Liputan6.com, Blora - Setelah mengisahkan berdirinya pesantren Khozinatul Ulum dan ilmu yang diajarkan di dalamnya, Kiai Muharror Ali juga menjelaskan perihal pola hidup dengan keseimbangan. Hal itu sebagaimana yang diajarkan di pesantren-pesantren dan juga di madrasah. Yakni mengajarkan tentang konsep hidup seimbang di dunia dan di akhirat.
"Maknanya agar kita hidup dengan keseimbangan. Ada bahasan tentang dunia pun juga akhirat," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, KH Muhammad Ahmad Muharror Ali, dalam sebuah perbincangan di kediamannya Jl. Mr Iskandar, No. XII/2, Mlangsen, Kecamatan Blora kota, ditulis Liputan6.com pada Sabtu (17/12/2022).
Abah Yai Muharror, demikian kerap disapa, mengatakan bahwa suatu keniscayaan sebagaimana dalam konsep Al- Qu’ran yang mengajarkan tentang dunia dan juga kehidupan setelahnya yaitu akhirat. Keduanya bisa seimbang dan selaras.
Maka sebagai insan yang berakal, tentulah harus memiliki rujukan, punya pedoman hidup, yaitu kitab suci. Al-Qur’an tentu saja memuat segala hal tentang kehidupan yang kita jalani sekarang ini.
Baca Juga
Advertisement
"Al-Qur’an dan Hadits itu adalah sumber segala ilmu, sumber segala hal. Kita harusi terus menerus menggali dan belajar," papar ulama kelahiran tahun 1951 di Desa Robayan, Kecamatan Kalinyamat, Kabupaten Jepara ini.
Abah Yai Muharror kemudian menukil sebuah hadist yang menerangkan konsep keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
“Laisa bikhoirikum man taroka dun yaahu li akhirotihi wa laa akhirotahu li dun yaahu hattaa yushiibu minha jamii’an fainna dun ya balaaghun ilal aakhiroti wa laa takuunuu kallan ‘alannaas.”
Artinya, bukan orang yang terbaik diantaramu orang yang meninggalkan dunianya untuk akhiratnya dan yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya, sesungguhnya dunia ini bekal ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pendidikan Vokasi di Pesantren
Menurut Abah Yai Muharror, hadis ini dapat dijadikan pembelajaran yang bermakna. Oleh sebab itu, dalam lingkungan pondok pesantren, bekal yang pertama kali diberikan kepada santri adalah sisi akhiratnya, atau bisa dikatakan pembelajaran perspektif agama dahulu. Lalu setelah itu para santri-santriwati juga membekali dengan urusan duniawi.
Misalnya, lanjut Abah Yai Muharror, di pondok pesantren itu selain diajarkan ilmu tauhid, fikih dan tasawuf juga diajarkan ilmu entrepreneur. Hal ini dibuktikan dengan adanya toko, minimarket, juga balai latihan komputer, dan literasi. Tetapi, para santri-santriwati terlebih dahulu dibekali dengan ilmu agama. Sehingga, jika misalnya membuka usaha perniagaan ia akan menjalankan sesuai pedoman agama.
"Jika seseorang sudah dibekali ilmu agama, ketika ia memulai untuk membuka usaha pasti akan jujur, tidak ngapusi (tidak berbohong), dan sebagainya. Jadi itu kan keseimbangan ilmu berniaga dengan ilmu agama," tandas ulama yang pernah menjadi santri KH Arwani, Damaran, Kota Kudus ini.
Hal yang tak kalah penting yang disampaikan Abah Yai Muharror adalah, pondok pesantren itu mestinya punya tiga lembaga. Pertama lembaga tholabul ‘ilmi, lembaga untuk menuntut ilmu. Kedua, lembaga sosial keagamaan dan ketiga lembaga perjuangan.
"Ketiga lembaga itu, harus ada di pondok pesantren. Karena itu seperti pembuka jalan dan pembimbing jalan para santri-santriwati," papar Abah Yai Muharror.
Lembaga pertama, misalnya tholabul ilmi, atau dalam hadits telah disebutkan bahwa tholabul 'ilmi faridhotun 'alaa kulli muslimin wal muslimat. Mencari ilmu adalah kewajiban bagi muslim laki-laki dan perempuan. Dalam hadist lain dijelaskan pula bahwa, uthlubul ‘ilma minal mahdi ilal lahdi. Menuntut ilmu itu adalah hal yang sangat penting dan tidak kenal usia.
Jika melihat makna dari hadist tersebut, lanjut Abah Yai Muharror, tentu sangat jelas bahwa manusia itu dituntut untuk terus menerus belajar, menimba ilmu, tentang kebenaran dan kebaikan.
"Belajar dari lahir hingga menuju kematian," ujarnya.
Jadi, lanjut Abah Yai Muharror, para santri-santriwati di lingkungan pondok pesantren, mesti peka dan faham akan hal yang dijalani. Harus menyadari niat yang diusung sejak awa ia masuk pesantren.
"Karena mereka datang di pondok pesantren berniat untuk belajar," tandasnya.
Advertisement