Liputan6.com, Amman: Persoalan pengungsi dipastikan akan menjadi masalah yang timbul menyusul serangan udara pertama pasukan koalisi Amerika Serikat ke Baghdad, Irak, tadi siang waktu Indonesia. Tak hanya itu, sekitar satu juta anak-anak juga dipastikan kekurangan nutrisi akibat perang yang dimotori Presiden AS George Walker Bush. Dua masalah tersebut mencuat dalam perbincangan enam organisasi kemanusiaan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Amman, Yordania, Kamis (20/3) siang waktu setempat. Dari enam organisasi tersebut, dua di antaranya Badan Kemanusiaan untuk Anak-anak (UNICEF) dan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Pada kesempatan itu UNHCR meminta negara-negara tetangga Irak untuk tetap membuka gerbang perbatasan untuk warga Irak yang akan mengungsi. Dengan begitu, korban warga sipil akan sedikit berkurang. Kendati tidak terlalu mencolok, hari ini dipastikan sekitar 250 ribu warga Irak mengungsi ke beberapa negara tetangga, termasuk ke Yordania [baca: Irak Diserang, Dunia Bereaksi].
Di sisi lain, UNICEF menyoroti masalah kesehatan anak-anak warga Irak sebagai dampak yang paling penting dari penyerangan tersebut. Mereka memastikan sekitar satu juta anak-anak Irak akan kekurangan nutrisi akibat penyerangan AS. UNICEF memperkirakan penanganan untuk masalah tersebut tidak akan maksimal mengingat penyerangan AS yang sangat dahsyat. Bahkan, ribuan bahan makanan yang sudah disiapkan untuk warga Irak, tidak bisa didistribusikan.
Antisipasi dampak penyerangan juga telah disiapkan beberapa Kedutaan Besar Indonesia di kawasan Teluk, seperti Kedubes Indonesia di Amman. Mereka menilai ada dua daerah yakni Irbi dan Malstra yang harus mendapat perhatian serius. Sebab, dua daerah itu dianggap akan berdampak paling besar dari serangan AS maupun perlawanan Irak. Karenanya, mereka akan segera mengevakuasi warga negara Indonesia di Irbi dan Malstra, jika perang berlangsung lama dan situasi di dua daerah tersebut dianggap bisa mengancam keselamatan warga Indonesia.
Sementara dari Kedubes Indonesia di Kuwait menyebutkan, terjadi perubahan drastis di Kuwait City setelah penyerangan AS tersebut. Situasi di sana sepi tak seperti biasanya jika menjelang hari libur, seperti sekarang ini. Biasanya warga akan memenuhi jalanan untuk pergi pusat-pusat perbelanjaan atau hiburan. Situasi kian lengang setelah pihak keamanan Kuwait membunyikan sirene tanda bahaya di Kuwait City [baca: Irak Menembakkan Rudal Balasan ke Kuwait]. Kedubes Indonesia akan mengungsikan WNI ke sebelah selatan Kuwait yang dianggap lebih aman.
Lain halnya dengan kondisi di Baghdad. Meski telah mendapat gempuran hebat, masyarakat di sana justru turun ke jalan untuk menggelar aksi. Rupanya, tak percuma Saddam Hussein memerintah Irak selama 20 tahun lebih. Mental baja yang dimiliki lelaki berkumis tebal itu benar-benar telah meraksuki hati rakyat Irak. Serangan itu justru lebih membakar semangat juang rakyat Negeri 1001 Malam. Rakyat menegaskan bahwa mereka tetap akan membela Saddam Hussein. Seraya mengutuk serangan itu mereka bersumpah akan berjuang hingga titik darah penghabisan demi mempertahankan negara.
Setelah digempur pasukan koalisi AS, Kota Baghdad mempersiapkan diri untuk mengantisipasi serangan susulan. Aksi menentang AS pun semakin berani. Mereka turun ke jalan-jalan Kota Baghdad, dengan melakukan orasi berisi kecaman atas serangan tersebut. Mereka mengatakan, serangan itu tak hanya menghancurkan negaranya tapi juga mengancam jutaan jiwa rakyat tak bersalah. Mereka menolak janji Presiden AS George Walker Bush yang akan membantu pembentukan pemerintahan baru Irak, yang lebih baik dari sekarang. Sebab, cara itu dilakukan lewat pertumpahan darah rakyat jelata, termasuk anak-anak.
Masih di Baghdad, seorang demonstran dari Organisasi Perisai Hidup melakukan aksi solo dengan cara mengikat diri ke sebuah pohon. Dia mengatakan kehadirannya untuk menentang ketidakadilan karena Amerika dan sekutunya melancarkan serangan ke sebuah negara yang tidak memiliki cukup persenjataan maupun kekuatan yang sebanding untuk melawan.(DEN/Tim Liputan 6 SCTV)
Pada kesempatan itu UNHCR meminta negara-negara tetangga Irak untuk tetap membuka gerbang perbatasan untuk warga Irak yang akan mengungsi. Dengan begitu, korban warga sipil akan sedikit berkurang. Kendati tidak terlalu mencolok, hari ini dipastikan sekitar 250 ribu warga Irak mengungsi ke beberapa negara tetangga, termasuk ke Yordania [baca: Irak Diserang, Dunia Bereaksi].
Di sisi lain, UNICEF menyoroti masalah kesehatan anak-anak warga Irak sebagai dampak yang paling penting dari penyerangan tersebut. Mereka memastikan sekitar satu juta anak-anak Irak akan kekurangan nutrisi akibat penyerangan AS. UNICEF memperkirakan penanganan untuk masalah tersebut tidak akan maksimal mengingat penyerangan AS yang sangat dahsyat. Bahkan, ribuan bahan makanan yang sudah disiapkan untuk warga Irak, tidak bisa didistribusikan.
Antisipasi dampak penyerangan juga telah disiapkan beberapa Kedutaan Besar Indonesia di kawasan Teluk, seperti Kedubes Indonesia di Amman. Mereka menilai ada dua daerah yakni Irbi dan Malstra yang harus mendapat perhatian serius. Sebab, dua daerah itu dianggap akan berdampak paling besar dari serangan AS maupun perlawanan Irak. Karenanya, mereka akan segera mengevakuasi warga negara Indonesia di Irbi dan Malstra, jika perang berlangsung lama dan situasi di dua daerah tersebut dianggap bisa mengancam keselamatan warga Indonesia.
Sementara dari Kedubes Indonesia di Kuwait menyebutkan, terjadi perubahan drastis di Kuwait City setelah penyerangan AS tersebut. Situasi di sana sepi tak seperti biasanya jika menjelang hari libur, seperti sekarang ini. Biasanya warga akan memenuhi jalanan untuk pergi pusat-pusat perbelanjaan atau hiburan. Situasi kian lengang setelah pihak keamanan Kuwait membunyikan sirene tanda bahaya di Kuwait City [baca: Irak Menembakkan Rudal Balasan ke Kuwait]. Kedubes Indonesia akan mengungsikan WNI ke sebelah selatan Kuwait yang dianggap lebih aman.
Lain halnya dengan kondisi di Baghdad. Meski telah mendapat gempuran hebat, masyarakat di sana justru turun ke jalan untuk menggelar aksi. Rupanya, tak percuma Saddam Hussein memerintah Irak selama 20 tahun lebih. Mental baja yang dimiliki lelaki berkumis tebal itu benar-benar telah meraksuki hati rakyat Irak. Serangan itu justru lebih membakar semangat juang rakyat Negeri 1001 Malam. Rakyat menegaskan bahwa mereka tetap akan membela Saddam Hussein. Seraya mengutuk serangan itu mereka bersumpah akan berjuang hingga titik darah penghabisan demi mempertahankan negara.
Setelah digempur pasukan koalisi AS, Kota Baghdad mempersiapkan diri untuk mengantisipasi serangan susulan. Aksi menentang AS pun semakin berani. Mereka turun ke jalan-jalan Kota Baghdad, dengan melakukan orasi berisi kecaman atas serangan tersebut. Mereka mengatakan, serangan itu tak hanya menghancurkan negaranya tapi juga mengancam jutaan jiwa rakyat tak bersalah. Mereka menolak janji Presiden AS George Walker Bush yang akan membantu pembentukan pemerintahan baru Irak, yang lebih baik dari sekarang. Sebab, cara itu dilakukan lewat pertumpahan darah rakyat jelata, termasuk anak-anak.
Masih di Baghdad, seorang demonstran dari Organisasi Perisai Hidup melakukan aksi solo dengan cara mengikat diri ke sebuah pohon. Dia mengatakan kehadirannya untuk menentang ketidakadilan karena Amerika dan sekutunya melancarkan serangan ke sebuah negara yang tidak memiliki cukup persenjataan maupun kekuatan yang sebanding untuk melawan.(DEN/Tim Liputan 6 SCTV)