Kapal Rohingya Dekati Aceh Usai 3 Minggu Terombang-Ambing di Laut

Aceh berpotensi kembali kedatangan pengungsi Rohingya.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Des 2022, 10:00 WIB
Pengungsi etnis Rohingya berada di atas kapal milik nelayan Indonesia di pesisir Pantai Seunuddon, Aceh Utara (24/6/2020). Para pengungsi Rohingya diselamatkan nelayan Aceh setelah kapal yang ditumpangi puluhan pengungsi itu rusak. (AP Photo/Zik Maulana)

Liputan6.com, Aceh - Aceh berpotensi kedatangan kembali pengungsi Rohingya. Kapal pengungsi Rohingya tersebut telah hampir sebulan terombang-ambing di laut.

Dilaporkan VOA Indonesia, kelompok aktivis Rohingya, pada Rabu (21/12), melaporkan sebuah kapal reyot yang membawa lebih dari 150 pengungsi Muslim-Rohingya, yang dua hari lalu dilaporkan hanyut di perairan India, di sekitar Kepulauan Andaman, tanpa makanan dan air, kini diketahui telah bergerak mendekati Aceh.

“Kapal itu tidak lagi berada di kawasan SAR India, tetapi sudah mendekati Aceh, di kawasan SAR Malaysia,” ujar Chris Lewa, Direktur Arakan Project, kelompok yang berupaya memberi dukungan bagi pengungsi Rohingya dan memonitor gerakan para pengungsi di Asia Tenggara.

PBB pada 16 Desember lalu merilis pernyataan untuk mendesak negara-negara di kawasan itu membantu kapal yang berlayar dari Bangladesh dan diketahui telah terapung-apung selama dua minggu di sekitar Laut Andaman.

Beberapa laporan mengindikasikan puluhan pengungsi sudah meninggal dunia dalam insiden ini, sementara mereka yang selamat berada dalam kondisi kelaparan karena tidak memiliki akses pada makanan dan air bersih, dan kini jatuh sakit,” demikian petikan pernyataan PBB itu. “Diperlukan tindakan cepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah lebih banyak korban meninggal.”

Mengutip laporan beberapa kelompok Rohingya dan seorang aktivis Rohingya yang berkantor di Bangladesh, sejumlah laporan media pada Selasa (20/12) menyebutkan bahwa kapal – yang mesinnya sudah beberapa hari tidak berfungsi – membawa sekitar 150 pengungsi dan kini terapung-apung di sekitar Kepulauan Andaman, India.


Perjalanan Berbahaya

Kapal kayu pengangkut imigran Rohingya yang terdampar di perairan Aceh (Liputan6.com/Ist)

Mohammed Rezuwan Khan, seorang aktivis Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh – di mana lebih dari satu juta pengungsi Rohingya kini tinggal di kamp-kamp pengungsian setelah melarikan diri dari aksi kekerasan dan genosida di Myanmar tahun 2017 – mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah berbicara dengan kapten kapal itu melalui telepon pada Minggu (18/12) lalu dan tahu bahwa mereka hidup tanpa air dan makanan selama 8-10 hari; dan bahwa tiga orang telah meninggal dunia.

Khan mengatakan kapten kapal itu mengatakan kepadanya “tolong selamatkan kami segera, kami hampir mati kelaparan.”

“Ketika saya bicara dengan kapten kapal, saya mendengar sejumlah laki-laki dan perempuan menangis memohon pertolongan. Kami hampir mati kelaparan, tolong selamatkan kami, ujar mereka sambil menangis,” kata Khan.

Khan mengatakan pada VOA, kapal itu telah meninggalkan Bangladesh pada bulan November dan bergerak menuju Indonesia di mana sebagian pengungsi berencana mendarat di Malaysia.


Negara ASEAN Belum Bantu

Presiden Joe Biden, kiri, dan PM Kamboja Hun Sen menonton pertunjukan tarian budaya pada gala dinner KTT ASEAN, Sabtu, 12 November 2022, di Phnom Penh, Kamboja. Ia positif COVID-19 pada KTT G20 di Bali. (Foto AP/Alex Brandon, File)

Kantor berita Reuters mengutip Lewa di Arakan Project, pada Rabu pagi melaporkan bahwa sedikitnya 20 orang di kapal itu telah meninggal dunia.

Meskipun banyak yang berspekulasi bahwa kapal itu akan segera diselamatkan oleh Pasukan Penjaga Pantai India di perairan India, Arakan Project mengatakan kepada VOA pada Rabu malam bahwa kapal reyot itu terlihat mendekati Aceh dan belum menerima bantuan apapun.

“Kapal Rohingya yang berada dalam kesulitan ini sudah terombang-ambing selama tiga minggu, meskipun telah berulangkali memohon untuk diselamatkan,” ujar Lewa pada VOA.

Ia mengatakan sangat memprihatinkan ketika negara-negara di kawasan ASEAN ini tidak berupaya mencari dan memberikan pertolongan meskipun lokasi kapal itu sudah diinformasikan secara teratur.

“Demi kemanusiaan, saya menyerukan kepada Indonesia atau Malaysia untuk segera mengirim misi penyelamatan dan mengizinkan mereka mendarat dengan aman,” tambahnya.

Untuk menghindari kesulitan hidup di kamp-kamp pengungsi yang sangat padat di Bangladesh, banyak pengungsi Muslim-Rohingya ini yang berupaya melarikan diri ke Malaysia yang mayoritas Muslim dan dihuni oleh beberapa ribu anggota komunitas itu. Pedagang-pedagang manusia mengoperasikan kapal feri ilegal yang melintasi laut untuk membawa pengungsi dari Bangladesh ke Malaysia.

Perjalanan kapal feri ilegal itu penuh dengan risiko dan mengancam jiwa. Dalam beberapa tahun terakhir ini ratusan orang tewas selama perjalanan itu.

Menurut laporan badan pengungsi PBB (UNHCR), sejak Januari 2022 ini sedikitnya 161 pengungsi – yang sebagian besar warga Rohingya – meninggal atau hilang selama perjalanan berbahaya dari Bangladesh dan Myanmar ke Malaysia.

Infografis Alasan Makan Bersama Berisiko Tinggi Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya