Liputan6.com, Jakarta - Sunan Kalijaga merupakan salah seorang tokoh walisongo yang dikenal sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Sunan Kalijaga wafat pada tanggal 10 Muharram/Suro tahun 1513 merupakan tahun saka jawa atau sekitar 17 oktober tahun 1592 Masehi.
Baca Juga
6 Pondok Pesantren Besar Pendidikan Terbaik di Cilacap, Gratis dan Berbiaya Murah
Kisah Youssouf Fofana, Pengantar Pizza Muslim yang Menjelma Jadi Gelandang Tangguh Prancis di Piala Dunia 2022
Kisah Youssouf Fofana, Pengantar Pizza Muslim yang Menjelma Jadi Gelandang Tangguh Prancis di Piala Dunia 2022
Advertisement
Haul Sunan Kalijaga diperingati setiap tanggal 10 Muharram oleh masyarakat di Kadilangu Demak) dan dilanjutkan Sunan Hadi sebagai pemimpin Kadilangu, pada tahun 1601 M.
Gelarnya berubah menjadi Panembahan Hadi, (karena gelar Sunan digunakan Sunan Hanyokrowati sebagai Raja Mataram) sampai dengan keturunan sekarang Trah Panembahan Widjil di Kadilangu Demak.
Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Menurut cerita, sebelum menjadi walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan hasil bumi kerajaannya. Ia merampok orang-orang yang kaya kemudian hasil curiannya ia bagikan kepada fakir miskin.
Saksikan Video Pilihan ini:
Menjadi Murid Sunan Bonang
Suatu hari, saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Ia melihat itu bukanlah tongkat biasa, melainkan tongkat yang terbuat dari emas, ia pun merampasnya
Kemudian berkata kepada Sunan Bonang bahwa hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu dan menasihati Raden Said bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal yang buruk.]
Lalu, Sunan Bonang pun menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang.
Karena hal tersebut, Raden Said memutuskan untuk menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya.
Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang.
Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu, ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.
Advertisement
Startegi Dakwah yang Digunakan
Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang.
Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Namun, cerita ini banyak diragukan oleh para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan bertentangan dengan ilmu syariat.
Diketahui Sunan Kalijaga mempunyai pola dakwah yang sama dengan guru sekaligus sahabat dekatnya, yaitu Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia pun berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap, mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang.
Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul.
Beliau juga penggagas baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Ratu"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Penulis : Putry Damayanty