Cerita Akhir Pekan: Strategi Promotor Tekan Produksi Sampah Saat Gelar Event

Para promotor maupun penyelenggara acara sudah banyak menyewa jasa waste management untuk mengelola sampah saat menggelar event.

oleh Henry diperbarui 17 Des 2022, 12:22 WIB
Penonton antre memasuki gerbang konser Dream Perfect Regime (DPR) di Jakarta, Selasa (6/12/2022). Dream Perfect Regime atau biasa dikenal dengan DPR adalah label musik dan video independen multi-genre yang dibentuk pada akhir tahun 2015. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Masalah sampah terkadang menjadi hal yang menyebalkan yang terjadi pada saat konser musik atau festival kuliner.  Meskipun sudah ada tanda-tanda pemberitahuan di area konser dan festival, tapi seringnya penonton atau pengunjung tak mengindahkannya. Alhasil, sampah yang tercecer membuat keindahan festival jadi tercemar dan akhirnya membuat imej dari konser atau festival itu sendiri jadi tak harum.

Meski begitu, sebagian promotor maupun penyelenggara sudah mulai menyadari pentingnya pengelolaan sampah saat menggelar event. Menurut promotor musik Dino Hamid yang juga Ketua Umum Aosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), belakangan ini sejumlah promotor sudah mulai melakukan penanganan khusus untuk mengurus sampah, seperti dengan menyewa jasa waste management.

"Jadi sekarang kan sudah banyak waste management atau usaha jasa pengelola sampah. Sebagian promotor sudah mulai memakai jasa mereka buat mengurus masalah tiap kali mereka menggelar konser," ucap Dino Hamid pada Liputan6.com, Jumat, 16 Desember 2022.

"Dengan menyewa jasa waste management, ini menunjukkan mereka sudah mulai peduli pada masalah pengelolaan sampah. Jadi bukan sekadar mengumpulkan sampah dan tempat konser musik terlihat bersih, tapi juga peduli pada pengelolaan sampah setelah menggelar acara," sambungnya,

Dino menambahkan, dari beberapa acara konser yang baru saja digelar, ada yang sudah menyewa jasa waste management dan melakukan proses daur ulang selama acara tersebut berlangsung. Salah satiu contohnya adalah Birukan Langit Indonesia Festival (BLIF) yang berlangsung di Istora Senayan, Jakarta pada Agustus lalu.

Sampah organik dan anorganik tersebut tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), melainkan langsung diolah atau didaur ulang. Sampah-sampah tersebut dikelola di sudut khusus di acara tersebut untuk dipilah dan didaur ulang bersama mitra bank sampah sehingga tidak ada satu pun sampah yang terbuang ke TPA Bantargebang.

Menurut Creator and Founder New Live Entertainment ini, semakin tumbuhnya kesadaran akan kebersihan lingkungan terutama mengenai masalah sampah, membuat sejumlah promotor mulai menyadari kalau penanganan masalah termasuk prioritas utama dalam membuat sebuah event.  Di masa pandemi seperti sekarang ini, tentunya unsur CHSE dalam menggelar acara harus diutamakan.

"Masalah sampah ini kan termasuk dalam unsur CHSE, harus menjaga kebersihan dan keberlanjutan atau sustainability, makanya penting untuk menjadikan pengelolaan sampah sebagai prioritas karena bisa berpengaruh pada kesuksesan sebuah acara," kata Dino. Di sisi lain, menyewa jasa wasta management tentu butuh anggaran tambahan bagi promotor atau penyelenggara acara, hal ini tentunya menimbulkan pandangan berbeda dari tiap promotor.

Dino mengakui, belum tentu semua promotor bersedia menyediakan anggaran lebih untuk mengurus masalah sampah apalagi sampai menyewa jasa pihak lain hanya untuk menangani soal sampah.  Namun dari keberhasilan atau kesan positif terhadap para promotor yang rela menyewa jasa waste management yang tentunya bisa meningkatkan reputasi baik mereka, bisa saja jadi pertimbangan promotor lainnya untuk melakukan hal serupa.


Perilaku Penonton

Potret sampah jas hujan yang berserakan di akhir konser HITC Jakarta. (Sumber: Twitter/cudble)

"Kebetulan bulan Januari nanti APMI akan bikin kongres dan saya sudah menyiapkan pembahasan khusus mengenai pengelolaan sampah ini pada para promotor lain. Nanti kita lihat apakah bakal banyak yang mendukung, apakah mereka rela keluarkan anggaran lebih untuk mengurus masalah sampah ini," ujar Dino.

Mengenai perilaku penonton konser soal membuang sampah, Dino mengatakan hal itu sangat bergantung pada konsep atau pendekatan pihak panitia dalam menangani sampah. Dengan menyediakan tenaga khusus dan usaha ekstra untuk mengurus sampah maka kebersihan di tempat konser bisa lebih terjamin.

"Penyelenggara harus lebih aktif termasuk mengingatkan pengunjung atau penonton untuk membuang sampah pada tempatnya. Penonton kia itu biasanya tergantung bagaimana panitianya dalam menangani sampah. Kalau kita tertib dan konsisten, biasanya penontonnya juga akan mengikuti," terang Dino.

Salah satu perusahaan waste management atau startup yang disewa jasanya oleh para promotor musik adalah Rekosistem. Perusahaan startup cleantech ini menawarkan jasa pengelolaan sampah baik itu dari pengumpulan, pemilahan atau pun pengolahan sampah tersebut untuk bisa didaur ulang,

Kehadiran startup pengolahan sampah yang berbasis aplikasi itu karena adanya kekhawatiran masalah sampah di Indonesia. Lewat aplikasinya, Rekosistem mendorong peningkatan pengolahan sampah daur ulang untuk mengurangi jumlah sampah yang berakhir pada TPA.

"Targetnya kita adalah lingkungan kita saat ini, masyarakat kita. Saat ini yang ingin kita dorong untuk memulai pola hidup ramah lingkungan atau yang bertanggung jawab, dimulai dari mengelola sampahnya," jelas CEO sekaligus Co-Founder Rekosistem Ernest Layman, saat ditemui di sebuah acara di Senopati, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2022.

Selain mengeloa sampah rumah tangga dan perusahaan, mereka juga mulai mendapat klien para penyelenggara atau promotor acara musik.  Menurut Ernest, jumlah tim yang diturunkan saat mengeloa sampah di sebuah acara bergantung pada permintaan panitia. Ada yang hanya meminta untuk mengumpulkan sampah saja, dan ada juga yang meminta lebih seperti melakukan proses daur ulang secara langsung di tempat tersebut.

 


Cukup 2 Jenis Tempat Sampah

(c) Dropbox Rekosistem

"Kalau daur ulang ini biasanya khusus untuk botol atau kaleng minuman. Kita biasanya menyewa mesin khusus yang bisa dibawa di tempat konser. Belakangan ini kita makin sering menerima permintaan seperti ini, tapi maaf kita tidak bisa ungkap siapa saja promotor-promotor ini," tutur Ernest.

Yang terpenting menurut Ernest, cukup sediakan dua jenis tempat sampah saja saat menggelar acara maupun event lainnya, yaitu untuk sampah yang bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang. "Kalau kebanyakan tipe tempat sampah justru bikin bingung dan perlu waktu lama buat mengelolanya, karena pada dasarnya sampah itu cuma terbagi dua, bisa didaur ulang atau tidak bisa didaur ulang. Yang tidak bisa didaur ulang ya biasanya dibawa ke TPA, kalau yang bisa didaur ulang bisa kita manfaatkan lagi," ungkapnya.

Bukan sebatas mengelola sampah, aplikasi cleantech tersebut juga memberi edukasi kepada masyarakat. Berbagai jenis sampah bisa dipilah untuk didaur ulang dan masyarakat perlu mengetahuinya, memulai mengelola sampah secara bertanggung jawab.

"Proses pengolahan sampah yang bertanggung jawab itu prosesnya panjang, itu marathon tidak bisa dicapai secara instan. Yang mau kita lakukan adalah mendorong dan memberi solusi sederhana kepada setiap elemen bisa untuk memulai perjalanan pengelolaan sampah bertanggung jawab," kata Ernest.

Selain konser musik, acara festival kuliner juga menghasilkan sampah yang cukup banyak dan terkadang tidak terurus dengan baik. Tentunya hal itu bisa menimbulkan dampak kurang baik bagi pihak penyelenggara. Untuk itu, sejumlah pusat perbelanjaan yang kerap menggelar festival makanan sudah mulai mengelola sampah dengan lebih terorgainsir.  Salah satunya adalah Summarecon Mal Serpong (SMS) yang rutin menggelar festival kuliner dan selalu padat pengunjung.

Menurut Management SMS lewat pesan pada Liputan6.com, Jumat, 16 Desember 2022, saat ada event, treatment pengolaan sampah lebih mereka tingkatkan lagi. Dengan penambahan tim kebersihan selalu ada yang stand by dan meminimalisir sampah yang berada di area event maupun di mal.


Jasa Vendor

Salah satu pengunjung pameran Kopi Craft Indonesia di Summarecon Mall Serpong. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

"Untuk sampah tersebut, kami akan pilah lagi mana sampah yang masih bisa dimanfaatkan dan mana yang tidak. Hal ini sejalan dengan kegiatan CSR kami untuk melestarikan lingkungan, yang bekerja sama dengan Yayasan Tzu Chi Indonesia," terang Management SMS.

Mereka menambahkan, jika itu sampah botol atau yang bisa didaur ulang, mereka akan mengumpulkan dan memberikannya kepada Yayasan Tzu Chi Indonesia untuk kemudian dikelola dan didaur ulang. Untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang, mereka menggunakn jasa vendor untuk langsung membuangnya ke tempat pembuangan akhir.

"Agar tidak ada penumpukan sampah, tentu kami menempatkan tambahan tempat sampah, di luar yang sudah existing di area tersebut. Begitu juga dengan sampah di area tenant. Kami selalu mengumpulkan sampah dari tenant-tenant sebanyak dua kali sehari, agar tidak terjadi penumpukan sampah di seluruh area mal," jelasnya.

Sejauh ini, para pengunjung mal menurut pihak manajemen mal sudah memiliki kesadaran untuk tertib membuang sampah pada tempat yang telah disedialan di area mal. Namun, mereka juga menyadari bahwa kebiasaan membuang sampah pada tempatnya ini masih perlu terus disosialisasikan terus agar para pengunjung mal tetap tertib dan disiplin.

"Kami selalu melakukan sosialisasi dan juga memasang signage atau tanda pada setiap event, maupun pada berapa titik di area mal, untuk mengingatkan pengunjung aturan soal tertib membuang sampah pada tempatnya," tutup pernyataan Management SMS.

Infografis berbagai event yang terselenggara di daerah. (dok. Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya