Liputan6.com, Jakarta - Kaum perempuan kembali kena getah dari kebijakan Taliban yang mengendalikan Emirat Islam Afghanistan. Universitas-universitas kini hanya terbuka untuk laki-laki saja.
Dilaporkan BBC, Rabu (21/12/2022), kebijakan baru ini diumumkan oleh menteri pendidikan tinggi di Afghanistan dan akan segera diterapkan. Sebelumnya, akses siswi perempuan di SMA juga telah dibatasi.
Advertisement
Itu menjadi langkah pembatasan kebebasan perempuan Afghanistan terbaru sejak rezim tersebut berkuasa pada Agustus 2021.
Deputi Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Robert Wood, mengecam kebijakan terbaru Afghanistan ini. Wood menambahkan bahwa kebijakan seperti ini akan makin menyulitkan Afghanistan diterima oleh komunitas internasional.
"Taliban tidak bisa berharap untuk menjadi anggota sah komunitas internasional sampai mereka menghormati hak semua rakyat Afgan," ujarnya.
Human Rights Watch juga mengkritik larangan tersebut dengan menyebutnya sebagai "keputusan memalukan yang melanggar hak atas pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan di Afghanistan."
"Taliban memperjelas setiap hari bahwa mereka tidak menghormati hak-hak dasar warga Afghanistan, terutama perempuan," kata pengawas hak asasi itu dalam sebuah pernyataan, dikutip hari Rabu.
Indonesia pun turut mengecam langkah Taliban menjegal dunia pendidikan bagi perempuan tersebut.
"Indonesia menyampaikan keprihatinan yang mendalam dan kekecewaannya atas keputusan Taliban yang menangguhkan akses pendidikan ke universitas bagi perempuan Afghanistan," demikian seperti dikutip dari akun Twitter @Kemlu_RI, Kamis (22/12/2022).
Dalam respons tersebut, disebutkan bahwa pendidikan adalah hak asasi yang mendasar, baik bagi laki-laki maupun perempuan. "Indonesia senantiasa mendesak Taliban untuk menyediakan akses seluas-luasnya terhadap pendidikan untuk perempuan."
"Pendidikan adalah hak asasi yang mendasar, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Indonesia senantiasa mendesak Taliban untuk menyediakan akses seluas-luasnya terhadap pendidikan untuk perempuan, tegas pemerintah Indonesia melalui akun Twitter @Kemlu_RI.
Taliban Takut Wanita?
Tiga bulan lalu, ada ribuan gadis yang ikut ujian masuk perguruan tinggi. Saat itu pun sudah ada pembatasan kuliah bagi para perempuan karena mereka hanya bisa mengambil jurusan-jurusan tertentu.
Bidang engineering, ekonomi, agrikultur, dokter hewan dilarang untuk perempuan, dan jurnalisme juga dibatasi.
Setelah Taliban berhasil merebut kekuasaan, mereka juga mulai memisahkan tempat laki-laki dan perempuan di kampus, tempat masuk pun juga dibedakan. Mahasiswi hanya boleh diajari oleh dosen wanita atau laki-laki tua.
Merespons kebijakan baru ini, seorang mahasiswi berkata ke BBC bahwa Taliban takut pada wanita.
"Mereka menghancurkan satu-satunya jembatan yang dapat menyambungkan saya dengan masa depan saya," ujar mahasiswi tersebut. "Bagaimana saya mesti bereaksi? Saya tadinya percaya bahwa saya dapat belajar untuk mengubah masa depan atau membawa cahaya kepada kehidupan saya, tetapi mereka menghancurkannya."
Mahasiswi lain berkata tadinya ia senang karena bisa lulus dari universitas. Namun, harapan itu dibuat kandas oleh Taliban.
Deputi Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Robert Wood, mengecam kebijakan terbaru Afghanistan ini. Wood menambahkan bahwa kebijakan seperti ini akan makin menyulitkan Afghanistan diterima oleh komunitas internasional.
"Taliban tidak bisa berharap untuk menjadi anggota sah komunitas internasional sampai mereka menghormati hak semua rakyat Afgan," ujarnya.
Advertisement
AS, Inggris dan PBB Turut Mengecam
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengutuk 'keputusan tak terbantahkan Taliban untuk melarang perempuan dari universitas' dalam pengarahan yang berlangsung kemarin. Menurut dia, keputusan Taliban baru-baru ini akan 'memiliki konsekuensi yang signifikan bagi Taliban dan akan semakin mengasingkan Taliban dari komunitas internasional dan menolak legitimasi yang mereka inginkan.'
Penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan Afghanistan pada Maret 2022 'berdampak signifikan' pada keterlibatan AS dengan perwakilan Taliban, tambah Price. "Dengan penerapan keputusan ini, setengah dari populasi Afghanistan akan segera tidak dapat mengakses pendidikan setelah sekolah dasar," katanya.
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan penangguhan itu adalah upaya untuk "pengurangan hak-hak perempuan. Ini mengerikan dan saya sampaikan rasa kecewa yang mendalam bagi setiap siswa perempuan."
"Ini juga merupakan langkah lain Taliban menjauh dari Afghanistan yang mandiri dan makmur," katanya kepada dewan.
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan itu "menghancurkan banyak hati perempuan".
Otunbayeva mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa penutupan akses ke sekolah telah "merusak" hubungan pemerintahan Taliban dengan komunitas internasional.
Seorang ibu dari seorang mahasiswa, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan bahwa putrinya meneleponnya sambil menangis ketika mendapat surat itu, karena khawatir dia tidak dapat lagi melanjutkan studi kedokterannya di Kabul.
"Rasa sakit yang tidak hanya saya dan ibu (lainnya) rasakan. Ini sulit untuk dijelaskan. Kami semua merasakan sakit ini, mereka khawatir akan masa depan anak-anaknya," katanya.
Perempuan Dilarang ke Taman Hibuan
Selain pendidikan, gerak perempuan Afghanistan untuk bersenang-senang juga dihambat. Pada November 2022, Kementerian Moralitas yang dibentuk Taliban memutuskan melarang perempuan untuk memasuki taman bermain dan taman publik lainnya.
Perempuan sudah dilarang memasuki taman bermain sejak bulan lalu. Taliban berdalih larangan itu lantaran banyak tempat melanggar kewajiban untuk memisahkan area antara lelaki dan perempuan di tempat publik.
"Dalam 15 bulan terakhir, kami berusaha yang terbaik untuk mengatur dan menyelesaikannya, bahkan menentukan hari-harinya," kata Mohammad Akif Sadeq Mohajir, juru bicara Kementerian Pencegahan Kejahatan dan Promosi Kebajikan.
"Tapi tetap saja, di beberapa tempat, pada kenyataannya, kita harus mengatakan di banyak tempat, aturan itu dilanggar," katanya pada AFP, dikutip dari The Guardian. "Ada pencampuran (laki-laki dan perempuan), jilbab tidak diperhatikan, itu sebabnya keputusan diambil untuk saat ini."
Aturan tersebut membuat pemilik taman bermain kelimpungan. Habib Jan Zazai, salah satu pengembang kompleks taman bermain itu telah mengeluarkan 11 juta dolar AS untuk mendanai bisnis tersebut. Dengan aturan baru Taliban, ia terancam harus menutup bisnisnya yang kini mempekerjakan lebih dari 250 orang.
"Tanpa para perempuan, anak-anak tidak akan datang sendirian," ujarnya. Terbukti, pada Rabu, 9 November 2022, segelintir pria yang datang ke tempat itu hanya berputar-putar saja.
Advertisement