Liputan6.com, Jakarta - TikTok hingga kini menjadi platform berbagi video pendek vertikal paling populer di dunia, dan kabarnya perusahaan siap menantang platform lainnya.
Salah satu platform incaran TikTok adalah YouTube. Menurut laporan Techcrunch, perusahaan sedang mengujicoba fitur video horizontal secara terbatas ke penggunanya.
Advertisement
Biasanya, video TikTok tampil posisi vertikal. Namun bila direkam secara horizontal, maka akan ada opsi untuk mengubah video ke posisi lanskap.
Karena masih dalam tahap uji coba, masih belum diketahui secara pasti kapan fitur video horizontal ini akan hadir untuk seluruh pengguna TikTok.
Baru-baru ini, TikTok resmi menambah batasan waktu merekam video di aplikasi mereka hingga 10 menit.
Jelas TikTok ingin mendominasi dalam hal lama waktu menonton video. dan fitur ini apat menjadi pilihan tepat untuk meningkatkan angka tersebut.
Berkaca dari kesuksesan TikTok pada 2021, YouTube memperkenalkan Shorts (YouTube Shorts) dimana pengguna bisa posting video singkat dengan format portrait.
Sayangnya, YouTube Shorts masih belum bisa mengalahkan kepopuleran TikTok. Dalam usaha menyaingi aplikasi asal Tiongkok itu, YouTube mengumumkan program khusus untuk para kreatornya.
Pada September 2022, YouTube mengumumkan konten kreator dapat memonitasi konten Short mereka.
Kongres AS Susun RUU Khusus untuk Jegal TikTok
Anggota DPR dan Senat Amerika Serikat (AS) memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) untuk memblokir akses dan transaksi dari perusahaan media sosial TikTok atau yang teraviliasi dengan China, Rusia, Kuba, Iran, Korea Utara, dan Venezuela.
Undang-Undang ANTI-SOCIAL CCP (Mencegah Ancaman Nasional Pengawasan Internet, Sensor dan Pengaruh yang Menindas, dan Pembelajaran Algoritma oleh Partai Komunis China) dimaksudkan untuk menutup akses ke TikTok dan aplikasi lain yang secara teoritis dapat menyalurkan data pengguna AS ke pemerintah yang dinilai menindas, menyensor berita atau memanipulasi publik.
Alasan utama lainnya adalah ketakutan akan dimata-matai. Sementara TikTok telah mengambil langkah untuk menjauhkan operasi internasionalnya dari yang ada di China, seperti dengan menyimpan data AS di dalam negeri.
Advertisement
TikTok Berpotensi membuat Profil Pegawai Pemerintah
Para kritikus berpendapat perusahaan induk TikTok, ByteDance, pada akhirnya bergantung pada 'belas kasihan' pemerintah China. TikTok berpotensi membuat profil pegawai pemerintah dan sebaliknya mengawasi orang AS.
Co-sponsor RUU dari Partai Republik, Senator Marco Rubio dan Mike Gallagher mencoba mengaitkan beberapa kepemimpinan ByteDance dan Partai Komunis China dalam sebuah opini di The Washington Post pada November ini.
Pada saat itu, 23 direktur sebelumnya bekerja untuk media yang didukung negara, dan setidaknya masih ada 15 karyawan. RUU tersebut juga disponsori oleh DPR Demokrat, Raja Krishnamoorthi.
Tanggapan TikTok
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara TikTok mengatakan RUU itu tidak akan mendorong keamanan nasional. Perusahaan akan terus memberi pengarahan kepada Kongres tentang rencana yang dikembangkan di bawah pengawasan pejabat keamanan.
TikTok mengklaim secara konsisten tidak pernah melacak pengguna AS atau dengan sengaja membantu upaya pengawasan China di negara tersebut.
Sebelumnya, TikTok sudah menghadapi beberapa tindakan hukum. Negara bagian Maryland dan South Dakota telah melarang TikTok di perangkat pemerintah karena masalah keamanan.
Indiana, sementara itu, menggugat TikTok karena diduga menipu pengguna tentang akses data China dan pelanggaran keselamatan anak. Gugatan itu akan mendenda TikTok dan menuntut perubahan pada penanganan info layanan dan klaim pemasaran.
Terkait kapan RUU ini akan disahkan menjadi UU atau tidak, belum ada kejelasan. Presiden Joe Biden sendiri telah mencabut perintah Donald Trump untuk melarang unduhan TikTok, dan sebagai gantinya memerlukan tinjauan keamanan nasional yang baru.
Advertisement