Liputan6.com, Jakarta - Kroasia berhasil menundukkan Maroko dan merebut tempat ketiga di Piala Dunia 2022. Mereka memastikan raih kemenangan di laga terakhirnya di Piala Dunia Qatar 2022 dengan skor 2-1 di Khalifa International Stadium.
Pencapaian Kroasia merebut juara ke-3 tentu tidak lepas dari kepemimpinan sang kapten sekaligus gelandang hebatnya, Luka Modric. Di balik kemenangan melawan Singa Atlas yang diantarkan Modric, sebenarnya Modric kecil punya kisah sedih namun inspiratif.
Advertisement
Siapa yang menyangka, Luka Modric yang pernah meraih gelar pemain terbaik atau Golden Ball di Piala Dunia 2018 ini ternyata berasal dari keluarga yang kurang beruntung. Namun, dari latar belakangnya tersebut, Modric kini menjelma jadi sosok hebat yang bisa mengantar Kroasia di kursi ketiga Piala Dunia 2022.
Sportbible di akun Twitternya menuliskan bahwa Luka Modric pernah menjadi pengungsi. Di tenga masa sulit tersebut, Modric juga disebut-sebut kehilangan sang kakek tercinta karena ditembak hingga meninggal dunia saat perang berlangsung.
"Modric menjadi pengungsi pada usia enam tahun setelah kakeknya ditembak mati. Dia tumbuh dengan suara granat yang meledak, para pelatih mengatakan kepadanya bahwa dia terlalu lemah untuk bermain sepak bola. Namun tadi malam, Luka Modric memimpin Kroasia ke final WC pertamanya. 🏆🇭🇷 Tulis akun @sportbible di laman Twitternya.
Modric diketahui memang membawa Kroasia ke final Piala Dunia 2018, sekaligus menjadi final pertamanya. Lagi-lagi, kini berkat tempaan mental baja semasa kecil, sekali lagi Luka Modric mengantarkan Kroasia ke perebutan tempat ketiga Piala Dunia 2022 sekaligus memenangkan negaranya.
Hal ini tentu jadi hiburan luar biasa bagi Kroasia, mengingat sebelumnya Kroasia gagal ke final lantaran dihadang tim Tango, Argentina.
Latar Belakang Luka Modric
Mengutip laman Sportbible, Luka Modric semasa kecil harus berjuang dan bertahan hidup karena ia adalah seorang pengungsi.
Luka Modric lahir pada tahun 1985. Semasa awal hidupnya, Modric tinggal di desa Zaton Obrovacki, sebuah desa di Zadar, Kroasia, sampai perang kemerdekaan di tahun 1990-an.
Pada usia enam tahun, kehidupan Luka Modric terguncang hingga ke akar-akarnya. Ia menjadi pengungsi setelah kakeknya ditembak mati oleh pemberontak etnis Serbia di dekat rumahnya. Itu adalah momen yang akan hidup bersamanya selamanya.
Di tahun-tahun berikutnya, Modric tinggal di zona perang dan tumbuh dengan suara ledakan granat saat konflik berlangsung.
Ketika perang sudah memuncak, Modric melarikan diri dari desanya, setelah rumahnya dibakar. Namun, terlepas dari masalah dalam hidupnya, ia menemukan passion-nya yakni sepak bola. Baginya sepak bola adalah pelarian agar masa kecilnya yang suram tidak terkenang dibenaknya lagi.
Ia akhirnya pindah ke sebuah hotel di kota pesisir Zadar, tempat di mana perang masih berlangsung. Namun, hal itu tidak menghentikannya untuk mengejar mimpi jadi pesepak bola.
Seorang juru bicara Kolovare Hotel, tempat Modric tinggal saat masih muda, pernah berkata melalui The Daily Mail: "Dia telah memecahkan lebih banyak kaca di jendela hotel daripada yang terkena bom. Dia bermain sepak bola tanpa henti di seluruh aula hotel."
Advertisement
Hambatan Luka Modric yang Menjadikan Ia Sebagai Pesepak Bola Hebat
Meski hobi dan giat bermain sepak bola, karier pemilik jersey Kroasia nomor 10 ini tak selalu mulus. Para pelatih mengatakan bahwa Modric terlalu lemah dan terlalu pemalu untuk bermain sepak bola. Namun, pandangan tersebut dipatahkan Modric. Ia memiliki karier yang berkembang menjadi sesuatu yang cukup istimewa.
Pada perjalanannya, Modric telah bermain di Premier League bersama Tottenham Hotspur hingga menikmati masa-masa yang sangat sukses bersama Real Madrid. Hal tersebut menjadikan dirinya sebagai salah satu gelandang terbaik di dunia sepak bola.
Pada hari Rabu 12 Juli 2018 di Rusia, orang-orang yang meragukan Modric saat dirinya masih kecil menyaksikan Luka Modric memimpin Kroasia ke final Piala Dunia pertama mereka.
Itu adalah momen yang membuat pemain berusia 32 tahun itu menangis. Modric sebagai gelandang menciptakan ruang untuk dirinya, serta umpan-umpannya di lapangan hijau tidak ada duanya bagi pemain lain.
Etos kerjanya yang patut dicontoh dan dikenal tanpa lelah, membuat ia menjadi sosok inspirasi bagi pemain lain.
Karier di Sepak Bola
Mengutip laman lifebogger, Modric pertama kali menjalani uji coba untuk masuk klub sepak bola Kroasia Hajduk Split. Sayangnya, seperti yang dikatakan orang-orang, ia ditolak oleh Hajduk Split karena tidak memiliki atribut fisik yang dibutuhkan.
Luka Modric muda memusatkan seluruh kekuatannya untuk bekerja keras. Ia kemudian mengoreksi kesan yang salah dari orang-orang bahwa ia lemah dan kecil secara fisik.
Begitu ia masuk ke klub, Modric akhirnya menunjukkan banyak keyakinan dan kualitas. Klub Dinamo Zagreb pun dengan cepat memperpanjang kontraknya menjadi sepuluh tahun.
Modric mengalami pertumbuhan tinggi badan yang stabil setelah diberi makan dengan banyak suplemen pertumbuhan oleh pejabat klub.
Kemudian, Luka Modric dipinjamkan ke Zrinjski Mostar setelah bermain untuk Dinamo Zagreb. Ini adalah titik di mana kariernya benar-benar berkembang. Modric juga sempat dipinjamkan lagi ke Inter Zaprešić di Bosnia.
Setelah banyak kematangan, ia kembali dan membuat debut senior penuhnya untuk Dinamo pada tahun 2005. Dia memenangkan tiga gelar liga dan piala domestik berturut-turut bersama Dinamo Zagreb. Luka Modric pun dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Prva HNL pada tahun 2007.
Pada tahun 2008, ia pindah ke klub Liga Premier Tottenham Hotspur, di mana ia memimpin Spurs ke penampilan Liga Champions UEFA pertama mereka dalam hampir 50 tahun, mencapai perempat final turnamen 2010-11. Setelah musim 2011-12, ia pindah ke Real Madrid dengan biaya £33 juta atau setara dengan Rp625 miliar.
Advertisement