Liputan6.com, Jakarta Demi mengambil keputusan penghentian Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang menunggu kajian Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Lantas, kajian seperti apa yang dimaksud untuk pertimbangan penghentian PPKM?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi membeberkan beberapa topik laporan kajian untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan penghentian PPKM. Secara garis besar, laporan yang dimaksud adalah data surveilans perkembangan COVID-19 Tanah Air.
Advertisement
Tak hanya itu saja, data perkembangan COVID-19 secara global dan negara-negara lain juga akan dilaporkan ke Jokowi. Hal ini sekaligus melihat situasi COVID-19 global, yang mana masih terjadi peningkatan kasus COVID-19 di negara lain seperti Tiongkok.
"(Data kajiannya) melihat tren peningkatan kasus, pola varian (virus Corona) baru, benchmark negara lain (sebagai pembanding), dan sero survei (antibodi)," ungkap Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Kamis, 22 Desember 2022.
Perkembangan COVID-19 Tanah Air sekarang, menurut Laporan Harian COVID-19 Kemenkes per 20 Desember 2022 terjadi penurunan di sejumlah indikator penanganan COVID-19. Tren kasus konfirmasi harian COVID-19 dalam dua pekan terakhir menurun, dari 3.849 menjadi 1.367.
Kasus aktif juga menurun di angka 30.636, sebelumnya 53.406 kasus. Rata-rata pasien meninggal akibat COVID-19 dalam dua pekan terakhir ikut mengalami penurunan, dari 2,396 persen menjadi 2,391 persen.
Data Kemenkes juga mencatat, jumlah pasien COVID-19 yang dirawat menurun di angka 3.679, sebelumnya 5.977 pasien dirawat. Sejalan dengan itu, keterisian tempat tidur COVID-19 (Bed Occupancy Ratio/BOR) di rumah sakit menurun, dari 10,32 persen menjadi 6,52 persen.
Laporan Kajian Diminta Masuk Pekan Ini
Menyoal kemungkinan penghentian PPKM, Presiden Jokowi menegaskan, dirinya sudah meminta agar laporan kajian dari Kemenkes juga Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (Kemenko Perekonomian) masuk paling lambat pekan ini.
"Jadi kembali ke soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PPKM itu saya masih menunggu seluruh kajian dan kalkulasi dari Kemenko Perekonomian dan Kementeran Kesehatan," terang Jokowi saat konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu, 21 Desember 2022.
"Saya kemarin berikan target, minggu ini harusnya kajian dan kalkulasi itu sampai ke meja saya, sehingga bisa saya siapkan nanti Keputusan Presiden (Keppres) mengenai penghentikan PSBB, PPKM. Kita harapkan segera ya sudah saya dapatkan (laporan kajian) dalam minggu ini."
Kabar menyeruak penghentian PPKM disampaikan Jokowi dalam acara 'Outlook Perekonomian Indonesia 2023' di Hotel Ritz-Charlton, Jakarta hari ini. Dikatakan bahwa kemungkinan nanti akhir tahun 2022, PPKM akan dihentikan.
Hal ini melihat kasus harian COVID-19 pada Selasa (20/12/2022) terus melandai. Penanganan COVID-19 dengan adanya PPKM Levelling juga sudah membaik sehingga situasi COVID-19 sudah jauh terkendali sekarang.
"Perlu saya ingatkan mengenai gempuran adanya pandemi. Muncul lagi Omicron, puncaknya mencapai 64 ribu kasus harian. Sehingga kita ingat saat itu ada Alat Pelindung Diri (APD) kurang, oksigen enggak ada, pasien numpuk di rumah sakit," ucap Jokowi.
"Untung saat itu kita masih tenang, tidak gugup tidak gelagapan sehingga situasi yang sangat sulit itu bisa kita kelola dengan baik. Kemarin, kasus harian kita berada di angka 1.200 dan mungkin nanti akhir tahun, kita akan menyatakan berhenti PSBB, PPKM kita."
Advertisement
Lonjakan Kasus COVID-19 di Tiongkok
Di tengah kemungkinan Indonesia menghentikan PPKM, mari kita lihat apa yang terjadi di Tiongkok usai melonggarkan protokol kesehatan.
Kasus COVID-19 dilaporkan kembali melonjak di Tiongkok. Hal itu terjadi usai Pemerintah memutuskan untuk terus melonggarkan protokol kesehatan (prokes) terkait pencegahan infeksi dari virus Corona.
Mengutip laporan Channel News Asia (CNA), Kamis (22/12/2022), warga negara Tiongkok yang khawatir di Singapura dilaporkan mengantre untuk mengirim obat flu ke kerabat yang terjebak dalam wabah COVID-19 yang melonjak dan laporan kekurangan obat.
Tiongkok melonggarkan pembatasan COVID-19 secara nasional pada 7 Desember 2022, menghilangkan kebutuhan untuk pengujian massal yang sering dilakukan sebelumnya, dan memperkenalkan karantina rumah untuk beberapa pasien serta lockdown lebih singkat dan lebih tepat.
Badan kesehatan utama China mengatakan skala sebenarnya dari infeksi COVID-19 di negara itu sekarang "tidak mungkin" dilacak, dengan pejabat memperingatkan kasus meningkat pesat di Beijing setelah pemerintah mengabaikan kebijakan nol-COVID.
Akhir-akhir ini, beberapa media memang melaporkan lonjakan antrean di rumah sakit maupun krematorium.
Di Chongqing, kota berpenduduk 30 juta, yang mana pihak berwenang minggu ini mendesak orang-orang dengan gejala COVID ringan untuk tetap bekerja, satu lokasi krematorium mengatakan kepada AFP bahwa mereka kehabisan ruang untuk menyimpan jenazah.
Jumlah jenazah yang datang dalam beberapa hari terakhir ini berkali-kali lebih banyak dari sebelumnya, kata seorang staf yang tidak menyebutkan namanya.
COVID-19 di Tiongkok Disorot WHO
Pemerintah Tiongkok melaporkan angka kematian akibat COVID-19 turun, bahkan sempat nol. Namun, berita-berita mengabarkan bahwa rumah kremasi di sana malah penuh.
Angka resmi dari China menyebut hanya dua orang meninggal akibat COVID-19 pada hari Senin (19/12/2022), lima orang di hari Selasa (20/12/2022), dan nol kasus kematian pada Rabu kemarin (21/12/2022).
Kabar yang simpang siur ini pun turut menjadi perhatian WHO.
"Di China, apa yang dilaporkan adalah angka yang ada di ICU relatif rendah, tetapi secara anekdotal ICU penuh," ujar Dr Michael Ryan, Direktur Eksekutif Program Kesehatan Darurat WHO, dikutip BBC, Kamis (22/12/2022).
Lebih lanjut, Ryan menegaskan bahwa virus seperti COVID-19 memang sulit dihilangkan. Vaksin masih disebut sebagai jalan keluar yang ampuh. Tiongkok memilih memakai vaksin buatan dalam negeri seperti Sinovac dan Sinopharm.
Ini berbeda dari negara-negara Barat yang memakai vaksin teknologi mRNA seperti Pfizer dan Moderna. Sebelumnya, South China Morning Post melaporkan, bahwa warga China Daratan sampai harus pergi ke Macau demi mendapatkan dosis vaksin mRNA.
Selain Macau, vaksin mRNA juga sudah dipakai di Hong Kong dan Taiwan. Akan tetapi, restriksi masuk ke Hong Kong masih sulit. Akibatnya, muncul "wisata vaksin" di Macau.
Pemerintah Tiongkok masih belum memberikan izin bagi vaksin mRNA, akan tetapi baru-baru ini Pfizer telah mengirim batch vaksin mereka ke Tiongkok.
Advertisement