Rusia Luncurkan Rudal Iran ke Ibu Kota Ukraina

Rusia kembali menyerang ibu kota Ukraina.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Des 2022, 06:31 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu menggunakan senjata nuklir untuk menangkal upaya Ukraina merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow. (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Liputan6.com, Moskow - Rusia kembali meluncurkan rudal ke Ukraina dan targetnya adalah ibu kota Kyiv. Tak ada korban jiwa dalam serangan tersebut, namun Kyiv menjadi mati lampu.

Dilaporkan BBC, Selasa (20/12/2022), pihak UKraina mengaku berhasil menembak jatuh mayoritas rudal yang datang, tetapi sejumlah rudal mengenai "infrastruktur kritis" sehingga terjadi mati lampu. Serangan terjadi sebelum Presiden Vladimir Putin tiba di Belarusia untuk bertemu Presiden Alexander Lukashenko pada Senin kemarin.

Serangan malam ke Kyiv ini disebut bukan hal biasa. Ada 23 rudal Iran yang ditembakkan pihak Rusia, Ukraina berhasil menangkal 18 di antaranya.

Foto-foto viral di media sosial menampilkan pemadam kebakaran berupaya memadamkan api besar di lokasi pembangkit listrik. Ada dua orang yang terluka.

Pada Jumat lalu, Rusia juga meluncurkan rudal ke arah Kyiv. Serangan-serangan menarget infrastruktur sipil di tengah musim dingin. Ukraina lantas menyebut Rusia berusaha menggunakan musim dingin sebagai senjata.

Terkait Belarusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut Rusia akan melancarkan serangan darat pada awal tahun depan melalui Belarusia. Namun, sejumlah pakar belum melihat bukti bahwa Rusia berusaha melakukan serangan baru.

Ketika invasi dimulai pada Februari 2022, Belarusia mengizinkan Rusia memakai daerah mereka untuk merangsek masuk ke Ukraina. Namun, Belarusia tidak terlibat secara langsung ke perang yang terjadi. 

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko merupakan orang dekat Presiden Vladimir Putin. Rezim Presiden Lukashenko terkenal korup dan berkuasa di Belarusia sejak 1994.


Cegah Bencana Nuklir, Rusia Bangun Kubah Pelindung di PLTN Zaporizhzhia Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin saat menghadiri pertemuan dengan para pemenang dan finalis kontes nasional School Teacher of the Year melalui konferensi video pada Rabu, 5 Oktober 2022. (Gavriil Grigorov, Sputnik, Kremlin Pool Photo/AP Photo)

Rusia mulai membangun "kubah pelindung" di atas penampungan limbah nuklir di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, kata pejabat pada Sabtu (17/12).

PLTN terbesar Eropa dan termasuk 10 besar di dunia itu dikendalikan Rusia sejak Maret, tak lama setelah perang Ukraina dimulai. 

Ketakutan akan bencana nuklir masih tetap ada di tengah laporan penembakan di sekitar area tersebut, Anadolu Ajansi melaporkan sebagaimana dikutip dari Antara, Minggu (18/12).

Pejabat pro-Rusia di Zaporizhzhia yang sekaligus ketua gerakan We Are Together, Vladimir Rogov, mengatakan bahwa upaya untuk membangun "kubah pelindung" di atas situs penampungan sampah nuklir sedang berlangsung.

"Untuk saat ini, itu akan melindungi dari pecahan peluru dan IED (bom rakitan) yang dijatuhkan dari drone. Ke depannya akan lebih substansial," tulisnya di Telegram.

Lewat pernyataan terpisah, operator nuklir milik negara Rusia, Rosenergoatom juga mengumumkan dimulainya konstruksi pemasangan "bantalan pengaman" untuk melindungi situs penampungan limbah nuklir.

 


Presiden Rusia Vladimir Putin Akui Rencana Pertempuran Panjang di Ukraina

Rekrutan memegang senjata saat pelatihan militer di lapangan tembak di wilayah Krasnodar, Rusia, 21 Oktober 2022. Presiden Rusia Vladimir Putin beberapa waktu lalu mengumumkan mobilisasi militer parsial. Akan ada 300.000 tentara cadangan dikirim berperang ke Ukraina. (AP Photo)

Selama pertemuan tahunan dengan Dewan Kepresidenan untuk Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui bahwa tentara negara itu dapat bertempur di Ukraina untuk waktu yang sangat lama.

"Adapun durasi operasi militer khusus, yah, tentu saja, ini bisa menjadi proses jangka panjang," kata Putin saat berbicara tentang beberapa masalah yang dihadapi Rusia selama invasinya ke Ukraina, seperti dikutip dari MSN News, Sabtu (17/12).

Sepanjang pertemuan yang disiarkan televisi, Putin membenarkan invasinya pada Februari ke Ukraina, menegaskan bahwa Barat memandang Rusia sebagai "negara kelas dua yang tidak memiliki hak untuk hidup."

Putin juga melanjutkan dengan mengatakan bahwa Rusia akan "membela diri dengan segala cara yang kami miliki."

Menurut Putin, risiko perang nuklir dengan barat semakin besar dan dia tidak segan-segan menjelaskan apa artinya itu, "Ancaman ini meningkat, saya tidak dapat menyangkalnya," kata Putin menanggapi sebuah pertanyaan.

"Kami belum menjadi gila," kata Putin selama pertemuannya yang disiarkan televisi, "kami menyadari apa itu senjata nuklir ... Kami memiliki sarana ini dalam bentuk yang lebih maju dan modern daripada negara nuklir lainnya."

Meskipun Putin dengan cepat menyebutkan persediaan nuklir Rusia sebagai pilihan yang layak, dia juga cukup cerdas untuk menambahkan bahwa Rusia tidak "akan berlari keliling dunia mengacungkan senjata ini seperti pisau cukur."

"Ini adalah faktor pencegahan, bukan faktor yang memicu eskalasi konflik," tambah Putin, meskipun dia menolak untuk mengesampingkan serangan pertama teoretis yang mengklaim bahwa kemampuan itu sangat penting bagi pertahanan Rusia.


Rusia Janji Tak Bakal Ada Gempuran ke Ukraina Saat Natal

Presiden Rusia Vladimir Putin (tengah) berbicara dengan Pemimpin Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik (kiri), Pemimpin Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin (kedua kiri), Kepala Wilayah Kherson Vladimir Saldo (kedua kanan), dan Kepala Wilayah Zaporizhzhia Yevgeny Balitsky (kanan) berdiri di dekatnya saat perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina dengan Rusia di Lapangan Merah, Moskow, Rusia, 30 September 2022. (Sergei Karpukhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Rusia mengesampingkan "gencatan senjata Natal" setelah hampir 10 bulan perang di Ukraina dan menolak seruan Kyiv untuk mulai menarik pasukan sebelum Natal sebagai langkah untuk mengakhiri konflik terbesar Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12), Rusia dan Ukraina saat ini tidak terlibat dalam pembicaraan untuk mengakhiri pertempuran, yang berkecamuk di timur dan selatan dengan sedikit pergerakan di kedua sisi.

Kekerasan kembali terjadi di Kyiv pada Rabu (15 Des), dengan  serangan drone besar pertama di ibu kota Ukraina dalam beberapa minggu. Dua gedung administrasi dihantam, tetapi sebagian besar pertahanan udara berhasil menghalau serangan itu. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan 13 drone telah ditembak jatuh.

Di salah satu distrik Kyiv, di mana salju menutupi tanah, penduduk mengatakan mereka mendengar deru mesin pesawat tak berawak Iran Shahed yang keras diikuti oleh ledakan kuat di sebuah gedung di sebelah rumah mereka.

Puluhan ribu orang telah terbunuh, jutaan lainnya mengungsi dan kota-kota menjadi puing-puing sejak Rusia menginvasi tetangganya pada 24 Februari, dengan mengatakan bahwa hal itu diperlukan untuk melindungi penutur bahasa Rusia dari kaum nasionalis sayap kanan Ukraina. 

Kyiv dan sekutunya menyebutnya perang pilihan tanpa alasan.

"Tidak ada ketenangan di garis depan," kata Zelenskyy dalam pidatonya. Ia menggambarkan penghancuran kota-kota di timur oleh Rusia dengan artileri "sehingga hanya reruntuhan dan kawah kosong" yang tersisa.

Infografis Rusia Didepak dari Dewan HAM PBB (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya