Liputan6.com, Yogyakarta - Asosiasi LKM/LKMS se-Indonesia (Aslindo) meminta pemerintah berpihak kepada Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Alasannya, selama ini LKM dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) masih berjuang sendiri dalam pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Melalui 230-an anggotanya yang tersebar di Indonesia, LKM dan LKMS menjadi tumpuan utama pembiayaan masyarakat paling bawah yang sulit mengakses permodalan dari perbankan.
"Riilnya kami sangat dibutuhkan masyarakat marginal, tapi kami sendiri masih merasakan diperlakukan secara tidak adil,” ujar Ketua Umum Aslindo terpilih Burhan, dalam keterangan tertulisnya.
Baca Juga
Advertisement
Ia mencontohkan, dalam hal kewajiban seperti pajak, perlakuan kepada LKM/LKMS sama dengan aturan untuk bank. Namun, dalam hal permodalan, pemerintah selama ini lebih berpihak pada perbankan.
Saat ini LKM yang telah beroperasi secara legal di Indonesia berjumlah 227 unit, dengan proporsi sebaran 54 persne atau 120 unit berlokasi di Jawa Tengah, 18 persen berlokasi di Jawa Timur, 16 persen di Jawa Barat dan sisanya tersebar di provinsi lainnya.
Sementara, Ketua Perwakilan LKM wilayah Jabar, Franky Nainggolan menilai, peran LKM dan LKMS selama ini tidak bisa dianggap sepele. Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, lembaga ini menjadi andalan masyarakat yang sebagian besar membutuhkan pinjaman di bawah Rp 5 juta.
“Pinjaman ini, dibutuhkan masyarakat untuk memutar kegiatan ekonomi mereka sehari-hari, terutama di sektor perdagangan,” ucapnya.
Ketua LKM perwakilan Jawa Timur Suryo Mego juga menekankan hal yang sama. Kredit macet di LKM rata-rata tidak lebih dari 1 persen, jauh di bawah ketentuan OJK.
“Sebesar 80-90 persen kredit kami untuk berdagang, sangat kecil yang untuk konsumtif karena pinjaman kami lebih menekankan pada aspek karakter dan kapasitas atau kemampuan bayar nasabah, maka peran kami melekat. Setiap hari pegawai kami menyambangi nasabah guna memastikan pembiayaan aman," tuturnya.
Hampir semua pengelola LKM memiliki kebutuhan yang sama, seperti, kebutuhan untuk berbagi pengalaman sukses dalam pengelolaan usaha kepada pengelola lain, kebutuhan penempatan dana berlebih hasil dari dana kelolaan dari masyarakat, kebutuhan bantuan dana likuiditas untuk kebutuhan jangka pendek (bail out), kebutuhan untuk mendapatkan advokasi dalam menghadapi stakeholder, terutama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sebagainya.
Oleh karena itu, kebutuhan pembentukan asosiasi mendesak sebagai media komunikasi dan forum LKM/LKMS tingkat nasional.