Liputan6.com, Jakarta Rencana pembelian Liquid Petroleum Gas atau LPG 3 kg menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) diprediksi akan menyebakan menurunnya daya beli rumah tangga tidak miskin.
Namun, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad langkah Pertamina tersebut sudah tepat.
Advertisement
"Akan ada sedikit menurun daya beli masyarakat khususnya rumah tangga tidak miskin namun menggunakan gas LPG 3 kg," ujar Tauhid saat dikonfirmasi merdeka.com, Rabu (21/12).
Sejatinya, kata Tauhid, pembatasan pembelian gas LPG 3 kg tidak hanya dilakukan tahun ini. Hanya saja pada pelaksanaan di tahun-tahun sebelumnya upaya pembatasan ini kerap gagal dengan berbagai faktor, satu hal utamanya karena masalah sosial.
Namun, imbuhnya, pemabatasan saat ini diharapkan benar-benar teraplikasi optimal agar subsidi gas tepat guna. Terpenting, selama uji coba, Pertamina wajib memastikan infrastruktur, administrasi, dan verifikasi siap digunakan di 2023.
"Jangan sampai asa keluarga miskin yang berhak mendapatkan (subsidi) gas 3 kg namun karena tidak terverifikasi akhirnya tidak merasakan manfaatnya," ujarnya.
"Dan jika dikalkulasi mungkin volume (pengeluaran biaya gas) antara 3 kg dengan 12,5 kg sama," imbuhnya.
Cocokan Data Konsumebn
Secara terpisah, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, kebijakan pembelian LPG 3 Kg menggunakan KTP untuk mencocokkan data konsumen ke dalam Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Nantinya data konsumen akan diinput langsung ke website Subsidi Tepat milik Pertamina.
"Kita sedang mensinkronkan data P3KE dengan data pembeli LPG 3 kg," ujar Irto kepada Merdeka.com di Jakarta, Selasa (20/12).
Irto memastikan, penerapan aturan pembelian LPG 3 Kg dengan KTP tidak menyulitkan masyarakat. Nantinya, pelanggan LPG 3 kg cukup menunjukkan KTP tanpa perlu mengunduh aplikasi ataupun Kode QR.
Membeli seperti biasa, cukup tunjukkan KTP-nya. Masyarakat tidak perlu mendownload aplikasi ataupun QR Code," jelas Irto.
Bagi masyarakat, yang sudah terdaftar dalam P3KE dapat langsung membeli LPG 3 Kg tanpa perlu menunjukkan KTP. Namun, bagi masyarakat yang belum terdaftar diwajibkan untuk menunjukkan KTP.
"Bagi yang datanya belum masuk, maka data yang bersangkutan akan diupdate dan langsung bisa beli seperti biasa," ucap Irto.
Untuk uji coba tahap awal dilakukandi 5 kecamatan yang tersebar di 4 kota besar Indonesia, yakni di Batam, Tangerang, Mataram, dan Semarang.
Advertisement
Beli LPG 3 Kg Wajib Pakai KTP, Ibu Rumah Tangga Langsung Menjerit
Pertamina Patra Niaga akan melakukan uji coba pembelian Liquid Petroleum Gas (LPG) 3 Kg atau LPG subsidi dengan menggunakan KTP tahun depan. Tahap awal pembelian LPG 3 Kg pakai KTP akan dilakukan di 4 kota besar yaitu Batam, Tangerang, Mataram, dan Semarang. Ditargetkan program ini bisa berjalan di seluruh Indonesia di akhir 2023.
Rencana uji coba ini langsung mendapat protes dari kalangan ibu rumah tangga. Fatimah, ibu rumah tangga di Jakarta Utara mengaku keberatan jika pembelian LPG 3 kg harus pakai KTP. "Ya enggak setuju, ribetlah. Misalnya kita lagi masak, terus gas habis. Kalau beli ke warung masa harus pakai KTP dulu kan jadinya enggak efisien," ungkapnya saat dihubungi Merdeka.com, Selasa (20/12/2022).
Dia juga khawatir soal keamanan data diri. Menurutnya pembelian gas LPG dengan KTP juga rentan terhadap penyalahgunaan data oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. "Nanti kalau data kita malah disalahgunakan gimana? Ya Allah ribet amat sih sekarang. Ampun deh," ungkapnya.
Warga Belum Dapat Informasi
Hal yang sama juga diungkapkan Juwita, ibu rumah tangga di Jakarta Pusat. Dia juga mengaku belum mendapatkan informasi terkait rencana penggunaan KTP saat membeli gas LPG 3 KG. Meski hanya ditunjukkan, dia tetap khawatir data pribadinya disaalahgunakan.
"Nah itu dia, takut KTP-nya disalahgunakan orang, kan bahaya. Mending engga usah pakai KTP deh," kata Juwita saat dihubungi merdeka.com.
Meski hanya seminggu sekali membeli gas, namun dia khawatir KTP-nya hilang karena tercecer saat belanja di warung. Menurutnya hal ini juga akan dikeluhkan ibu rumah tangga lainnya.
"Sebagian besar masyarakat pasti keberatan dengan program seperti ini. Kasihan buat ibu-ibu yang sudah tua dan enggak ngerti kan," ungkapnya.
Advertisement