Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menyelisik aliran suap yang diterima Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (SPTS) ke Partai Golkar.
Sahat yang merupakan politikus senior Golkar ini dijerat dalam kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jatim.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut, aliran suap ke Golkar kemungkinan diselisik usai berkas penyidikan Sahat rampung. Johanis menyebut untuk sementara waktu pihaknya fokus menyeret Sahat ke persidangan.
Baca Juga
Advertisement
"Terkait STPS, wakil ketua DPRD sekaligus sebagai pengurus partai, itu kita belum sampai ke sana, kita fokus, seperti yang saya katakan tadi, kita fokus dulu di sini, nanti melihat perkembangan selanjutnya bagaimana," ujar Johanis dalam keterangannya, Jumat (16/12/2022).
Menurut Johanis, bila nantinya dalam perkembangan penyidikan terhadap Sahat ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dana mengalir ke Partai Golkar, maka akan ditindaklanjuti oleh tim penyidik.
Dia menyebut, fokus tim penyidik menyeret Sahat ke persidangan lantaran masa penahanan terhadap tersangka memiliki batas waktu.
"Kalau memang toh ada berkaitan, tentunya kapan saja masih bisa diangkat. Itulah saya katakan tadi, dalam penyidikan ini ada batas waktu. Nanti kalau batas waktu kita lewatkan, para tersangka nanti lepas demi hukum. Kita kurang pas lah kalau kemudain kita terlalu fokus ke yang lain, sementara ini terabaikan. Yang di depan mata terabaikan," kata Johanis Tanak.
Tetapkan 4 Tersangka
KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jatim.
Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanah menyebut, penetapan mereka sebagai tersangka sudah diawali dengan pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana yang mereka lakukan.
"KPK kemudian melakukan penyelidikan dalam upaya menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup, maka penyidik menetapkan sebanyak empat orang sebagai tersangka," ujar Johanis dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) dini hari.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan KPK.
Advertisement
Suap Dana Hibah Jatim
Johanis menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim.
Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.
Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.
Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.
Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.
Serahkan Uang Rp1 Miliar
Realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa ke Surabaya.
Eeng pun menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat di salah satu mal di Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.
Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).
"Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Tersangka STPS (Sahat) telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar," kata Johanis.
Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan Eeng sebagai penyusp disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Sahat dan Rusdi sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Advertisement