Saksi Ahli Pidana Kubu Sambo: Hasil Lie Detector Tak Bisa Jadi Dasar Pembuktian

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali menilai jika hasil alat pendeteksi kebohongan atau lie detector seharusnya tidak bisa digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Des 2022, 16:03 WIB
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo (kiri) dan istrinya yang juga terdakwa Putri Candrawathi (kanan) saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan kesaksian tiga orang saksi yakni Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali menilai jika hasil alat pendeteksi kebohongan atau lie detector seharusnya tidak bisa digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara.

Keterangan itu disampaikan Mahrus selaku ahli pidana yang dihadirkan sebagai ahli meringankan atau A de Charge oleh Tim Penasihat Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).

Jawaban dari Mahrus diawali dengan pertanyaan dari Penasihat Hukum, Rasamala Aritonang yang mempersoalkan keabsahan dari hasil lie detector atau alat pendeteksi kebohongan ketika dijadikan sebagai alat bukti.

"Apakah kemudian dalam konteks tadi saudara jelaskan bukti tersebut dapat digunakan atau tidak apabila tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya?" tanya Rasamala saat sidang.

"Itu dasar hukumnya bentuknya apa?" tanya Mahrus memastikan.

"Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 10 Tahun 2009," jawab Rasamala.

Atas jawaban tersebut, Mahrus menilai jika proses pemeriksaan dengan lie detector seharusnya didasari dan diatur melalui hukum acara dalam undang- undang yang berlaku.

"Artinya apa itu tidak legal harusnya (Lie Detector). Artinya apa, tidak boleh menggunakan dasar itu sebagai dasar untuk membuktikan poligraf. kenapa karena dia juga dasarnya bukan undang-undang," jelas Mahrus.

Sebab, Mahrus menyampaikan ada aturan dalam hukum hak asasi manusia (HAM) yang membatasi atau limitasi untuk apa saja yang berlaku sebagai pembuktian dalam hukum acara.

"Jadi didalam hukum HAM itu ada namanya limitasi, pembatasan hak itu dengan undang-undang yang mulia termasuk mengatur hukum acara," jelasnya.


Kasus Hukum Pidana Harus Didasari dengan Alat Bukti

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo berdiskusi dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/11/2022). Sebanyak 9 orang saksi dihadirkan dalam sidang pemeriksaan saksi terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Disamping itu, Mahrus juga mengatakan dalam hukum pidana dalam setiap kasus harus didasari dengan alat bukti yang sah. Syarat alat bukti itu sah pun dilandasi dengan prosedur yang benar dan materil atau sumber hukum yang mengaturnya.

"Kalau ini alat bukti itu sah harus ada dua, satu caranya sah mengikuti prosedurnya, kedua materilnya sah. kalau tidak diikuti bisa jadi hasilnya tidak valid," ucapnya.

Sekedar informasi jika keterangan Mahrus sebagai saksi meringankan akan memberikan kesaksian pada perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Dimana mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan pidana paling berat sampai hukuman mati.


Hasil Lie Detector

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo memeluk istrinya yang juga terdakwa dalam kasus tersebut Putri Candrawathi saat akan menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022). Saksi yang akan diperiksa dalam sidang pekan keempat ini terdiri dari asisten rumah tangga (ART), ajudan, hingga saudara Ferdy Sambo. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya hasil Lie Detector sempat dibeberkan Ahli Polygraph Polri bidang Komputer Forensik, Aji Febriyanto. Terkait hasil tes kejujuran atau lie detector Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan Bharada Eliezer.

Hasilnya, Ferdy Sambo nilai totalnya -8 (Bohong), Putri Candrawathi -25 (Bohong), Kuat Ma'ruf dua kali pemeriksaan, yang pertama hasilnya +9 (Jujur) dan kedua -13 (Bohong), Bripka RR dua kali juga pertama +11 (jujur), kedua +19 (jujur), Bharada E +13 (jujur).

Kuat Ma'ruf skor -9 dan +13,

-Pertanyaan terkait tidak pergoki Persetubuhan Putri Candrawathi dan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Kuat menjawab tidak melihat.- Pertanyaan terkait apakah Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J. Dijawab Kuat, Ferdy Sambo tidak ikut menembak.

Bripka Ricky Rizal skor +11 dan +19

-Pertanyaan terkait adakah seseorang yang menyuruhnya mengambil senjata Brigadir J. Dijawab oleh Ricky Rizal iya ada yang menyuruhnya.-Pertanyaan terkait apakah Ricky Rizal melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir J. Yang dijawab Ricky ia tidak melihat.

Bharada Richard Eliezer skor +13

-Pertanyaan terkait apakah ia memberikan keterangan palsu bahwa kamu menembak Yosua. Richard jawab tidak dan jawabannya jujur dengan skor +13.

Putri Candrawathi skor -25

-Pertanyaan terkait apakah Putri berselingkuh dengan Yosua? Apakah anda berselingkuh dengan Yosua di Magelang? Apakah anda berselingkuh dengan Yosua selama di Magelang? pertanyaan itu dijawab tidak oleh Putri.

Ferdy Sambo skor -8

-Pertanyaan yang diajukan apakah Ferdy Sambo menembak Brigadir J dan dijawab tidak.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya