Liputan6.com, Banyuwangi - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Banyuwangi meningkat tajam pada 2022. Angkanya mencapai 512 kasus, dengan kasus kematian mencapai 12 orang.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi Amir Hidayat mengatakan, dibanding tahun lalu angka DBD tahun ini memang meningkat tajam. Pada 2021 angkanya hanya 92 kasus. Kondisi ini yang kini menempatkan Banyuwangi sebagai salah satu wilayah dengan kasus DBD paling tinggi di Jawa Timur.
Advertisement
"Banyuwangi termasuk paling tinggi di Jatim. Data kami sejak Januari hingga Desember 2022 total ada 512 kasus. Lonjakan terjadi pada bulan Agustus, angkanya mencapai 71 kasus," kata Amir Selasa (20/12/2022)
Amir menyebut setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan angka kasus DBD ini melejit. Pertama adalah faktor lingkungan dan cuaca. Pada 2022, cuaca bisa terbilang rancu. Musim penghujan ataupun kemarau berlangsung hampir secara bersamaan.
"Waktunya musim hujan ada kemarau, sedang waktunya musim kemarau ternyata masih ada hujan. Kondisi itu yang membuat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti sangat pesat," ujarnya.
"Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat cenderung berkurang dalam mencegah BDB," imbuhnya.
Amir menyebut, kasus DBD ini merata menyerang hampir seluruh lapisan usia. Warga paling banyak terjangkit DBD di Banyuwangi adalah masyarakat perkotaan. Hal ini karena di kota, pemukiman warga terbilang rapat dengan area resapan air terbilang minim.
"Sehingga kerab terjadi genangan. Kalau di Desa masih banyak tanah terbuka sehingga air masih bisa meresap. Kalau tidak ada genangan peluang nyamuk berkembangbiak itu rendah," ujarnya.
3 M
Amir meminta masyarakat perlu meningkatkan pola hidup sehat dan upaya pencegahannya. Kemudian meningkatkan gerakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Seperti pencegahan dengan cara 3M, yakni menguras, mengubur dan membuang barang bekas yang dimungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti.
Dinkes berharap masyarakat tidak hanya mengandalkan fogging sebagai langkah untuk memberantas DBD.
Advertisement