Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Transportasi Inggris telah mengungkapkan perombakan besar-besaran aturan keamanan di bandara, yang bisa meringkas antrean jauh lebih pendek. Penumpang udara akan diizinkan membawa 2 liter botol cairan mulai Juni 2024 dan seterusnya. Batas saat ini adalah 100ml.
Cairan tidak lagi harus berada di dalam kantong plastik, laptop dan tablet juga tidak harus dikeluarkan dari tas saat penumpang melewati keamanan bandara. "Pada tahun 2024, bandara utama di Inggris akan memasang teknologi keamanan terbaru, mengurangi waktu antrean, meningkatkan pengalaman penumpang, dan yang paling penting mendeteksi potensi ancaman," kata Sekretaris Transportasi Inggris Mark Harper, dikutip dari Euro News, Minggu (18/12/2022).
Baca Juga
Advertisement
Di balik aturan baru ini, Bandara Inggris akan memasang pemindai 3D. Teknologi ini memungkinkan staf keamanan untuk memperbesar barang-barang di bagasi pelancong dan memutar gambar untuk pemeriksaan terperinci.
Pemindai ini telah digunakan di bandara Heathrow London sejak 2017, dan di bandara Schiphol di Amsterdam dan di beberapa bandara di AS selama beberapa tahun terakhir. Sekretaris Transportasi mengingatkan penumpang bahwa, "Aturan tidak akan langsung terjadi, ini akan memakan waktu dua tahun untuk diterapkan sepenuhnya. Sampai saat itu, penumpang harus terus mengikuti peraturan yang ada dan memeriksa sebelum bepergian."
Penumpang harus memasukkan semua cairan ke dalam kantong plastik bening untuk melewati keamanan. Penumpang diperbolehkan membawa maksimal satu liter cairan dalam wadah hingga 100ml, meskipun dalam praktiknya sebagian besar bandara mengizinkan satu kantong plastik per penumpang.
Pemberlakuan Aturan
Sementara itu sebelumnya, kantong plastik harus dikeluarkan dari bagasi jinjing saat melewati pemeriksaan keamanan. Kantong cairan harus diletakkan di nampan bersama dengan laptop atau tablet apa pun. Aturan tersebut telah berlaku sejak November 2006.
Aturan tersebut diperkenalkan menyusul rencana teror yang gagal untuk meledakkan pesawat yang terbang dari London ke AS menggunakan bom cair buatan sendiri. Sepanjang musim panas, bandara di seluruh Eropa kewalahan oleh jumlah pelancong karena perjalanan dimulai kembali setelah pembatasan pandemi. Hal itu menyebabkan antrian panjang di pemeriksaan keamanan.
Penundaan itu bahkan membuat penumpang ketinggalan penerbangan. Bandara dan maskapai penerbangan menyalahkan kurangnya staf dan terlalu banyak penerbangan dalam sehari. Keterlambatan sering juga diperparah oleh penumpang yang tidak membawa cairan dan laptop dari tas mereka.
Lalu apakah aturan keamanan cairan berbeda di seluruh dunia? Awal tahun ini, Administrasi Keamanan Transportasi (TSA) mengumumkan bahwa jutaan dolar diinvestasikan untuk pemindai bandara berteknologi tinggi di AS.
TSA mengatakan teknologi tersebut akan membuat penumpang merasa lebih aman karena dapat mendeteksi objek terlarang seperti senjata dengan lebih baik. Agensi menambahkan bahwa itu juga akan menghilangkan kebutuhan para pelancong untuk mengeluarkan cairan dan laptop dari tas tangan.
Tetapi, saat ini aturan tersebut masih berlaku, bahkan di seluruh dunia pembatasan cairan dalam tas jinjing cukup standar. Negara seperti AS, UE, Inggris, dan lusinan negara lain mengikuti aturan yang sama.
Hanya ada beberapa pengecualian terkait aturan membawa cairan dicabut untuk penerbangan domestik seperti di Australia, Brasil, Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Selandia Baru. Namun, jika Anda tidak yakin dengan aturannya, sebaiknya periksa ulang situs web maskapai Anda.
Advertisement
Boleh Nyalakan Ponsel
Selain di bandara Inggris akan pakai pindai 3D, penumpang pesawat yang terbang di kawasan Uni Eropa (UE) akan segera diizinkan menggunakan ponsel tanpa mengaktifkan airplane mode. Hal tersebut menyusul keputusan Komisi Eropa membolehkan maskapai penerbangan menyediakan teknologi 5G, di samping mengizinkan penggunaan data seluler.
Meskipun detail terkait cara kerjanya belum dirilis, perubahan ini menandakan wisatawan dapat melakukan panggilan telepon, teks, dan streaming video. Sementara, mereka selama ini diwajibkan mematikan ponsel atau mengaktifkan mode penerbangan selama perjalanan menggunakan pesawat.
Peraturan baru itu dibuat karena data seluler bisa memengaruhi komunikasi penerbangan. "Ada kemungkinan mereka dapat mengganggu sistem kendali penerbangan otomatis," sebut Dai Whittingham, kepala eksekutif Komite Keselamatan Penerbangan Inggris, dikutip dari Euro News, Selasa, 6 Desember 2022.
"Apa yang telah ditemukan dengan pengalaman adalah risiko interferensi sangat kecil," tambahnya lagi.
Terkait penggunaan frekuensi 5G dikhawatirkan bisa menghambat sistem penerbangan di Amerika Serikat dan bisa menyebabkan perubahan pengukuran ketinggian. Tapi, Whittingham menyakinkan hal itu tak akan jadi masalah di Inggris dan Uni Eropa.
Wifi di Pesawat
Sementara itu dalam Survei Pengalaman Penumpang 2022. Menunjukka, tiga perempat penumpang maskapai penerbangan di Asia Pasifik (APAC) merasa percaya diri terbang kembali, meningkat signifikan dari hanya enam persen dari tahun lalu.
Akibat pelonggaran pembatasan perjalanan secara umum, kepercayaan baru di perjalanan udara muncul. Hal tersebut tercermin dalam temuan di seluruh negara yang disurvei. India menempati urutan teratas dengan 88 persen, diikuti Australia dan Singapura dengan masing-masing 79 persen, serta Korea Selatan (53 persen).
Hasil survei pun menemukan bahwa konektivitas dalam penerbangan tetap menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pemilihan maskapai penerbangan penumpang APAC. Lebih dari empat per lima (83 persen) cenderung memesan lagi tiket maskapai penerbangan dimaksud apabila wifi di pesawat berkualitas tersedia selama penerbangan, meningkat sebesar 78 persen dari tahun sebelumnya.
Meningkatnya keinginan tetap terhubung saat bepergian juga terbukti dengan 74 persen dari responden mengatakan penting tetap terhubung ke wifi begitu terbang, naik dari 39 persen tahun 2021. "Ketika jutaan orang kembali terbang, hasil survei pengalaman penumpang APAC terbaru inmarsat menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana harapan serta perilaku penumpang berkembang sejak pandemi," sebut David Coiley, Wakil Presiden Regional Asia Pasifik Inmarsat Aviation, dikutip dari Travel News Asia, Minggu, 13 November 2022.
Advertisement