Liputan6.com, Jakarta Saat ini masih banyak beroperasi truk dengan muatan berlebih dan dimensi berlebih (over dimension and over load) atau truk ODOL. Lantaran masih banyak yang memilih pengangkutan barang menggunakan truk di jalan raya.
Kendati begitu, ternyata ada alternatif lain untuk mengangkut barang melalui jakur darat. Yakni dengan kereta api angkutan barang atau KA barang.
Advertisement
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyampaikan ada hitungan biaya efektivitas sesuai dengan jarak pengiriman. Mengutip Rodrigue dan Comtois, jika menggunakan angkutan jalan maksimal sekitar 500 km, dengan angkutan KA maksimal 1.500 km. dan jika lebih dari 1.500 km lebih efisien menggunakan angkutan laut.
"Untuk mengurangi beban jalan di Jawa, perjalanan, subsidi angkutan barang menggunakan KA untuk jarak lebih 500 km dapat diberikan. Sudah dipastikan, truk yang mengangkut barang untuk jarak di atas 500 km pasti muatan lebih dan jika masih kurang, dimensi atau kapasitas angkut truknya (over dimension) dibuat lebih juga," ujar Djoko dalam keterangannya, Minggu (18/12/2022).
Dia menyampaikan, angkutan barang menggunakan jalan rel masih dianggap mahal, karena selain double handling juga masih dikenakan PPN 10 persen dan TAC (track access charge). Dapat diberikan subsidi angkutan barang dengan jalan rel, seperti halnya angkutan barang menggunakan jalan raya (jarak lebih dari 500 km). Angkutan laut dimaksimalkan untuk jarak lebih dari 1.500 km
"Sebenarnya biaya angkut dengan moda KA akan murah, jika pemerintah memberikan BBM subsidi untuk KA barang, IMO dari APBN diberikan 100 persen dan TAC (track acces charge) dihilangkan. Subsidi angkutan barang dengan jalan raya sudah diberikan. Tahun 2022 ada lima lintasan yang mendapat bantuan itu," tuturnya.
Djoko menyebut, mengacu informasi PT KAI, kondisi angkutan barang dengan moda KA menggunakan BBM industri sudah Rp 1 triliun lebih. PT KAI menambal kekurangan IMO sekitar Rp 2 triliun, ada regulasi baru untuk TAC setahun PT KA membayar sebesar Rp 2,4 triliun dengan regulasi lama hanya Rp 350 miliar.
"Tentunya tarif barang akan lebih mahal menggunakan KA ketimbang jalan raya, jika tidak mendapat subsidi. Dengan subsidi ini, harapannya, pengusaha pemilik barang yang mengantarkan barangnya berjarak di atas 500 km dapat mengalihkan ke moda KA," pungkas Djoko.
Ditolak Sopir
Para sopir truk di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur dan Cibitung, Bekasi yang biasa mengangkut berbagai hasil komoditas petani-petani dari daerah-daerah lain mengeluhkan kebijakan Zero ODOL atau Over Dimension Over Load yang rencananya yang mulai diimplementasikan awal 2023 mendatang.
Pasalnya, kebijakan tersebut jelas akan mempengaruhi mata pencaharian mereka jika pemerintah tidak lagi mengizinkan truk-truk di kedua pasar induk yang hampir semuanya truk ODOL untuk beroperasi.
"Kalau kebijakan Zero ODOL itu diterapkan dan truk-truk kami tidak diizinkan lagi beroperasi, kami kan jelas akan kehilangan pekerjaan yang menjadi mata pencaharian kami sehari-hari. Keluarga kami juga tidak lagi bisa makan karena tidak ada lagi uang yang bisa diberikan kepada mereka," ujar salah satu sopir truk asal Palembang, Jhonny, ditulis, Kamis (15/12/2022).
Advertisement
Muatan Berkurang
Sementara, kata pria yang saat itu tengah membawa komoditas nanas dari Palembang ke Pasar Kramat Jati ini, jika bak truk yang dibawanya itu dipotong, muatan yang dibawa juga pasti akan berkurang.
"Masalahnya, para petani atau pengirim barang mau tidak jika ongkosnya tidak dikurangi? Bisa dipastikan mereka tidak akan mau dan pasti akan mengurangi ongkos kirimnya karena menganggap barang yang dibawa muatannya juga berkurang setengahnya," ucap Jhonny.
Dia menuturkan dengan adanya kelebihan muatan saja, uang lebihan yang bisa didapatkannya hanya sebesar Rp 400 ribu. Menurutnya, itu saja sudah sangat minim untuk biaya hidup selama menunggu muatan untuk diangkut ke Palembang lagi.
"Apalagi untuk biaya di kota Jakarta sini sopir itu susah. Jika harus menginap dua hari saja, uang lebihan yang didapat itu sudah habis terpakai. Kadang, kami juga harus mengutang juga jika waktu tunggunya agak lama," tuturnya.
Dampak ke Pedagang
Dia juga menuturkan kebijakan Zero ODOL ini juga akan berdampak kepada para pedagang yang ada di Pasar Induk Kramat Jati.
"Apa para pedagang di sini juga mau harga komoditas yang mereka beli dinaikkan harganya oleh para petani? Misalnya harga nanas yang tadinya Rp 3 ribu per buah dinaikkan menjadi Rp 10 ribu. Sayur-mayur yang tadinya Rp 2.000 perikat menjadi Rp 10 ribu. Pasti tidak mau juga membelinya kan?" katanya.
Karenanya, dia berharap agar pemerintah mau mengkaji ulang kebijakan Zero ODOL ini. "Kami berharap kebijakan ini bisa dikaji ulang lagi. Pemerintah jangan hanya mementingkan diri sendiri, tapi harus melihat kesejahteraan kami para sopir truk ini dan juga kehidupan para petani serta pedagang yang ikut terimbas," tukasnya.
Advertisement