakyat.

 

Penulis:

Henryco S P Marpaung, S.E.

Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal – Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Pangkalpinang

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya