Liputan6.com, Cilacap - Dalam momen peringatan Hari Ibu Nasional setiap tanggal 22 Desember ini mengingatkan betapa besar dan pentingnya jasa ibu bagi anak-anaknya. Sepatutnya, momen ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyayangi ibu kita.
Tentunya juga kasih sayang kepada ibu sudah selayaknya kita curahkan setiap hari, bukan hanya pada perayaan hari ibu saja. Sebab sehebat apapun kita tak luput dari peran serta ibu kita.
Advertisement
Sejarah mencatat, banyak orang hebat yang lahir dari seorang ibu yang juga hebat. Kiranya tidak berlebihan berlebihan jika ada hadis perihal surga ada di bawah telapak kaki ibu.
Mengenai peran hebat ibu untuk anak yang hebat ini juga berlaku bagi pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadlaratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Nama besarnya tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sosok ibundanya, Nyai Halimah Asy’ari yang luar biasa.
Agus Sunyoto, Sejarawan yang juga seorang tokoh Nahdatul Ulama (NU) menulis bahwa KH Hasyim Asyari dari jalur ibundanya, merupakan keturunan kedelapan Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang.
Pengaruh lingkungan keluarganya yang agamis, menyebabkan KH Hasyim Asy’ari menjadi ulama yang memiliki kedalaman ilmu agama dan disegani banyak orang. Beliau menimba ilmu agama dari kakek, ayah dan ibundanya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Nyai Halimah: Putri Kiai Tersohor
Nyai Halimah ini merupakan puteri dari Kiai Usman dan Nyai Layyinah. Kiai Usman merupakan Pengasuh Pondok Nggedang Jombang, tempat belajar Kiai Asy’ari. Solichin Salam dalam KH Hasjim Asj’ari: Ulama Besar Indonesia (1963) menjelaskan, Nyai Halimah terlahir bernama Puteri Winih yang berarti benih pada tahun 1268 H bertepatan dengan 1851 M.
Nyai Halimah mempunyai 4 saudara yaitu Muhammad, Leler, Fadil, dan Ny Arif. Diungkap oleh Solichin Salam (1963) bahwa Kiai Usman adalah salah seorang kiai terkenal dan besar pengaruhnya. Dalam perkawinannya dengan Lajjinah, putera-puteranya seringkali meninggal pada masa kanak-kanak. Sampai pada akhirnya Kiai Usman dianugerahi Allah SWT Puteri Winih. Tapi kemudian puteri Winih diubah namanya menjadi Halimah.
Nyai Lajjinah, ibunda Halimah adalah puteri dari Nyai Sichah binti Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pengeran Sambo (Samhud Bagda) bin Pangeran Benowo (Syekh Abdul Halim) bin Jaka Tingkir (Syekh Abdurrahman) bin Raden Brawijaya VI atau Lembupeteng. (Solichin Salam, 1963: 21)
Suatu waktu Kiai Usman mempunyai seorang santri bernama Asy’ari, berasal dari Kota Demak. Saat itu sudah agak lama pemuda Asy’ari menjadi santri di Pondok Nggedang. Kecerdasan dan kecakapan Asy’ari membuat Kiai Usman tertarik kepadanya untuk dijadikan menantu.
Akhirnya, pemuda Asy’ari dinikahkan oleh Kiai Usman dengan puterinya, Halimah. Dari pernikahannya itu, pasangan Asy’ari dan Halimah dianugerahi 11 orang anak yaitu, Nafi’ah, Ahmad Saleh, Muhammad Hasyim, Radiah Hasan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan.
Advertisement
Puasa 3 Tahun Berturut-turut
Nyai Halimah dikisahkan suka melakoni tirakat dan praktik sufi lainnya (Ahmad Baso, 2016). Kebiasaan tersebut mengikuti jejak ayahnya, Kiai Usman. Dalam sebuah riwayat, Nyai Halimah pernah berpuasa selama tiga tahun berturut-turut dengan niat tertentu.
Puasa tahun pertama ditujukan untuk kebaikan keluarga, tahun kedua diniatkan untuk kebaikan santrinya. Dan puasa tahun ketiga dimaksudkan untuk kemaslahatan masyarakat.
Ketika mengandung sampai melahirkan Hadhratusy Syaikh Kiai Hasyim, tampak adanya sebuah isyarat yang menunjukkan bahwa buah hati kelak akan menjadi orang besar.
Ketika mengandung Kiai Hasyim, Nyai Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh kedalam kandungannya. Begitu pula ketika melahirkan Nyai Halimah tidak merasakan sakit seperti apa yang dirasakan wanita ketika melahirkan. (Sumber: NU Online)
Khazim Mahrur