Liputan6.com, Jakarta Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan neraca perdagangan Indonesia pada November 2022 kembali mencatat surplus USD 5,16 miliar. Kinerja positif tersebut melanjutkan surplus neraca perdagangan Indonesia sejak Mei 2020, dimana pada Oktober 2022 mencatat surplus USD 5,59 miliar.
Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada Januari-November 2022 secara keseluruhan mencatat surplus USD 50,59 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun 2021 sebesar USD 34,41 miliar.
Advertisement
Bank Indonesia dalam keterangannya, Jumat (16/12/202), memandang surplus neraca perdagangan tersebut berkontribusi positif menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas kebijakan guna semakin meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Surplus neraca perdagangan November 2022 bersumber dari berlanjutnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan defisit neraca perdagangan migas. Pada November 2022, surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat USD 6,83 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya sebesar USD 7,67 miliar.
Perkembangan tersebut didukung oleh tetap kuatnya kinerja ekspor nonmigas, yang tercatat sebesar USD 22,99 miliar. Tetapi kuatnya kinerja ekspor nonmigas terutama bersumber dari ekspor produk manufaktur, seperti logam mulia dan perhiasan, serta pakaian dan aksesorinya, yang tercatat meningkat.
Selain itu, ekspor komoditas berbasis sumber daya alam, seperti CPO, bahan bakar mineral termasuk batubara tetap terjaga, didukung oleh penguatan kebijakan Pemerintah dan harga komoditas global yang masih tinggi.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap tinggi dan menjadi kontributor utama terhadap total ekspor Indonesia. Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas tercatat menurun dari USD 2,08 miliar pada Oktober 2022 menjadi USD 1,67 miliar pada November 2022, seiring dengan penurunan impor migas yang lebih dalam dibandingkan ekspor migas.
Saatnya Indonesia Andalkan Manufaktur
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerukan pentingnya pengembangan industri manufaktur di Indonesia, karena akan mendorong manfaat besar seperti penciptaan lapangan pekerjaan formal dengan tenaga kerja yang berkualitas tinggi dan upah yang lebih baik.
"Sejauh ini perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor informal, khususnya sektor perdagangan, hal ini menyulitkan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Sri Mulyani, dalam acara peluncuran laporan Prospek Ekonomi Indonesia (IEP) edisi Desember 2022 di Energy Building, Jakarta Kamis (15/12/2022).
Menkeu mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia dalam 30 bulan terakhir mampu mencatat surplus hingga USD 44 miliar. Surplus itu sebagian besar diperoleh dari ekspor komoditas SDA mentah akibat ledakan harga komoditas global.
"Surplus perdagangan ini terdukung karena sebagian besar bahan mentahnya telah diproses dan menimbulkan nilai yang lebih tinggi untuk perdagangan kita," ungkapnya.
Dikatakan manufaktur sebenarnya adalah transformasi perekonomian Indonesia. Tidak hanya nilai tambah yang lebih sehat dan lebih baik, dalam hal tenaga kerja, tetapi juga modal.
Namun Sri Mulyani juga mengakui, menciptakan lingkungan industri di mana sektor manufaktur bisa berkembang bukanlah tugas yang mudah. “Ini bukan hanya soal lahan, di mana kita bisa membangun komplek industri itu. Indonesia mengembangkan industri kompleks yang banyak diberikan oleh banyak insentif fiskal, pajak, tarifnya, dan mudah diekspor dengan hambatan administratif yang tidak besar," pungkas Sri Mulyani.
Menurut dia, ada beberapa hal yang harus Indonesia siapkan agar memiliki ekosistem yang baik dalam pengembangan manufaktur. Pertama, Indonesia harus memiliki infrastruktur memadai yang menopang distribusi atau hasil produksi bisa sampai ke pasar.
“Infrastruktur yang baik bisa memberikan ketahanan ekonomi, tetapi itu juga syarat bagi kita untuk bisa menyediakan ekosistem industri yang baik,” jelas dia Sri Mulyani.
Kedua, reformasi kebijakan sehingga bisa menghasilkan birokrasi yang baik. Bila ini dilakukan bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sehingga Indonesia memiliki tenaga kerja yang lebih produktif.
Kemudian terkait penyederhanaan peraturan dan kebijakan yang oleh pemerintah dituangkan melalui pengesahan Undang Undang Cipta Kerja demi bisa menambah daya tarik untuk investasi di Indonesia.
Advertisement