Arab Saudi Tolak Agresi Apapun Terhadap Wilayah Irak

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan, pada Selasa (20/12), mengatakan negaranya berkomitmen pada “kedaulatan dan kemerdekaan Irak.”

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Des 2022, 09:04 WIB
Ilustrasi bendera Arab Saudi (AFP Photo)

Liputan6.com, Baghdad - Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan, pada Selasa (20/12), mengatakan negaranya berkomitmen pada “kedaulatan dan kemerdekaan Irak.”

Hal ini disampaikannya saat berpidato di hadapan para pemimpin Timur Tengah dan Eropa yang menghadiri konferensi di Yordania untuk mendorong keamanan dan stabilitas di Irak.

Faisal bin Farhan mengatakan Arab Saudi “menegaskan penolakannya terhadap agresi apapun di setiap inci wilayah Irak.”

Pertemuan itu melibatkan pejabat-pejabat tinggi di kawasan tersebut, termasuk dua negara yang saling bersaing – Arab Saudi dan Iran – bersama dengan pemimpin dari Prancis, Irak, Turki, Mesir, Kuwait, Bahrain, Oman dan Uni Eropa, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (21/12/2022).

Negara-negara itu mengatakan tujuan pertemuan tersebut adalah untuk menunjukkan “dukungan bagi Irak, atas kedaulatan dan stabilitas, juga atas proses politik, kemajuan ekonomi dan pembangunan, serta upaya untuk membangun kembali Irak.”

Selama beberapa dekade stabilitas dan keamanan Irak telah terguncang oleh konflik internal dan eksternal. Invasi pimpinan Amerika Serikat pada tahun 2003 telah memicu kekerasan intens dan perselisihan sektarian yang berlangsung selama bertahun-tahun, termasuk terbentuknya kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) dan pemberdayaan faksi politik dan milisi yang didukung Iran.

Irak baru-baru ini lumpuh akibat kemacetan politik, di mana terjadi perselisihan tajam antara mereka yang bersekutu dan menentang Iran. Irak telah berusaha berperan sebagai mediator antara Iran dan Arab Saudi. Tetapi serangkaian pembicaraan antara keduanya di Irak terhenti, ketika Iran dilaporkan menuduh Arab Saudi menghasut terjadinya protes di negaranya.


4 Anggota ISIS Tewas dalam Serangan di Irak Timur

Ilustrasi ISIS

Empat anggota ISIS tewas pada Senin dalam serangan udara di provinsi Diyala, Irak timur, kata militer Irak.

Bertindak atas laporan intelijen, pesawat tempur Irak membombardir dan menghancurkan tempat persembunyian ISIS di daerah Narin dekat kota Qara-Tappa.

Kota ini terletak sekitar 175 km di timur laut ibu kota Irak, Baghdad, kata kantor media Komando Operasi Gabungan Irak dalam sebuah pernyataan.

Pihak tersebut juga menambahkan bahwa empat militan ISIS berada di dalam tempat persembunyian, dikutip dari laman Xinhua, Selasa (13/12/2022).

Serangan udara tersebut menewaskan semua anggota ISIS di dalam tempat persembunyian tersebut.

Mayor Alaa al-Saadi dari polisi provinsi Diyala mengatakan kepada Xinhua, mencatat bahwa pasukan keamanan sedang menyisir daerah tersebut.

Selama beberapa bulan terakhir, pasukan keamanan Irak telah melakukan operasi terhadap militan ekstremis untuk menindak aktivitas intensif mereka.

Situasi keamanan di Irak telah membaik sejak kekalahan ISIS pada tahun 2017.

Namun, sisa-sisanya telah melebur ke pusat kota, gurun, dan daerah terjal, sering melakukan serangan gerilya terhadap pasukan keamanan dan warga sipil.


Pengamat: ISIS Masih Aktif di Wilayah Suriah Selatan

Ilustrasi ISIS (Liputan6.com/Abdillah)

Terlepas dari kehadiran pasukan Suriah dan Rusia yang masif di Suriah selatan, militan yang berafiliasi dengan kelompok Negara Islam, alias ISIS, juga masih tampak aktif di wilayah tersebut.

Pekan lalu, anggota pasukan tempur lokal, di mana beberapa di antaranya berafiliasi dengan pemerintah Suriah, melakukan sebuah operasi untuk menarget beberapa tempat persembunyian milik mata-mata ISIS di sebuah kota di provinsi Daraa, di selatan Suriah.

Dalam serangan itu, sedikitnya enam anggota ISIS tewas, dan tiga rumah yang digunakan sebagai pusat operasional ISIS dihancurkan, menurut laporan media setempat, dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (26/10/2022).

Operasi yang berlangsung selama beberapa hari dan berakhir pada Minggu (23/10) itu tampaknya dilancarkan sebagai tanggapan terhadap pemboman bus militer yang terjadi di ibu kota Suriah, Damaskus, pada 13 Oktober lalu. Aksi pengeboman itu menewaskan sedikitnya 18 tentara Suriah.

Rusia, pendukung kuat pemerintah Suriah, menuduh sel-sel ISIS di Daraa melakukan serangan tersebut.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan kepada VOA bahwa pihaknya belum dapat mengonfirmasi apakah orang-orang yang ditarget di Daraa memang orang-orang yang bertanggung jawab atas pemboman di Damaskus.

“Tapi yang pasti mereka yang tewas di kota Jasim [di Daraa] merupakan warga negara Suriah dan Irak yang memang anggota Daesh,” kata Rami Abdulrahman, direktur lembaga pengamatan yang bermarkas di Inggris itu, merujuk pada ISIS dengan menggunakan akronim bahasa Arabnya.


Alasan Keamanan

Ilustrasi wanita pengikut ISIS di Singapura. (AFP)

Seorang pegiat media di Daraa, yang meminta identitasnya disembunyikan untuk alasan keamanan, memberitahu VOA bahwa salah seorang mata-mata ISIS yang tewas dalam operasi minggu lalu merupakan seorang pemimpin berkedudukan tinggi yang bertanggung jawab atas pembunuhan beberapa mantan tokoh oposisi di Suriah selatan.

Sejak 2018, ketika pasukan pemerintah Suriah dan milisi sekutu merebut kembali wilayah dari pasukan pemberontak, Daraa dan daerah sekitarnya sesekali mengalami serangan yang diklaim militan ISIS dan kelompok ekstremis lainnya.

Sadradeen Kinno, peneliti Suriah yang mengikuti dari dekat kelompok-kelompok militan di negara yang dilanda perang itu, mengatakan bahwa rezim Suriah dan sekutunya, Rusia, belum membersihkan Suriah selatan dari kelompok-kelompok radikal, termasuk ISIS.

“Situasi keamanan di Daraa dan daerah selatan lainnya tetap rapuh karena kemampuan rezim Suriah untuk menghadirkan stabilitas pasca ISIS berbeda dari pemain lain yang telah memerangi Daesh, seperti Pasukan Demokratis Suriah (yang didukung AS) di Suriah timur laut,” katanya kepada VOA.

Infografis ISIS Kalah (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya