Jokowi buka Peluang Hentikan PPKM, Epidemiolog: Harus Kejar Capaian Vaksinasi

Dicky mengatakan cakupan vaksinasi primer dan booster harus di atas 80-85 persen. Sedangkan data WHO menyebut per Desember ini cakupan vaksinasi penuh, yakni dosis pertama dan kedua serta booster pertama belum mencapai 80 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Des 2022, 21:43 WIB
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada siswa di SDN 01 Depok, Depok, Jawa Barat, Selasa (14/12/2021). Kementerian Kesehatan mulai melaksanakan vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6-11 tahun dengan penggunaan vaksin Sinovac. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan secara umum situasi pengendalian Covid-19 di Indonesia sudah jauh lebih baik. Indikatornya antara lain penurunan jumlah masyarakat yang terinfeksi, beban di fasilitas kesehatan dan kasus kematian. 

Namun, menurut Dicky, indikator tersebut belum menenangkan. Apalagi kalau melihat kondisi global. Kasus Covid-19 di beberapa negara masih cukup tinggi, misal di Tiongkok dan India.

Dicky menegaskan, Indonesia perlu terus meningkatkan capaian vaksinasi agar pengendalian Covid-19 di Tanah Air bisa secara berkelanjutan.

"Indikator yang bisa menjamin lebih berkelanjutan situasi ini terkendali itu adalah modal imunitas. Peningkatan imunitas lebih menentramkan," kata dia.

Dicky mengatakan cakupan vaksinasi primer dan booster harus di atas 80 - 85 persen. Sedangkan data WHO menyebut per Desember ini cakupan vaksinasi penuh, yakni dosis pertama dan kedua serta booster pertama belum mencapai 80 persen.

"Ini harus dikejar, karena ini akan membuat kita percaya diri lebih besar," kata Dicky.

Hal lain yang harus terus diperhatikan adalah apakah Covid-19 yang saat ini menyebar di Tiongkok bermutasi atau tidak. Kemudian, perilaku masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan 5M, yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas harus terus konsisten. Apalagi saat libur Natal dan tahun baru puluhan ribu orang bergerak.

"Nataru punya potensi perburukan karena lebih dari 40 juta orang bergerak yang bisa membawa virus. Ini bisa jadi masalah di tengah ancaman kondisi global. Setelah melewati Nataru ini, lakukan kajian pola pembatasan atau public health yang lain. Prinspinya adalah terapkan 5M," ujar Dicky. 

 


Kemungkinan Akhiri PPKM

Warga yang mengenakan masker berjalan melintasi mural berisi imbauan terkait COVID-19 di Menteng, Jakarta, Kamis (7/10/2021). Pemerintah menyiapkan langkah implementasi prokes 3M, implementasi surveilans 3T, percepatan vaksinasi dan persiapan fasilitas rumah sakit. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membuka peluang mengakhiri kebijakan PPKM. Menurut Jokowi, saat ini kasus harian Covid-19 sudah turun ke angka 1.200-an, hal itu dinilai cukup terkendali.

Dia masih menunggu hasil kajian dari Kementerian Kesehatan, sebelum memutuskan menghentikan PPKM.

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan rencana pemerintah mengakhiri PPKM merupakan bentuk penyesuaian kebijakan. Dia menegaskan, penanganan pasien akan terus bejalan selama kasus Covid-19 masih ada.

"Penyesuaian kebijakan dengan tetap meningkatkan protokol kesehatan, vaksinasi, surveilans, dan komunikasi publik untuk menjaga kekebalan kelompok agar selalu tinggi. Itu hal utama yang dilakukan seluruh lembaga dan masyarakat," kata Wiku.

Infografis Vaksinasi PMK Hewan Ternak Digencarkan Jelang Idul Adha. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya