Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) gencar tingkatkan sosialisasi, literasi dan edukasi pasar modal. Hingga November 2022, BEI telah menggelar 10,005 aktivitas edukasi, yang sebagian besar atau sebanyak 7.514 acara digelar secara daring (online).
Dari 10.005 acara tersebut, BEI berhasil menjaring 878.442 partisipan. Sebagian besar atau sebanyak 751.129 peserta bergabung secara daring. "Menurut kami, dengan online atau hybrid bisa lebih efektif. Kita pernah bikin survey juga lebih efektif dari sisi kepesertaan, kualitas, kemudian peserta lebih potensial untuk dijangkau,” kata Kepala Divisi Riset BEI, Verdi Ikhwan dalam edukasi wartawan pasar modal, Rabu (21/12/2022).
Advertisement
Sebagai perbandingan, Verdi mengatakan sebelum pandemi peserta edukasi kebanyakan berasal dari kalangan mahasiswa. Sedangkan saat pandemi dan banyak acara dilakukan secara daring, lebih banyak yang berpartisipasi termasuk dari karyawan.
"Sehingga kami berpandangan sosialisasi yang dilakukan online ini efektif. Dari sisi baya juga lebih murah karena tidak perlu setting tempat atau ruangan,” imbuh Verdi.
Berkaca pada upaya tersebut, tak ayal jumlah investor pasar modal mengalami kenaikan signifikan, utamanya selama pandemi Covid-19. Sampai dengan November 2022, jumlah investor pasar modal telah mencapai 10.153.567 SID. Naik 35,57 persen dibandingkan jumlah investor tahun lalu sebanyak 7.489.337 SID.
Investasi Masyarakat Kalimantan di BEI Melonjak 103 Persen pada 2022
Sebelumnya, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat pertumbuhan nilai kepemilikan aset investor di Indonesia Timur melonjak dibandingkan Indonesia bagian barat pada 2022.
KSEI mencatat, nilai kepemilikan investor Kalimantan atas saham, obligasi, dan surat berharga lainnya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) naik 103,4 persen menjadi Rp 60,92 triliun. Dengan demikian, mencatat peringkat pertama pertumbuhan aset investor.
Kemudian diikuti oleh investor di Papua dan Maluku dengan tingkat pertumbuhan aset 41,59 persen meniadi Rp 3,51 triliun. Sementara itu, persentase pertumbuhan aset investor di Jawa dan DKI Jakarta hanya di kisaran 10,57 persen dan 10,16 persen menjadi Rp 413,98 triliun dan Rp 3.071,94 triliun.
Saham-saham sektor keuangan dan infrastruktur merupakan pilihan utama investor Kalimantan, Papua dan Maluku. Papua dan Maluku bahkan menjadi satu-satunya wilayah dengan pertumbuhan aset reksa dana positif sebesar 12,88 persen menjadi Rp 1,3 triliun.
Sedangkan dari sisi persentase pertumbuhan investor, Papua dan Maluku menduduki peringkat pertama dengan total pertumbuhan investor 46,05 persen dari 70.418 investor pada akhir 2021 menjadi 102.848 investor pada November 2022.
Pertumbuhan investor terbesar kedua diduduki oleh Sulawesi yang meningkat 45,70 persen dari 292.530 pada akhir 2021 menjadi 426.205 pada November 2022.
Sedangkan pertumbuhan investor di Sumatra berada di posisi tiga yang mencapai 37,99 persen dari 1.227.757 investor pada akhir 2021 menjadi 1.694.170 investor pada November 2022. Berbeda dengan wilayah lainnya, demografi investor didominasi oleh Gen Z dan milenial, demografi investor Papua dan Maluku didominasi investor Gen Z dan Gen X.
“Fenomena laju pertumbuhan investor serta nilai aset luar biasa di Indonesia Timur menunjukkan peningkatan literasi masyarakat yang semakin menyadari pentingnya investasi, khususnya di industri pasar modal,” ujar Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo seperti dikutip dari keterangan tertulis, ditulis Sabtu (17/12/2022).
Advertisement
DKI Jakarta Masih Mendominasi
Ia menambahkan, inklusi tentang investasi pasar modal juga semakin meluas dan merata yang sebelumnya didominasi oleh wilayah barat. Uriep mengatakan, walaupun perlahan tergerus, tetapi investor di DKI Jakarta masih mendominasi.
Hal ini terlihat dari nilai aset di pasar modal sebesar Rp 3.469,01 triliun yang dimiliki investor sebanyak 1.340.032. Disusul kemudian oleh wilayah Jawa dengan total nilai aset sebesar Rp 501,19 triliun yang dimiliki 5.632.412 investor atau 55,85 persen dari total investor.
Di sisi lain, nilai aset saham, obligasi dan surat berharga lainnya rata-rata per investor di DKI Jakarta menurun 10,21 persen menjadi Rp 4,55 miliar pada November 2022 dari sebelumnya Rp 5,07 miliar pada akhir 2021.
Hal yang sama dialami pula oleh investor di Bali, NTB, dan NTT, serta Kalimantan. Kenaikan nilai investasi per investor terjadi di wilayah Papua dan Maluku serta Sulawesi, yang masing-masing mengalami kenaikan sebesar 62,27 persen dan 13,19 persen.
Aset
Jika dilihat dari total nilai aset untuk masing-masing investor, terjadi penurunan di semua wilayah, kecuali untuk wilayah Papua dan Maluku, yang meningkat sebesar 23,37 persen menjadi Rp655,41juta di akhir November 2022 dari Rp531,24 juta di akhir tahun 2021.
Kepala Divisi Hukum KSEI, Ludfiati menuturkan, investor dari berbagai wilayah di Indonesia dengan latar belakang beragam jika dilihat, kurang lebih memiliki keseragaman dalam memilih jenis saham untuk investasi.
Berdasarkan data, terlihat saham sektor industri keuangan dan infrastruktur masih merupakan pilihan utama untuk investasi.
“Sementara itu, saham sektor industri produk primer dan non-primer menjadi pilihan lain bagi investor di seluruh wilayah kecuali Sulawesi yang memiliki pilihan lain berupa saham sektor industri basic materials,” kata Ludfi.
Advertisement