Liputan6.com, Jakarta - Argentina vs Prancis di Lusail Iconic Stadium, Minggu (18/12/2022) jadi final ideal pada Piala Dunia 2022. Kedua raksasa melangkah ke laga puncak usai sukses menaklukkan kuda hitam yang coba menjegal.
Takdir kembali membawa sosok dari Rosario ke sana. Lahir pada 24 Juni 1987, Lionel Messi sudah mencapai fase serupa delapan tahun lalu.
Ketika itu dia berada di titik awal periode sulit kariernya pada pentas internasional. Ya, hasil 0-1 dari Jerman di partai pamungkas Piala Dunia 2014 menjadi pembuka tiga kekalahan beruntun Messi di final.
Baca Juga
Advertisement
Setelahnya dia juga tumbang dari Chile di partai pamungkas Copa America 2015 dan 2016. Total Messi takluk empat kali di final turnamen besar, setelah juga menyerah di final Copa America 2007.
Rangkaian kekecewaan tersebut sempat membuat Messi patah hati. Dia memutuskan gantung sepatu dari panggung internasional pada 2016.
Suporter Negeri Tango menangis dan membujuknya agar terus berkarya. Mauricio Macri, yang menjabat presiden Argentina kala itu, dan Wali Kota Buenos Aires Horacio Rodriguez ikut memohon. Messi pun menjawab panggilan tersebutu dan kembali memenuhi panggilan tugas membela negara.
Namun, Messi dan Argentina kesulitan mempertahankan performa terbaik. Petaka 2018 adalah buktinya. Argentina hancur lebur di Rusia empat tahun lalu. Mereka hanya mengoleksi satu poin dari dua pertandingan awal grup.
Argentina baru memastikan tempat di babak gugur usai menaklukkan Nigeria 2-1 pada partai pamungkas, diraih berkat gol menit ke-86 dari Marcos Rojo. Dalam kondisi terpincang, mereka dihancurkan Prancis 3-4 pada perdelapan final.
Skor memang terlihat tipis. Tapi kenyataannya Argentina tidak kuasa meredam gempuran Prancis.
Tumpas Keraguan
Berkaca dari peristiwa itu, maka tidak ada yang menyangka Messi bisa kembali berada di titik ini. Namun, kedatangan Lionel Scaloni di kursi pelatih mengembalikan fokus Argentina.
Dia perlahan memoles tim menjadi kekuatan menakutkan. Setelah ditaklukkan Brasil pada semifinal Copa America 2019, Argentina dibawanya tak terkalahkan dalam 36 pertandingan
Laju tersebut berbuat peringkat tiga Copa America 2019, tiket ke Piala Dunia 2022, plus titel Copa America 2021. Messi pun merasakan gelar internasional pertama di level senior, sesuatu yang kurang di CV-nya dan membuat banyak orang enggan menyandingkannya dengan para legenda seperti Pele atau Diego Maradona. Lewat Copa America 2021, Messi juga menuntaskan paceklik gelar 28 tahun yang dirasakan Argentina.
Meski begitu, keraguan tetap muncul. La Albiceleste nyaris tersisih cepat di Qatar. Kekalahan melawan Arab Saudi pada pertandingan pertama Grup C membuat mereka tidak boleh terpeleset pada laga selanjutnya kontra Meksiko.
Namun, tidak seperti empat tahun lalu, kondisi sulit tersebut jadi pelecut Argentina. Messi dan Scaloni pun menyebut hasil tersebut memainkan peran penting terhadap laju Argentina ke final Piala Dunia Qatar.
"Pertandingan pertama Piala Dunia merupakan pukulan telak bagi kami semua. Kami tidak berpikir akan kalah, jadi untuk memulai seperti itu adalah ujian yang berat," ujar Messi dikutip FourFourTwo.
"Tapi skuat ini membuktikan kekuatan. Setelah itu setiap pertandingan adalah final. Kami telah memainkan lima final dan untungnya kami dapat memenangkan seluruhnya. Saya harap hal serupa juga di laga terakhir."
"Kami tahu kemampuan sendiri. Kami kalah di partai pertama, tetapi hasil itu benar-benar membantu kami menjadi lebih kuat dan berkembang secara internal," jelasnya.
Advertisement
Klaim Status GOAT
Buah hati dari Jorge dan Celia Cuccittini, Messi kecil memiliki gairah besar terhadap sepak bola seperti anak-anak Argentina lainnya. Namun, perjalanannya menjadi pemain profesional sempat terancam setelah didiagnosa kekurangan hormon pertumbuhan di usia 10 tahun.
Newell's Old Boys dan River Plate menolak memberinya kesempatan. Keluarga Messi lalu menghubungi kerabat yang tinggal di Catalunya untuk mengatur seleksi di Barcelona.
Talenta Messi menarik perhatian Charly Rexach, direktur Barcelona saat itu. Dia mengikat Messi lewat kontrak yang ditandatangani di serbet makan. Barcelona pun sepakat membayar biaya pengobatan penyakit yang diderita La Pulga.
Messi masuk La Masia, akademi tenar Barcelona. Di sana kemampuannya terus terasah, terutama berkat arahan Pep Guardiola. Nyaris seluruh kehormatan yang tersedia sudah pernah dimenangkan Messi, termasuk rentetan rekor yang mengiringi penampilannya.
Berbagai prestasi tersebut muncul di tengah rivalitas dengan Cristiano Ronaldo. Keduanya saling memacu sama lain untuk memberikan lebih di lapangan. Messi dan Ronaldo juga bergantian berbagi titel pemain terbaik dunia. Kedudukan saat ini Messi memiliki tujuh berbanding lima punya Ronaldo.
Namun, Ronaldo memimpin dalam hal koleksi gelar Liga Champions, top skor Liga Champions, plus top skor laga internasional. Perdebatan siapa GOAT (greatest of all time) di antara mereka kemungkinan tidak bakal selesai, sampai akhirnya Messi masuk final Piala Dunia 2022.
Di partai nanti Messi berkesempatan menuntaskan sengketa tersebut, membawa pulang trofi yang belum ada di CV-nya, sekaligus mengklaim status GOAT. Apakah memang takdirnya demikian? Atau justru semesta tidak bakal mendukung Messi karena kehadiran pemuda lain?
Mbappe Ikuti Jejak Pele
Kylian Mbappe muncul di panggung sepak bola sebagai remaja berbakat. Ketajaman di usia dini bahkan melampaui torehan Messi, Ronaldo, atau penyerang-penyerang kelas dunia lainnya saat mereka serumuran dengannya.
Mbappe juga sudah menguasai Piala Dunia empat tahun lalu di Rusia. Ketika itu umurnya baru 19 tahun.
Prestasi ini mengingatkan akan Pele yang memenangkan Piala Dunia di usia 17 tahun. Legenda Brasil itu lalu merebut gelar keduanya pada edisi selanjutnya pada 1962. Total Pele mengoleksi tiga trofi Piala Dunia, terbanyak di antara seluruh pemain yang ada.
Seperti Pele, Mbappe berusaha merebut gelar Piala Dunia secara beruntun. Dibantu skuat berlimpah kualitas Prancis, dia turut berpeluang menyamai torehan Pele dalam kariernya yang masih panjang.
“Bagi saya, yang terbaik itu Kylian. Saya yakin dia membuktikan di pertandingan selanjutnya melawan Argentina,” kata gelandang Prancis Aurelien Tchouameni.
Di Lusail Iconic Stadium Ahad nanti, Mbappe bakal bertarung melawan Messi memperebutkan trofi idaman pesepak bola. Lalu, takdir siapa yang terpenuhi?
Advertisement