Liputan6.com, Ubud - Beberapa waktu lalu Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Karta mengungkapkan pemerintah Indonesia akan memberikan insentif ke masyarakat yang akan membeli mobil listrik dan motor listrik.
Rencananya, besaran insentif untuk pembelian mobil listrik sebesar Rp 80 juta, mobil listrik hybrid akan diberikan insentif Rp 40 juta. Rencana ini tentu disambut baik oleh pabrikan otomotif di Indonesia, salah satunya PT Honda Prospect Motor (HPM).
Advertisement
"Wacana ini sudah kita sampaikan ke prinsipal. Nanti kita lihat responsnya, karena wacana ini menarik. Kita mendukung apa yang diwacanakan tersebut. Karena tidak hanya BEV yang mendapatkan insentif, ada mobil hybrid juga. Mobil hybrid memiliki peran penting terhadap pengurangan emisi gas buang," ucap Yusak Billy selaku Business Innovation and Sales & Marketing Director HPM di Ubud, Bali, kemarin (20/12).
Menurut Billy, mobil ICE (internal combustion engine) juga masih bisa berkontribusi asal memiliki emisi rendah. "ICE bisa karena fuel consumption yang baik menghasilkan emisi rendah. Emisi di bawah 150 gram per km pajaknya paling rendah. Seperti Honda WR-V sudah mendapatkan pajak terendah," lanjut Billy.
Menyoal besaran insentif, Billy yakin pemerintah sudah melakukan studi dari berbagai sisi, kenapa Rp 40 juta (untuk mobil hybrid), dan kenapa Rp 80 juta (untuk mobil listrik). "Saya yakin pemerintah punya berbagai perhitungan hingga keluar angka tersebut. Kita akan ikuti apa yang pemerintah anjurkan. Komitmen kami pasti ke arah elektrifikasi. Sambil berjalan, ICE dan hybrid bisa jadi pilihan, karena berkontribusi mengurangi gas buang sampai akhirnya fuel battery," pungkas Billy.
Beli Mobil Listrik Dapat Insentif Rp 80 Juta, Kapan Berlaku?
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengapresiasi inisiatif pemerintah yang akan memberikan subsidi atau insentif pada setiap pembelian mobil listrik sebesar Rp 80 juta. Menurutnya, kebijakan itu perlu segera diterapkan guna memasifkan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia.
"Setuju secepatnya, insentif mobil listrik idealnya (mulai diberikan) awal tahun 2023," kata Fahmy kepada Liputan6.com, Senin (19/12/2022).
Menurut dia, inisiatif kebijakan tersebut merupakan perluasan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022, tentang Pengunaan Kendaraan Bermotor listrik berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas bagi pejabat Pemerintah Pusat dan Daerah.
"Dengan demikian, pemberian subsidi ini bukan semata-mata memberikan subsidi bagi orang kaya yang mampu membeli kendaraan listrik, tetapi lebih untuk mempercepat migrasi dari kendaraan fosil ke kendaraan listrik, yang ramah lingkungan," imbuhnya.
Sejumlah negara juga telah memberikan insentif serupa bagi kendaraan listrik secara memadai dan berkelanjutan, di antaranya Amerika Serikat (AS), China, Norwegia, Belanda, hingga Jepang.
"Tidak hanya negara-negara maju saja, tetapi negara-negara berkembang juga memberikan insentif kendaraan listrik, di antaranya Thailand, Vietnam, India, dan Sri Langka," ujar Fahmy.
Dalam penciptaan pasar kendaraan listrik, ia mengingatkan, pemerintah perlu mewapadai jangan sampai pasar dalam negeri dikuasai oleh produk impor dan perusahaan asing, seperti industri otomotif konvensional.
"Untuk itu, Pemerintah harus mensyaratkan pemberian insentif kendaraan listrik. Tidak hanya keharusan pabrik di Indonesia, tetapi juga harus mensyaratkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 75 persen," tegas dia.
"Pemerintah harus mensyaaratkan juga transfer teknologi, khsusnya technological capability dalam waktu 5 tahun. Kalau persyaratan tersebut dipenuhi, pada saatnya kendaraan listrik dapat diproduksi sendiri oleh anak-bangsa, yang dipasarkan di pasar dalam negeri dan luar negeri," bebernya.
Bila pasar dalam negeri sudah terbentuk, Fahmy menambahkan, tanpa disuruh pun PLN pasti akan investasi dalam Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) di seluruh wilayah Indonesia. Pasalnya, ia menilai SPLU merupakan investasi yang prospektif.
"Untuk penyediaan SPLU tersebut, PLN seharusya mengandeng penguasaha UMKM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, PLN juga harus secara istiqomah untuk menjalankan program migrasi dari penggunaan Batu Bara ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT)," tuturnya.
Advertisement