Liputan6.com, Jakarta Pembahasan terkait co-parenting menjadi ramai dibicarakan usai pebisnis dan selebriti Instagram Rachel Vennya mengangkatnya ke publik. Rachel Vennya mengaku jalani co-parenting merupakan hal yang sulit.
"Co-parenting itu sulit. Aku mencoba bijak, cuma mungkin kali ini aku sedih banget, banget, banget aja, birthdays always important to me, jadi ga mungkin aku lewatin birthday abang karena hal yang cuma-cuma," kata Rachel Vennya melalui Instagram Story ditulis Jumat, (16/12/2022).
Advertisement
Unggahan itu dibuat oleh Rachel Vennya saat berhalangan untuk merayakan ulang tahun anak pertamanya Xabiru. Ia sempat berpesan pada mantan suaminya Niko Al Hakim (Okin) untuk tidak memberikan kejutan untuk Xabiru tanpa dirinya.
Namun, Okin ternyata telah memberikan kejutan lebih dulu tanpa Rachel Vennya. Merasa kesal, Rachel Vennya pun mengunggah potongan pesan yang dikirimkan pada Okin, yang tak lama dihapus kembali olehnya.
"Semoga ga ada lagi kayak gini, dan semoga juga aku juga bisa lebih bijak, kadang aku juga kalo lagi capek, stres, aku jadi buta dengan emosi, jadi aku minta maaf. Maaf ya," kata Rachel Vennya selang beberapa waktu.
Mengutip laman PsychCentral, co-parenting merupakan istilah ketika orangtua memutuskan untuk berfokus merawat dan membesarkan anak yang biasa dilakukan usai bercerai atau berpisah.
Pasca perceraian, anak-anak perlu menyesuaikan diri dengan perubahan yang sangat signifikan. Untuk dapat membuat proses penyesuaian tersebut berjalan dengan lancar, kedua orangtua yang terlibat harus sama-sama kompak. Hal inilah yang dianggap menjadi salah satu kesulitan dari menjalani co-parenting.
Harus Pentingkan Kesejahteraan Anak Meski Orangtua Ada Konflik
Kekompakan orangtua saat menjalani co-parenting dinilai sangat penting untuk kesejahteraan emosional dan sosial anak kedepannya, terutama saat masih berada pada masa transisi dari pernikahan ke perceraian.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal frontiers in Psychology berjudul Healing the Separation in High-Conflict Post-divorce Co-parenting pun pernah membahas apa saja yang perlu dilakukan orangtua saat memilih untuk menjalani co-parenting usai bercerai.
Salah satunya adalah kedua belah pihak harus mementingkan peranan sebagai orangtua dalam kehidupan anak. Dengan begitu, keduanya harus saling berinvestasi dalam kepentingan terbaik bagi anak dan mengesampingkan konflik yang terjadi antara keduanya.
Konflik-konflik yang terjadi pada orangtua, apapun itu, sebaiknya diselesaikan hanya berdua dan tidak membuat anak menjadi korban. Studi lain yang dipublikasikan dalam SAGE Journals pun menyarankan kedua belah pihak masih harus tetap mempunyai rasa menghormati satu sama lain.
Menghormati satu sama lain termasuk untuk tidak saling menjelek-jelekan pasangan atas apapun masalah yang pernah terjadi sebelumnya diantaranya Anda dan mantan pasangan.
Advertisement
Kooperatif dan Saling Menghormati
Saat menjalani co-parenting, orangtua juga butuh untuk berhati-hati dalam menetapkan batas pengasuhan bersama tersebut. Dalam hal ini, orangtua perlu kooperatif dan saling menghormati untuk dapat meredakan ketegangan dari perceraian pada anak.
Menurut para peneliti, tidak bijak jika anak harus menyadari adanya permusuhan yang terjadi pada orangtuanya. Sehingga untuk mencapai itu, dibutuhkan komunikasi yang efektif diantara keduanya.
Di sisi lain, pembicaraan tentang perceraian sendiri bisa menjadi salah satu percakapan paling sulit yang dilakukan dengan anak. Terutama saat anak belum memahami konsep perceraian.
Berkaitan dengan hal tersebut, penting bagi orangtua untuk merencanakan cara yang tepat saat hendak memberi tahu. Menurut pemaparan dalam Psychology Today, anak-anak kemungkinan besar akan mengingat jelas percakapan tersebut, apa yang Anda katakan, kapan, dan dimana mereka mendengarnya.
Sehingga akan lebih baik jika kedua orangtua bisa bekerja sama untuk memutuskan bagaimana cara memberi tahu anak-anak mereka tentang perceraian.
Membicarakan Soal Perceraian pada Anak
Psikolog klinis Ann Gold Buscho mengungkapkan bahwa penting untuk melakukan percakapan soal perceraian bersama-sama pada anak. Hal tersebut dianggap dapat lebih meyakinkan anak bahwa orangtuanya punya komitmen untuk menjaga mereka.
"Ini mungkin sulit, tetapi ini membuat anak Anda tahu bahwa kalian berdua sudah berkomitmen untuk bekerja sama sebagai orangtua mereka. Penting juga agar anak mendengar berita ini pada waktu yang sama dari ayah dan ibu mereka, bukan dari saudara atau orang lain lebih dulu," ujar Ann mengutip Psychology Today.
Dalam percakapan tersebut, orangtua pun diminta untuk tidak mengembangkan narasi apapun yang menyalahkan satu sama lain. Meskipun jika Anda ingin anak-anak mengetahui realita yang sebenarnya.
"Anda mungkin merasa bahwa Anda ingin anak-anak tahu kebenaran. Ibu atau ayahnya berselingkuh, misalnya. Tapi ini akan menyebabkan anak merasa terjebak dan punya masalah pada kesetiaan nantinya," kata Ann.
Jadi upayakanlah narasi yang positif saat hendak memberi tahu pada anak soal perceraian.
Advertisement